People Pleaser Membuat Orang Kehilangan Jati Diri

People Pleaser atau seseorang yang memiliki dorongan cukup kuat untuk menyenangkan orang lain atau orang disekitarnya, bahkan jika Ia harus mengorbankan dirinya sendiri. Mereka (People Pleaser) cenderung berfikir atau merasa bahwa kebutuhan dan kepentingan orang lain lebih penting dari pada kebutuhan dan kepentingannya sendiri, atau mereka (People Pleaser) lebih memilih untuk merubah kepribadiannya disekitar orang lain atau orang yang berada disekitarnya.

Penyebab daripada People Pleaser sendiri berkaitan dengan psikologi seseorang, penyebab diantaranya agar disukai oleh orang-orang, karena takut membuat kesalahan atau bersalah, atau bahkan karena takut sendiri. People Pleaser juga mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak” kepada orang lain, seorang People Pleaser hanya akan merasa berharga ketika mereka melakukan sesuatu untuk orang lain namun Ia akan membohongi diri meraka sendiri dengan berpura-pura setuju atau berpura-pura bahagia. Padahal untuk menyenangkan orang lain baiknya berdasar dari keinginan sender yang didorong keinginan dan empati untuk berbagi. People Pleaser bagi sebagian orang merupakan suatu kecanduan atau suatu ketergantungan yang membuat mereka merasa butuh untuk dibutuhkan.

Perilaku ini menimbulkan beberapa dampak, yang pertama yaitu kurangnya merawat diri sendiri, mengapa begitu? Karena seorang People Pleaser terus-terusan mengorbankan dirinya untuk memenuhi kebutuhan orang lian sehingga Ia mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri, hal tersebut dapat menyerang kesehatan mental seorang People Pleaser, kemudian dampak lainnya seperti terbangunnya sebuah kebencian, bisa seorang People Pleaser sering memendam sebuah amarah yang merasa bahwa orang-orang memanfaatkan dirinya, People Pleaser juga tidak mampu menikmati dirinya sendiri.

Bagaimana cara seorang People Pleaser memberikan ruang untuk dirinya sendiri? Yaitu bisa dengan refleksi diri, mecoba untuk mengambil langkah mundur dan lihat di mana kamu menghabiskan sebagian besar waktu dan energimu. Catat seberapa sering kamu mengatakan “ya” ketika seseorang meminta sesuatu kepadamu. Pikirkan tentang bagaimana perasaan kamu pada saat-saat itu. Mencatat saat-saat dimana kamu tidak dapat memberikan jawaban “Tidak” yang tegas dapat membantumu mengenali situasi tersebut di masa depan dan bisa memberikan respons yang berbeda.