Penulis: Akhmad Mukhibun & Muhammad Rohmadi
Universitas Sebelas Maret
“Saat ini, Indonesia memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, kita memasuki era dimana masuk kelas tidak menjamin belajar,”
-Nadiem Anwar Makariem
(Mendikbudristek)
Dewasa ini, kondisi dunia industri dihadapkan pada ketidakpastian yang terus terjadi. Anomali terjadi karena disrupsi informasi membuka banyak pintu miskonsepsi, salah informasi, bahkan menjadi sarana pembohongan publik. Sadari bahwa kondisi ini benar adanya, ketika kita memasukki era bahwa gelar tidak menjamin kompetensi, kelulusan tidak menjamin kesiapan kerkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, bahkan masuk kelas tidak menjamin kita belajar (Makariem, 2019).
Era ini memunculkan banyak persepsi negatif tentang hakikat dan urgensi pendidikan. Ketika disadari bahwa ‘produk’ pendidikan justru mengalami ketertinggalan dari kondisi ‘status quo’, ini justru menampar eksistensi pendidikan formal. Secara spesifik di Indonesia, problem tentang pendidikan tak kunjung menampakkan hilalnya. Data PISA (2022) menunjukkan bahwa Indonesia menduduki 11 peringkat terbawah tingkat literasi membacanya dengan skor (371). Untuk skor matematika sebesar 379 dan sains 398. Pemerolehan nilai ini menjadikan Indonesai menempati peringkat 68 dari 81 negara peserta. Kondisi ini perlu ditangani dengan serius. Mengingat bahwa secara sistem saja, proses pembelajaran masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu segera diperbaiki.
Salah satu alternatif penyelesaian masalah untuk menyelesaikan persoalan besar ini adalah keterampilan wirausaha bagi mahasiswa abad XXI. Keterampilan wirausaha berarti kecakapan untuk melakukan aktivitas usaha dengan kesadaran untuk menanggung risiko dan menikmati imbalan atas kegiatan usaha yang dilakukannya. Kecakapan wirausaha ini akan memberikan alternatif kompetensi pada mahasiswa yang bisa belajar dari disiplin ilmu apa saja. Hal ini karena ketika seorang mahasiswa melaksanakan studi, tetapi ‘kurikulum’ studi justru tidak mencapai tujuan-tujuan pembelajaran, maka solusinya adalah mengembangkan keterampilan lain yang diminatinya.
Temuan lain dari survei ICCN (2020) bahkan menyatakan bahwa 87% mahasiswa di Indonesia merasa salah memilih jurusan kuliah. Kondisi ini juga memperparah kondisi pendidikan Indonesia karena profil lulusannya bisa jadi tidak sekompeten itu, baik karena kurikulum pendidikannya juga karena individunya yang tidak optimal memilih studi. Dampak panjangnya adalah ketika mereka memasukki dunia kerja, mereka akan memilih kerja yang tidak linier dengan bidang ilmunya. Hal lain yang mungkin terjadi adalah performa kerjanya tidak sebaik orang-orang dibidang tersebut atau juga proses belajar di dunia kerjanya memerlukan waktu yang cukup lama.
Permasalah besar ini sudah berjalan lama dan tak jelas upaya penyelesaiannya. Bekal wirausaha pada mahasiswa abad XXI mungkin menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalahnya. Mahasiswa abad XXI diharapkan memiliki beberapa kecakapan, seperti komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, dan kreatif. Kompetensi pada mahasiswa abad XXI ini jika dipadukan dengan bekal wirausaha akan memunculkan inovasi-inovasi baru, misalnya bidang-bidang wirausaha pendidikan, literasi, teknologi, dan lainnya.
Bekal wirausaha pada mahasiwa abad XXI ini akan membantu pelung karier mahasiswa kedepannya. Mengingat bahwa era disrupsi membuat banyak ketidakpastiaan, kompetensi wirausaha menjadi ‘jalan tengah’ yang menjaga peluang kerja di masa mendatang. Bekal wirausaha harus diberikan pada mahasiswa dan dikembangkan sesuai passion mahasiswa masing-masing. Passion inilah yang akan menjaga daya hidup dan daya juang mahasiswa dalam merintis usahanya. Penting untuk terus belajar, membaca pelung, dan konsisten.
Kesimpulannya yakni era di mana ijazah tidak menjamin kompetensi atau masuk kelas tidak menjamin belajar benar adanya. Kondisi ini menjadi tanda tanya besar tentang mutu dan profil lulusan pendidikan formal. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa abad XXI untuk memiliki kecakapan berwirausaha, agar peluang karier dan kerjanya semakin terbuka. Dengan bekal wirausaha, mahasiswa memiliki alternatif untuk menentukan ‘peran apa yang akan ia lakukan seumur hidupnya.’(Akhmad Mukhibun & Muhammad Rohmadi, 2024)