Penguatan Budaya Literasi Berdasarkan Filosofi Pendidikan Pesantren pada Era Society 5.0

Oleh:
Lilis Sumaryanti
Mahasiswa S3 PBI UNS dan Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Muhammad Rohmadi
Dosen UNS

Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terdiri dari jalur formal dan non formal. Pesantren termasuk lembaga nonformal yang memiliki peranan penting sekaligus berkontribusi pada hasil pendidikan nasional yang bermartabat. Pada pembelajaran pesantren, peserta didik mengikuti pendidikan selama 24 jam penuh sehingga dapat dikatakan bahwa memiliki kontribusi 100% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Lembaga pesantren bertujuan mengelola sistem pendidikan yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadis dan berisi dengan nilai-nilai keislaman. Kata pesantren medapat awalam pe dan akhiran an. Pesantren biasanya dilengkapi dengan sistem asrama, memiliki figure sentral yang disebut dengan kyai, memiliki pusat kegiatan yaitu masjid serta pengajaran di bidang agama Islam. Pesantren telah membentk budayanya sendiri yang spesifik dan lebih mengarah pada nilai-nilai agama dan jiwa pesantren.
Eksistensi pesantren sudah mendapatkan pengakuan dari masyarakat sejak zaman kolonialisme. Pesantren juga terlibat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya aspek moralitas akan tetapi memiliki kiprah di dunia pendidikan yang mendalami ilmu agama Islam. Tokoh besar yang dilahirkan dari pesantren diantaranya ulama, tokoh masyarakat, guru agama dan juga tokoh social politik di Indonesia. Tuntutan pesantren untuk mewujudkan generasi muslim yang independent dengan dibekali keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan terkait keterampilan ini sangat penting karena di dalamnya terdapat kemampuan dasar serta pelatihan yang harus diikuti. Pendidikan ini memuat tentang kesanggupan peserta didik dalam menerapkan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, mampu dan terampil dalam menjalankan kecakapan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-harinya sehingga dapat menjaga keberlangsungan kehidupan selanjutnya.
Berbagai kecakapan yang dimiliki maka pesantren diharapkan dapat merespon kondisi dunia yang mulai berkembang dan mengalami perumbahan. Pesantren tidak hanya focus pada aspek keagamaan saja akan tetapi dapat mencari solusi dengan menumbuhkembangkan siswanya untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang mendalam untuk menghadapi era society 5.0. Tuntutan untuk cepat responsive terhadap kondisi tersebut harus dilaksanakan dengan tidak mengabaikan motivasi beribadah dalam menuntut ilmu. Pesantren harus tetap eksis dengan melakukan perubahan dan penyesuaian sesuai dengan modernisasi. Identitas pesantren harus dipertahankan dengan menjaga tradisi keilmuan yang bersifat klasik untuk perkembangan pesantren.
Pesantren juga mengembangkan budaya literasi. Dengan adanya budaya maka dapat meningkatkan peluang hidup. Teori yang melatarbelakangi tradisi atau budaya yaitu adanya argumen dari Pierre Bourdieau tentang reproduksi budaya yang dibangun dengan wawasan Max Weber tentang pentingnya budaya dalam batas kelompok tertentu. Menurut Joanna Sikora dkk menjelaskan bahwa teori budaya literasi dapat memotivasi siswa untuk menyukai buku sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Hal ini dapat didukung dengan adanya perpustakaan di lingungan sekitar sehingga dapat membekali siswa dengan keterampilan dan pengetahuan sepanjang hayat.
Menurut Roberta Gardner dkk menjelaskan bahwa literasi dapat memunculkan kompetensi dan keterampilan yang dimiliki dengan memunculkan emosional melalui cerita. Dengan bercerita dan menuliskannya dalam bahasa tulis dapat membuat peserta didik dapat lebih mengenal dirinya sendiri. Aspek emosional yang dituangkan berupa konteks pendidikan keaksaraan dengan perbedaan secara kontekstual. Hal ini membutuhkan sikap reflektif dengan tetap mempertahankan budaya di setiap bidang ilmu.
Definisi budaya terdiri dari kemampuan membaca dan menulis dalam kehidupan bermasyarakat. Pada kalangan pesantren, permasalahan literasi sempat menjadi permasalahan karena notabene pada awalnya pesantren masih belum mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Akan tetapi dengan dampak positif dari kemajuan teknologi dan informasi maka dapat memudahkan pesantren dalam referensi terkait literatur keislaman dengan mudah dan murah melalui internet. Sedangkan dampak negatifnya, keberlangsungan literasi di pondok pesantren yaitu munculnya rasa malas dalam membaca dan menulis padahal kedua kemampuan tersebut menjadi ciri khas dari pondok pesantren.
Perkembangan teknologi berbasis digital menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan pesantren karena berdampak pada budaya dan tradisi di pesantren. Pesatnya perkembangan teknologi menuntut pondok pesantren membuat pembaharuan dalam berbagai bidang. Apabila tidak mengikuti perkembangan zaman, maka kemungkinan seseorang akan tergerus oleh zaman dan akan membentuk seseorang yang gagap teknologi serta tertinggal oleh berbagai informasi. Dengan kata lain, teknologi ke depannya disiapkan untuk meringankan dan mengefektifkan semua pekerjaan yang ada dibebankan kepada manusia di masa depan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diperlukan suatu gambaran terkait penguatan budaya literasi pada pendidikan pesantren dalam menghadapi era society 5.0.

  1. Budaya Literasi
    Budaya diambil dari bahasa Sansekerta “Buddayah”. Bentuk jamak “Buddha” yang diartikan dengan akal. Budaya merupakan sesuatu yang berhubungan dengan akal. Menurut Mads Meier Jaeger menyatakan bahwa teori budaya yang dipelopori oleh Pierre Bourdieu merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam menghadapi ketidaksetaraan hasil pendidikan dan social ekonomi yang terus bertahan selama ini. Teori ini membahas tentang system yang komplek dimana orangtua mentransmisikan budaya kepada anak-anak sehingga dapat mengimplementasikan dalam pendidikan.
    Literasi merupakan bagian dari budaya yang mencerminkan kemajuan bangsa. Literasi merupakan pengetahuan dalam membca dan menulis sebuah teks yang dilakukan oleh siswa dengan mengubah cara belajarnya. Menurut Celia Moreno-Morilla dkk menjelaskan bahwa konsep literasi yang diterapkan pada siswa telah mempromosikan interaksi social melalui bentuk literasi baru. Literasi memiliki ciri metafora yang mengarah pada kompetensi penggunan kode dan teknologi tertentu untuk bisa memahamkan siswa. Pemerolehan literasi merupakan bagian dari pembangunan social dan budaya menurut konteks tertentu diantaranya literasi keuangan, emosional, digital dll. Perubahan komunikasi social telah mengubah peran guru dalam mewujudkan literasi di dalam maupun di luar kelas.
    Xian Lan Curdt dkk juga memaparkan dalam penelitiannya bahwa literasi yang digunakan pada sekolah dasar di Tiongkok menggunakan literasi lingkungan dalam buku pelajaran Tionghoa. Buku teks tersebut menjadi bahan ajar pendidikan keaksaraan anak sekolah dasar. Literasi yang berupa buku ini memperkenalkan pembaca (anak) literasi lingkungan dan memposisikannya sebagai subjek dalam lingkungan tersebut sehingga mereka dsadar akan lingkungan di sekitarnya. Buku berisi tentang analisis isi, kajian dari artikel secara khusus yang meliputi jenis teks, pilihan leksikal, elemen gramatikal dan struktur umum di dalamnya yang mencerminkan kesadaran anak terhadap perkembangan lingkungan di sekitarnya.

  2. Filosofi Pendidikan pada Pesantren di Era Society 5.0
    Filosofi pendidikan sangat penting karena di dalamnya tidak hanya sekedar belajar tetapi dapat terbaca dan tercatat kemudian dipahami sebagai ilmu tertulis. Pendidikan tidak hanya sekedar pembelajaran yang dilakukan di ruang kelas dengan guru sebagai pengajar saja. Filosofi pendidikan berdasarkan pada pengukuran terhadap penilian dan perubahan cara berpikir yang kemudian dianalisa dengan memposisikan diri sebagai terdidik. Dasar filosofi pendidikan yaitu sebagai substansi pembelajaran yang saling berhubungan secara natural dan di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan yang sesungguhnya.
    Menurut Keith Morrison, teori kompleksitas menentang filosofi pendidikan dengan mempertimbangkan paradigma pengajaran, pembelajaran, dan penelitian di bidang pendidikan. Pembelajaran di sekolah menunjukkan adanya fitur system adaptif yang bersifat komplek, dinamis sehingga tidak dapat diprediksi karena sering mengalami perunbahan. Beradaptasi dengan lingkungan sekolah dapat membentuk siswa menjadi dirinya sendiri dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Teori perubahan dan perkembangan evolusi ini memunculkan filsafat pendidikan. Perubahan yang terjadi sama dengan belajar. Pada pembelajaran terdapat elemen sentral terkait teori kompleksitas dan pendidikan.
    Carr Wilfred berpendapat bahwa filsafat pendidikan berdasarkan pada kegiatan teoritis dalam bentuk diterapkan karena dai dalamnya mencari solusi dari permasalahan yang meiliki relevensi terhadap pengembangan. Tujuannya dapat meningkatkan proses pedidikan yang meiliputi kedisiplinan dan praktik. Filsafat pendidikan berakar pada landasan konseptual yang sesuai dengan pendidikan kontemporer.
    Pendidikan memiliki keterkaitan dengan kehidupan. Keduanya memiliki hubungan yang erat dan menyatu serta tidak dapat dipisahkan. Pendidikan juga berarti usaha yang dilakukan manusia secara sadar dengan tujuan mengembangkan kualitas yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa dilaksanakan oleh seluruh masyrakat melalui pelatihan dan proses bimbingan di sekolah yang akan bermanfaat untuk sepanjang hayat. Tujuannya agar peserta didik dapat mempesiapkan perannya dalam lingkungan untuk masa yang akan datang. Pendidikan memiliki tujuan utama yaitu dapat membentuk karakter peserta didik untuk melaksanakan misinya demi lingkungan kehidupan yang lebih baik.
    Sistem pendidikan di pondok pesantren meliputi totalitas interaksi dari unsur-unsur pendidikan yang dapat bekerjasama dengan cara terpadu, saling melengkapi sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Perkembangan dunia global, keterampilan dan pengetahuan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat salah satunya pada dunia pendidikan. Pengerahuan secara tradisional dianggap kurang penting karena kemampuan baru menjadi lebih dominan dan kondisi ini tidak dapat dihindari. Semua yang berhubungan dengan keterampilan diantaranya mengumpulkan, menyimpan, mengambil informasi mengalami penurunan karena adanya perkembangan teknologi. Pengaruh dari pekembangan zaman yaitu terjadi peningkatan keterampilan kontemporer meliputi kreativitas, rasa ingin tahu, pemikiran kritis. Kewirausahaan, kolaborasi, komunikasi, pemikiran yang mengalami perkembangan, adanya kompetensi global.
    Era society 5.0 merupakan salah satu kecerdasan buatan yang memperhatikan sisi kemanusiaan dengan cara mentransformasikan data yang telah dikumpulkan melalui internet dalam berbagai bidang kehidupan. Adanya transformasi ini dapat membantu manusia untuk menjalani hidupnya. Era society 5.0 dikenal dengan masyarakat yang cerdas yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang pada tahun 2019 sehingga dapat mengantisipasi gejolak yang disebabkan oleh Revolusi industry 4.0. Adanya invasi tersebut dikhawatirkan dapat mengikis nilai karakter yang dimiliki oleh manusia yang telah dipertahankan saat ini. Dengan era baru ini maka masyarakat dapat menjawab tantangan zaman dengan meningkatkan kualitas hidupnya.