Kesehatan mental bukanlah hal yang sepele, melainkan suatu hal yang penting dikarenakan hal tersebut merupakan pondasi bagi seseorang yang bisa memengaruhi cara seseorang dalam memandang dirinya, perilaku, tindakan, cara mengambil keputusan, berinteraksi dengan orang lain, lingkungannya, dan memahami lingkungannya.
Menurut WHO, kesehatan mental adalah suatu kondisi sejahtera dari mental seseorang ketika menyadari kemampuan dalam dirinya, yang mana mampu beradaptasi di lingkungan dengan baik, bekerja dengan produktif, dan berkontribusi dengan baik terhadap lingkungannya. Kesehatan mental ini meliputi beberapa hal, diantaranya kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial. Hal tersebut berpengaruh terhadap cara berpikirnya seseorang. Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan mental seseorang, diantaranya keturunan, trauma masa lalu, pelecehan seksual, gaya hidup yang tidak sehat, dan cedera pada otak. Faktor-faktor tersebut sudah banyak terjadi, terutama dikalangan remaja. Gangguan kesehatan mental ini tidak hanya terjadi pada anak-anak dan lansia, melainkan juga terjadi pada remaja. Karena juga sudah banyak remaja yang terkena gangguan mental ini dan salah satu faktor penyebabnya, yaitu terlalu banyak beban pikiran ditambah dengan gaya hidup yang tidak sehat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 1 miliar orang hidup di dunia terkena gangguan mental. WHO menyatakan bahwa 3 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya yang diakibatkan oleh penggunaan alkohol dan setiap satu detik 40 orang meninggal dunia dikarenakan bunuh diri. Kejadian tersebut terjadi diakibatkan kesehatan mental mereka yang tidak bagus atau terkena gangguan mental, yang mana bisa terjadi karena stress, depresi dan lain sebagainya. Hal tersebut bukan suatu hal yang asing lagi bagi kita, dikarenakan sudah banyak sekali orang-orang yang terkena gangguan mental terutama dikalangan remaja. Seringkali, masyarakat mengabaikan perawatan untuk kesehatan mental yang lebih lanjut nya, padahal ini merupakan hal yang penting dalam menangani kesehatan mental mereka yang kurang baik atau terkena gangguan mental.
Mahasiswa tingkat akhir merupakan mahasiswa yang rentan sekali mengalami depresi yang disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya tuntutan akademik, rendahnya sikap sosial, hingga urusan atau masalah pribadinya. Dari beberapa faktor tersebut banyak dari mereka yang tidak sadar akan tindakan atau hal sepele yang dapat mempengaruhi kesehatan mental diri mereka sendiri. Hal tersebut berdampak terhadap kinerja mereka ketika menyelesaikan tugas akhir / skripsi, banyaknya kegiatan ketika berada di kampus menjadi salah satu penyebab turunnya kesehatan mental mahasiswa masa kini, misalnya kurang bisanya membagi waktu antara tanggung jawab pribadi dengan tanggung jawab luar seperti organisasi yang berbenturan dengan tuntutan akademik seperti tugas-tugas dan jadwal kuliah dapat menyebabkan fisik dan kesehatan yang berkurang. Selain itu, faktor sosial juga berpengaruh sekali terhadap kesehatan mental mahasiswa, lingkup pertemanan yang sehat biasa menjadi motivasi tersendiri ketika menuntaskan tanggung jawab akademik setiap pribadi seperti tugas akhir ataupun skripsi. Sebaliknya ketika kita berada pada lingkup pertemanan yang kurang baik sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dari diri sendiri tanpa kita sadari seperti hidup berfoya-foya dan mengesampingkan tanggung jawab kuliah dapat menyebabkan masalah kita sebagai mahasiswa tingkat akhir kedepannya.
Kesehatan mental dan kesehatan fisik keduanya saling berkaitan satu sama lain, yang mana ketika kita mengalami depresi kemungkinan besar akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan dari fisik kita begitu juga sebaliknya. Kondisi tersebut terkadang sulit disadari oleh kebanyakan mahasiswa ketika menjalani perkuliahan, ketika mereka telah capek dan banyak pikiran yang membebani mereka maka hal tersebut bisa menjadi penyebab fatal mahasiswa mengalami stress, depresi, atau yang paling parah sampai dengan gangguan mental terhadap jiwanya.
Masa Remaja merupakan masa dimana transisi peralihan dari anak-anak menuju ke masa dewasa, yang mana pada masa ini yang pasti remaja banyak yang terbebani akan pikiran lalu menjadi stress akan hal-hal yang terjadi dalam diri mereka. Banyaknya faktor yang ada menyebabkan pengaruh buruk terhadap kesehatan mental yang terjadi pada setiap individu khususnya mahasiswa tingkat akhir. Berdasarkan gejala cemas yang paling banyak dialami oleh mahasiswa tingkat akhir yaitu merasa lebih mudah gugup dalam melakukan sesuatu sebanyak 104 mahasiswa (64,6%). Penelitian yang dilakukan oleh Livana, Susanti, dan Arisanti (2018) menunjukkan bahwa sebagian besar hasil penelitian kecemasan mahasiswa saat menulis skripsi adalah kecemasan berat (51,5%). Menurut penelitian lain, pemicu kecemasan tinggi adalah: 1). Mahasiswa merasa terbebani dengan ujian proposal esai dan/atau penilaian hasil akhir esai. 2). Menulis esai merupakan salah satu stressor yang dialami siswa yang dapat mengakibatkan perubahan fisik dan psikis. beradaptasi dengan situasi ini. 3). Faktor penyebab kecemasan yang tinggi juga dipengaruhi oleh judul penelitian yang sulit, kesulitan dalam mencari referensi, kurangnya minat siswa dalam penelitian, dan ketidakmampuan siswa untuk mengungkapkan ide secara tertulis (Stuart, 2013). Berdasarkan gejala depresi yang paling banyak dialami oleh mahasiswa tingkat akhir yaitu kehilangan minat dalam berbagai hal sebanyak 46 orang (28,6%). Hasil ini serupa seperti penelitian yang dilakukan (Savira, 2013), yaitu 9688 responden (17,1%) memiliki status kesehatan mental dengan gejala depresi. mengalami depresi ringan. Hal ini dipengaruhi oleh : 1). Tuntutan dari orang sekitar maupun diri sendiri untuk menyelesaikan studi 2). Dalam proses perkembangan otak, sistem saraf yang berperan dalam memproses informasi menjadi bertambah sempurna. Hal Ini memungkinkan seseorang mampu dalam membuat suatu perencanaan atau keputusan serta perkembangan kepribadian mahasiswa sudah jauh lebih baik (Wahyuni & Setyowati, 2020). 3). Ada tujuan dan persyaratan untuk lulus tepat waktu, dan mereka harus lebih dewasa dalam berpikir, bertindak, dan berperilaku, yang menyebabkan kesulitan yang mereka hadapi berkembang menjadi emosi negatif, yang pada akhirnya mengarah pada ketegangan, depresi, stres dan depresi, yang menyebabkan mahasiswa menunda pembuatan skripsi (Aryani F, 2020)
Dari berbagai faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami gangguan kesehatan mental berikut merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengurai tingkat stress yang dialami mahasiswa selama masa perkuliahan. Antaralain: 1). Berolahraga secara teratur. 2). Coba melakukan hobi. 3). Selalu terhubung dengan mental support. 4). Berusaha menghindari lingkungan yang toxic. 5). Melakukan terapi dengan professional. Dari berbagai solusi di atas merupakan cara untuk mengurangi tingkat stress selama masa perkuliahan yang disebabkan oleh beban pikiran yang banyak. selain itu, faktor diri sendiri menjadi yang paling kuat untuk menghindarkan kita dari stress, pemilihan keputusan terhadap diri sendiri selama perkuliahan dan sikap enjoy dalam menjalani masa perkuliahan terlebih ketika saat masa mengerjakan tugas akhir atau skripsi menjadi faktor paling penting agar pribadi tidak mengalami stress yang disebabkan oleh fisik dan pikiran.
Berdasarkan artikel yang telah dipaparkan mengenai betapa pentingnya mental health yang baik bagi mahasiswa semester akhir, diharapkan mahasiswa dapat mencari cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah kesehatan mental seperti menerapkan mental health care. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian dari segi metode, alat ukur, maupun teori yang digunakan, serta dapat mencari metode manajemen stres yang sesuai serta dapat mencari pengaruh peran orang tua dalam menjaga kesehatan mental mahasiswa pada saat menghadapi penyusunan skripsi pada masa pandemic Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
Livana, Susanti, dan Arisanti (2018). Tingkat Ansietas Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi, https://scholar.google.co.id/citations?view_op=view_citation&hl=en&user=blLpxcwAAAAJ&citation_for_view=blLpxcwAAAAJ:dhFuZR0502QC
. Jurnal Kesehatan Mental, Vol.6 (2), 166.
Savira (2013). Self-Regulated Learning (SRL) dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa Akselerasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol 1 (1), 66-75.
Wahyuni & Setyowati (2020). Gambaran Stress Mahasiswa Tingkat Akhir dalam Penyusunan KTI ditengah Wabah COVID-19 dan Sistem Lockdown yang diberlakukan di kampus Akper YPIB. Journal Akper YPIB Majalengka, Vol.6(12), 1–14.
Aryani, F. (2016). Stres Belajar Suatu Pendekatan dan Intervensi Konseling. Makassar: Edukasi Mitra Grafika. Jurnal Kesehatan Mental, Vol.9.(4), 389
Arinda Qurnia (2021). Kondisi Mental di Kalangan Mahasiswa Semester Atas. Journal of Adolescent Health 63
Hakiman (2020). Pengaruh Kecemasan saat Pembelajaran Daring. Jurnal Keperawatan Vol.9(1): 18-23.
Aryani F (2020). “Psychological well-being of students in undergoing online learning during pandemi COVID-19", https://ojs.unm.ac.id/icsat/article/view/19985