Penerapan Hukum Bunyi Pada Bahasa-Bahasa Austronesia

PENERAPAN HUKUM BUNYI PADA BAHASA-BAHASA AUSTRONESIA

Ahli-ahli bahasa seperti Brandes, Van Der Tuuk, Brandstetter mencoba menerapkan metode-metode perbandingan yang dikembangkan di Eropa pada Abad 19 pada bahasa-bahasa austronesia. Beberapa kesimpulan mengenai hubungan bunyi antara bahasa-bahasa Austronesia yaitu sebagai berikut :

a. Umum

Korespondensi fonemis antara bahasa-bahasa kerabat Austronesia atau hubungan fonem-fonem bahasa kerabat dengan bahasa protonya atau disebut Austronesia Purba. Dapat dilihat pada penjelasan berikut ini :

1. Fonem / ǝ /

Fonem / ǝ / Austronesia purba dapat dipantulkan dalam fonem-fonem kerabat berikut :

Dalam Bahasa Jawa Kuno dan Karo menjadi /ǝ /

Bahasa Makassar dan Minangkabau menjadi / a /

Bahasa Dayak menjadi menjadi / e /

Bahasa Toba dan Bisaya menjadi /o /

Contoh untuk memperkuat korespondensi bunyi

  1. Kata Austronesia Purba /kǝsah / (bernapas)
  • Bahasa Karo, menjadi /kǝsah/
  • Bahasa Toba menjadi /hosah/
  1. Kata Austronesia /lawǝed/ (laut)
  • Bahasa Karo menjadi /lawǝd /
  • Bahasa Bisaya menjadi /lawod /
  1. Kata /bǝras / dalam bahasa Melayu, menjadi /bigas / dalam bahasa Tagalog

2. Fonem Triil

Dalam bahasa Austronesia Purba dikenal 2 macam fonem triil yaitu triil apikal /r/ dan triil uvular /R /. Triil apikal dan uvular berkonvergensi menjadi satu triil apikal /r /.

Fonem triil uvular /R / tumbuh menjadi

/g / dalam bahasa Bisaya

/h/ dalam bahasa Dayak

Dalam bahasa Jawa Kuno awalnya menjadi /h / kemudian hilang /Ø /

Triil apikal berkembang menjadi lebih jauh memantulkan fonem /r/, /d/, /i/ dalam bahasa-bahasa Austronesia kontemporer. Contoh

/pari / Jawa, Lampung ; /pare/ Sunda, Makassar ; /padi/ Melayu, Madura, Bali, Alor ;/pade/ Aceh, Aru ; /pale/ Gorontalo ;/palay/ Tagalog ;/page/ Batak ; /faghe/ Nias

3. Fonem /k/ dan /h/

Fonem Austronesia Purba /k/ dipantulkan secara lincar /licin, dalam bahasa Karo, Melayu, dan Gayo. Dalam bahasa Toba berubah menjadi /h/. Contoh :

Kata Austronesia Purba /kǝsa/ menjadi /kǝsah/ dalam bahasa Karo dan menjadi /hosa/ dalam bahasa Toba.

4. Diftong /uy/ dan /ay/

Diftong /uy/ dalam bahasa Austronesia Purba bertahan dalam bahasa Jawa kuno, Formosa, tetapi berubah menjadi /i/ dalam bahasa Karo, dan /e/ dalam bahasa Lamalera. Contoh

Kata Austronesia Purba /apuy/ menurunkan kata /apuy/ dalam bahasa Jawa kuno, Formosa, dan bahasa Batan. Menjadi /api/ dalam bahasa Karom dan Melayu. Menjadi /ape/ dalam bahasa Lamalera.

Diftong /ay / dalam bahasa Austronesia Purba menurunkan /i/ dalam bahasa Melayu. Contoh kata /hatay/ menjadi /hati/ dan /binay/ menjadi /bini/. Padanannya dalam bahasa Lamalera adalah adalah /bine/ ‘saudari’. /ate/ ‘hati’.

5. Penghilangan Konsonan Antar Vokal

Contoh penghilangan konsonan dalam bahasa Bugis pada fonem /h/ antar vokal , dan dalam bahasa Malagasi pada fonem /s/ antar vokal.

Contoh :

Kata /poη/ dalam bahasa Bugis diturunkan dari /pohon/.

Kata /fu/ (jantung) dalam bahasa Malagasi diturunkan dari /pusu/.

b. Perubahan Fonem pada Bahasa Bugis dan Makassar.

Penjelasan sebelumnya telah menyebutkan bahwa fonem /ǝ / Austronesia Purba dalam bahasa Makassar berubah menjadi /a/. Bila fonem /ǝ / yang berubah menjadi /a / itu terdapat pada suku kedua dari akhir maka konsonan yang mengikutinya digandakan (digeminasi). Khususnya jika fonem /ǝ / itu mendahului fonem /s/ yang terletak sebelum konsonan /l /, /r /, atau /s /, maka konsonan /s / itu disamping mengalami geminasi memperoleh lagi konsonan glotal. Contoh pada kata ‘sesal’, dala bahasa bali menjadi /sǝlsǝl/, bahasa Jawa Kuno /sǝsǝl/, Melayu /sǝsal/, Bisaya /basol/, dan bahasa Makassar menjadi /sassalaʔ/

Beberapa korespondensi khusus antara bahasa-bahasa Austronesia lain dengan bahasa Bugis dapat disebut antara lain :

(1) Semua konsonan eksplosif pada akhir kata bahasa-bahasa lain akan berubah menjadi konsonan glotal dalam bahasa Bugis. Misalnya pada kata /apit/ Melayu akan menjadi /pipiʔ/ dalam bahasa Bugis.

(2) Semua konsonan sengau dalam bahasa-bahasa lain akan menjadi /η/ dalam bahasa bugis. /pohon/ dalam bahasa Melayu akan menjadi poη/ dalam bahasa Bugis.

(3) Konsonan pada suku kedua akhir yang mengikuti /ǝ/ akan mengalami geminasi, misalnya kata /sǝsal/ dalam bahasa Melayu, /basol/ dalam bahasa Bisaya, menjadi /sǝssǝʔ/ dalam bahasa Bugis.

(4) Konsonan / I/ pada akhir kata dalam bahasa Bugis berubah menjadi konsonan glotal, tetapi akan menjadi /rr/ ˗ geminasi, kalau diikuti akhiran, misalnya /sǝssǝʔ/ ‘sesal’ tetapi akan menjadi /pasǝssǝrrǝη/.

(5) Konsonan /s / pada akhir kata dalam bahasa Bugis akan berubah menjadi konsonan glotal, tetapi / s / itu akan kembali apabila mendapat akhiran. Misalnya /nipiʔ/ ‘tipis’, tetapi karena akhiran -i, konsonan / s / akan kembali /nipisi/.

C. Bahasa Malagasi

Bahasa Malagasi yang letaknya jauh ke sebelah barat, masih menunjukkan korespondensi fonemis yang teratur dengan bahasa-bahasa Austronesia. Berikut akan dikemukakan beberapa korespondens tersebut, sehingga bentuk kata bahasa Malagasi akan tampak lebih jelas :

(1) Pada bahasa Austronesia terdapat konsonan /h/, maka dalam bahasa Malagasi akan hilang. Contoh; Kata /lebih/ dalam bahasa melayu akan menjadi /ambi/ dalam bahasa Malagasi.

(2) Bunyi nasal pada akhir kata bahasa-bahasa lain akan menjadi /na/ dalam bahasa Malagasi. Contoh : Kata /iliη/ dalam bahasa Karo akan menjadi /idina/ dalam bahasa Malagasi.

(3) Bunyi /I/ yang didahului vokal /i/ dalam bahasa Austronesia lainnya akan menjadi /d/ dalam bahasa Malagsi. Perubahan /I/ menjadi /d/ sejalan dengan korespondensi /r-d-l/ pada bagian umum.

(4) Konsonan /t/ akhir pada bahasa Austronesia Purba dan Kontemporer akan menjadi /tră / dalam bahasa Malagasi. Contoh Kata /pǝpat/ ‘melicinkan’ dalam bahasa Karo. Dalam bahasa Malagasi menjadi /ampatră/.

(5) Fonem /j/ yang mengikuti bunyi nasal dalam bahasa Austronesia Purba menjadi /dz/. Contoh kata /tanjak/ dalam bahasa Jawa Kuno ‘meloncat’. Dalam bahasa Karo menjadi /hindzaka/.

(6) Bunyi /k/ pada akhir kata menjadi /ka/ dalam bahasa Karo /anjak/, menjadi /hindzaka/ dalam bahasa Malagasi.

(7) Konsonan /p/ Austronesia Purba menjadi /f/ kecuali jika /p/ mengikuti nasal. /lefa/ Malagasi, /lipas/ Tagalog, /lǝpas/ Melayu.

Sumber

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.