Peliputan Jurnalistik

Artikel by: Fawwaz Andhika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peliputan adalah proses, cara, atau perbuatan meliput. Kata “peliputan” dan “meliput” sendiri berasal dari kata dasar yakni “liput”, yang artinya: membuat berita atau laporan secara terperinci tentang suatu masalah atau peristiwa. Peliputan berita sendiri merupakan kegiatan mengumpulkan data dan informasi yang dilakukan oleh wartawan atau jurnalis melalui observasi di lapangan. Kegiatan ini meliputi pengamatan langsung di tempat kejadian, pencatatan, serta wawancara dengan sejumlah narasumber. Seorang jurnalis sejati tidak hanya membuat opini berdasarkan wacana dan argumentasi, melainkan melihat langsung dan menulis sesuai fakta.

Peliputan dalam jurnalistik itu sendiri memiliki lima prinsip intelektual, antara lain:

  1. Bersifat murni faktual, jangan menambah-nambahkan sesuatu yang tidak ada.
  2. Jangan mengecoh audience.
  3. Bersikaplah transparan sedapat mungkin tentang motif dan metode Anda.
  4. Lebih mengandalkan pada liputan orisinal yang dilakukan sendiri.
  5. Bersikap rendah hati, tidak menganggap diri paling tahu.

Dalam peliputan dan penulisan jurnalistik, terdapat sepuluh elemen utama yang wajib ditaati oleh seorang jurnalis, sebagaimana dikutip dari Bill Kovach dan Tom Rosenstiel 10 elemen jurnalisme antara lain:

  1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
    Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk berdaulat. Bentuk “kebenaran jurnalistik” yang ingin dicapai ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan bentuk kebenaran yang praktis dan fungsional.
  2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
    Jurnalis tidaklah sama dengan karyawan perusahaan biasa yang harus senantiasa mendahulukan kepentingan atasan dan pimpinannya. Jurnalis memiliki kewajiban sosial, yang mana hal tersebut di atas kepentingan pimpinan redaksinya, dan kewajiban ini justru merupakan sumber keberhasilan finansial pimpinan mereka.
  3. Esensi Jurnalisme adalah disiplin verifikasi
    Jurnalisme berbeda dengan hiburan, propaganda, seni, atau fiksi. Jika hiburan berfokus pada apa yang paling bisa memancing perhatian, dan propaganda cenderung menyeleksi, merekayasa atau memanipulasi data faktual, jurnalisme berfokus pada apa yang terjadi, seperti apa adanya (objektivitas).
  4. Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
    Sudah menjadi tugas jurnalis untuk berhadapan dengan banyak client dan banyak permasalahan yang beragam. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban, jurnalis harus memiliki sikap independen di mana jurnalis harus berdiri sendiri, berjiwa bebas, tidak terikat dengan apa pun dan siapa pun. Baik dengan faktor intern maupun ekstern. Sikap independen ini akan membantu jurnalis menjadi orang yang adil dan kritis dalam menyikapi permasalahan, dan menghasilkan jawaban yang netral (tidak memihak, berada di tengah-tengah). Profesi jurnalis tidak membantah adanya pengaruh latar belakang (pengalaman, agama, ras, gender, budaya, ekonomi, pendidikan, dll.). Namun tugas dan kewajiban merupakan prioritas.
  5. Melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
    Jurnalis harus bertindak sebagai pemantau kekuasaan, tak hanya di pemerintahan melainkan semua lembaga kuat di masyarakat. Hal ini sejalan dengan poin sebelumnya. Lembaga pers memiliki wewenang dan kewajiban mengawasi dan mendorong para pemimpin dan pejabat dari melakukan hal-hal yang buruk dalam pemerintahan. Jurnalis memiliki andil dalam mengangkat suara rakyat. Akan tetapi pengertian memantau kekuasaan ini seringkali diselewengkan oleh banyak pihak bahkan oleh jurnalis/ wartawan itu sendiri. Tak sedikit di antara mereka yang lebih sibuk membuat bahan sensasi demi uang dan kepuasan ketimbang mengedepankan kepentingan umum.
  6. Menyediakan forum kritik dan komentar bagi publik
    Jurnalisme tidak hanya meliput berita dan mendorong opini masyarakat, kemudian mengabaikannya. Lebih dari itu, jurnalisme menjadi wadah bagi masyarakat luas dalam menyampaikan kritik, saran, maupun komentar terkait peristiwa dan gejala sosial-politik yang berkembang. Forum ini dibangun berdasarkan prinsip utama jurnalisme, yakni: kejujuran, fakta, dan verifikasi. Masyarakat akan turut andil dalam berpikir kritis, menilai, dan mengambil sikap. Tanpa memandang status sosial atau golongan.
  7. Berupaya membuat hal penting itu menjadi menarik dan relevan
    Jurnalistik bukanlah ranah yang selalu kaku. Di antara tugas penting seorang jurnalis adalah menyusun dan menyampaikan berita yang telah diliput dengan cara yang menarik dan dapat diterima oleh masyarakat luas, tanpa menambah, mengurangi, atau memanipulasi data faktual. Informasi disampaikan secara jelas, sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, dan memiliki daya tarik yang lebih bermakna, relevan, dan memikat. Meski tak jarang dari sini muncul godaan mengarah pada infotainment dan sensasionalisme.
  8. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional
    Komprehensif dan rasional merupakan unsur yang penting dalam menjaga akurasi suatu berita. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa jurnalisme memuat data-data faktual. Jurnalis hendaknya membuat pemberitaan secara menyeluruh, yakni meliputi lima unsur berita (5W+1H).
  9. Jurnalis wajib mengikuti suara hati nuraninya
    Profesi sebagai jurnalis mengharuskan seseorang peka, berpikir kritis, dan berjiwa sosial. Seorang jurnalis tidak dibatasi untuk mengikuti hati nuraninya secara personal dalam berpendapat, menanggapi, atau menangani suatu masalah. Elemen ini menegaskan bahwa jurnalis wajib memiliki etika dan rasa tanggung jawab secara personal, termasuk untuk menyuarakan nuraninya demi kebaikan sosial. Hal ini juga berlaku bagi pekerja media lainnya, termasuk pihak redaksi.
  10. Warga memiliki hak dan tanggung jawab dengan hal-hal terkait berita
    Elemen kesepuluh yang baru ini muncul seiring perkembangan teknologi informasi. Kini tak hanya jurnalis yang aktif dalam dunia jurnalisme, melainkan seluruh masyarakat juga bisa turut andil dalam menyuarakan pemikiran dan nurani mereka melalui media sosial, internet, blog, community journalism, jurnalisme warga (citizen journalism), jurnalisme online, hingga media alternatif.

Terkait peliputan jurnalisme, kita mungkin juga tidak asing dengan istilah ‘Investigative Reporting’. Apa itu investigative reporting? Reporting berasal dari kata reportare, yang dalam bahasa Latin berarti “membawa pulang sesuatu dari tempat yang lain”. Investigative sendiri diambil dari kata vestigum, yang dalam bahasa Latin berarti “jejak kaki”. Maka secara terminologi, investigative reporting berarti “membawa pulang jejak kaki dari tempat yang lain”. Secara istilah, investigative reporting adalah kegiatan peliputan dalam jurnalisme yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahan, penyimpangan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat. Kegiatan ini merupakan cara praktisi jurnalisme sebagai pemantau kekuasaan. Orang yang melakukan kegiatan ini disebut wartawan penyelidik (investigative reporter).

Investigative reporting merupakan kegiatan memantau dan melaporkan pelanggaran, bukan kegiatan membuka aib musuh dan mecari sensasi. Bukan sekadar ingin menjatuhkan lawan atau membunuh karakter orang lain (character assassination). Investigative reporting merupakan salah satu cara jurnalisme memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui apa saja yang dirahasiakan oleh pihak-pihak yang merugikan masyarakat. Bisa dikatakan, jurnalis/wartawan memiliki keterlibatan dan upaya dalam memerangi kejahatan yang terjadi di masyarakat dan lembaga kuasa. Banyak yang mengibaratkan mereka sebagai ‘anjing penjaga’ (watchdog) yang menggonggong terhadap ketidakadilan, kejahatan, dan penyimpangan yang terjadi di masyarakat.

Jurnalistik merupakan salah satu pintu menuju dan memperkuat rasa nasionalisme. Melalui penyebaran informasi positif, dan penerapan prinsip berita yang bertanggung jawab. Tanggung jawab moral untuk memberikan pendidikan dan pemahaman tentang pesan-pesan persatuan dan kesatuan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Bapak pendiri Amerika Serikat, bahwa “Pers adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan kualitas manusia sebagai makhluk rasional,moral, dan sosial.”

Sayangnya, pengertian nasionalisme seringkali disalahartikan. Harus kita ingat bahwa di antara elemen jurnalisme adalah memiliki sikap independen, yang mana dalam menjalankan tugas seorang jurnalis akan meninggalkan/mengabaikan latar belakang baik ras, suku, kewarganegaraan, budaya, ekonomi, ideologi, sosial, etnik, dan lain-lainnya. Tugas seorang jurnalis atau wartawan adalah mencari, meliput, dan menyampaikan berita faktual secara akurat apa adanya. Tak terkecuali terkait pertentangan/pergolakan dalam negeri. Sehingga tidaklah tepat bila seorang jurnalis atau wartawan dicurigai dan diadili karena mewawancarai pihak atau membahas isu yang dianggap bertentangan.

Hal demikian dapat kita lihat dari bagaimana seseorang bertindak sesuai perannya di medan perang. Seorang perawat mengobati korban yang terluka, meskipun korban tersebut adalah musuh negaranya sendiri. Juga bagaimana jurnalis Andreas Harsono mewawancarai pihak tentara atau gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), hingga dicela dan dianggap tidak nasionalis. Di antara sifat yang wajib dimiliki oleh seorang jurnalis atau wartawan dalam meliput berita, antara lain:

  1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar, selalu memunculkan pertanyaan mengapa.
  2. Tinggalkan kantor. Berita tidak muncul di balik mesin pendingin ruang di kantor.
  3. Mampu berbicara dengan banyak orang dari berbagai kalangan, memerhatikan dan memahami apa yang Anda dengar di sekitar.
  4. Baca koran Anda dan teman-teman (redaksi) Anda sendiri, ikuti perkembangan beritanya.
  5. Jangan segan meniru ide dari surat kabar lain, namun hindari plagiarisme dan selalu meniru.
  6. Baca pernyataan-pernyataan resmi, meski terasa membosankan. Pernyataan itu mungkin mengandung bibit berita.
  7. Cari ide dan sumber melalui televisi dan radio.
  8. Buat catatan atau rencana dan ikuti kegiatan yang bisa menjadi bahan informasi/berita, contoh: seminar, penyuluhan, dll.
  9. Kunjungi pasar atau pameran.
  10. Menjalin komunikasi dengan sesama jurnalis/wartawan.
  11. Gunakan waktu untuk berkeliling kota, mencari inspirasi, mencari ide, mencari berita, sembari berbaur dengan masyarakat. Jangan asingkan diri Anda.
  12. Sesekali pergi menyendiri dan berpikir untuk memunculkan ide pencarian/pembuatan berita.

REFERENSI

  1. Arismunandar, Satrio. 2013. Teknik dan Mekanisme Peliputan Jurnalistik. https://www.academia.edu/5004646/Teknik_dan_Mekanisme_Peliputan_Jurnalistik.
  2. Winarso, HP. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi Pustaka.
  3. Kovach, Bill. dkk. 2001. The Elements of Journalism. New York: Crown Publishers.a
  4. Harsono, Andreas. 2010. Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta: PT. Kanisius.
  5. https://www.slideshare.net/andreasharsono/apa-itu-investigative-reporting.
  6. https://asiaaudiovisualexc09adibganteng.wordpress.com/investigative-reporting-peran-media-dalam-membongkar-kejahatan/.
  7. https://www.bandung.go.id/index.php/news/read/3946/jurnalistik-perkuat-nasionalisme?lang=en
  8. https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/14/080000269/10-elemen-jurnalisme-menurut-bill-kovach-dan-tom-rosenstiel.
  9. https://kabarpali.com/detailpost/9-elemen-jurnalisme-plus-elemen-ke-10-dari-bill-kovach.