Para murid kini berkumpul di sebuah tempat yang menjadi tempat favorit untuk mengenyangkan perut…ya kini aku berada di kantin sekolah bersama teman-temanku. Penuhnya anak-anak lain untuk mengantri hingga harus berdesakan, tak jarang sesekali ada teriakan “awas soto panas” yang dapat membuat heboh hingga semuanya menyingkir, padahal yang dibawa es teh satu gelas. Kini kuberjalan bersama genkku menuju penjual paling ujung yang tidak terlalu ramai. Hingga terlihat ada seorang anak berjalan sendirian dengan menundukkan kepala dan membawa segelas jus mangga, hingga ia menyenggol dan tumpah di lengan bajuku. Karena peristiwa yang memalukan itu, aku memaki-makinya mengeluarkan sumpah serapah. Murid-murid yang tadinya sibuk mengantri berpindah pada kegaduhan ini hingga muncul sorakan-sorakan untuk melawan. Setelah suasana mereda semua kembali seperti semula dan anak kurang ajar sudah pergi entah ke mana, tapi tidak dengan suasana hatiku yang masih bergemuruh emosi.
Flashback end…
Namaku adalah Adit orang yang tidak mudah melupakan moment memalukan di kantin beberapa bulan yang lalu tersebut. Hingga kini masih teringat jelas diingatanku, atas perbuatan tersebut aku dan teman-teman genk banyak membuli dia. Dulunya aku biasa saja sama Dadang, yeahh dia bernama Dadang teman satu kelas yang pendiam dan tidak banyak berinteraksi dengan teman lainnya. Tetapi tidak dengan akhir-akhir ini yang sering mendapatkan masalah yang bersumber dari aku and the genk. Siang ini aku akan berulah lagi kepada Dadang, meskipun telah membalasnya berulang kali tapi tidak ada kepuasannya atas kesalahan dia yang membuatku malu tujuh turunan. Sudah berbagai cara aku membalaskan dendamku, mulai dari mengotori kelas ketika ia piket, memutarbalikkan fakta sehingga ia sering dihukum guru, memberhentikan di tengah jalan, dan merusak sepedanya, tapi ia tidak pernah melawan. Sepulang sekolah ini aku mengempeskan ban sepeda milik Dadang, hal ini bukan satu dua kali tapi banyak kali, Dadang pun mengetahui bahwa pelakunya aku and the genk.
Adit : “Tadi udah kamu kempesin semunyakan?” Tanyaku pada kedua temanku.
Oni : “Sudah bro, ntar juga enggak bisa pulang tuh orang.”
Della : “Apanya yang dikempesin? Koq aku enggak tahu apa-apa sih?? Wah kalian gini kalo suka gak ajak-ajak.” Sewot Dela sambil menghentakkan kakinya sambil marah.
Oni : “Pipimu tuh dikempesin.” Balas Oni sembari mencubit pipi Della yang seperti bakpo “Kamu tadi diparkiran tu ngapain aja Jubaedah?” sambung Oni cepat.
Della : “Oww ngempesin sepeda tadi ya, hehe mon maap lupa.” Ucapnya sembari nyengir
Oni : “Dit lo ngebuli dia mulu tu belom puas apa? Kurang separah apa ntar tak bantuin.” ucapnya dengan alis mata dinaik turunkan.
Adit : “Dah cukup, gue cuma buat dia merasa tidak tenang dalam hidupnya, urusan dia di masa lalu gak gue inget begitu saja”
Oni : “Ohh oke.”
Oni dan Della pun pulang terlebih dahulu, mereka berdua tetanggaan sehingga berangkat ataupun pulang selalu barengan. Aku sendiri memutuskan untuk jajan terlebih dahulu di sebrang sekolah. Jalanan siang ini cukup ramai sehingga perlu berhati-hati dalam menyebrang. Hampir sampai ke sebrang suara klakson motor dengan sangat keras dan panjang berbunyi menggema di telingaku, pikiranku kosong buyar hanya cukup pasrah saja. Satu tangan menarikku dengan cepat ke tepi jalan, belum sempat tersadar sempurna aku hanya bersyukur masih diberikan keselamatan. Kutengok sosok yang menolongku adalah Dadang orang yang selama ini aku benci dan aku kerjain. Rasa gengsi dan kesal bercampur membuat mengatai dengan nada yang menohok.
Adit : “Gausah ditolongin tadi, ngapain sok-sokan banget, tanpa elu juga aq bisa sendiri. Jangan harap bisa damai sama gue.”
Dadang : “Aku nolongin ikhlas, engak mengharapkan apapun. Kamu dah selamat aja udah cukup.”
Adit : “Idih sok alim, najis.” Ucap Adit berlalu tanpa mengucapkan terima kasih.
Di dalam perjalanan Adit terus beratung dengan pikirannya mengenai hal barusan terjadi. Sosok Dadang memang baik, meskipun ia telah memperlakukan dengan buruk ia masih mau menolongnya. Hingga tiba ia di rumah, cukup sudah dalam membingungkan urusannya dengan Dadang.
Keesokan harinya adalah pembelajaran IPA oleh Pak Rudi. Hari ini agendanya akan pergi ke laboratorium untuk melakukan praktikum.
Pak Rudi : “Anak-anak apakah semua telah membawa alat dan bahan yang ada di buku panduan?”
Seluruh murid : “Sudah pak.”
Pak Rudi : “Yasudah ayk segera ke lab untuk praltikum, jangan melakukan hal yang ceroboh nanti bisa membahayakan.” Sambil berjalan ke dekat pintu untuk keluar menuju lab.
“Baik pak.” respon dari sebagian siswa di kelas Pak Rudi
Oni : “Eh ntar kita kerjain Dadang lagi yok, biar sensasinya beda, jarang-jarang kita ke lab.” Ucapan Oni berbisik di dekat telinga Adit.
Adit : “Oke siap lancarkan.” Tanggapan Adit sambil mengepalkan kedua tangan.
Sesampai di laboratorium praktikum berjalan dengan lancar, hingga di setengah jam waktu pembelajaran terakhir, Oni mengingatkan Adit untuk mengerjai Dadang. Karena Adit, Oni, dan dua teman lainnya yang bukan Della selesai mengerjakan praktikum, ia gunakan untuk melancarkan aksinya. Kelompok Dadang hanya di sebelah kelompok Adit, sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk menempuh jarak yang terlalu rumit bagaikan praktikum hari ini.
Oni : “Nanti itu kamu tumpahin aja spritusmha terus ditambahin ini ya.”
Sambil memberikan larutan berwarna biru.
Adit : “Lah kok aku, engak kamu wae? Biasane kamu paling oke.”
Oni : Enggak kamu juga sekali-kali masak aku melulu."
Tidak menunggu waktu lama Adit mendekat ke kelompok Dadang dan mengobrol dengan teman-temannya yang lainnya untuk melihat ke luar sebentar hingga menyisakkan Dadang. Ia melakukan saran dari Oni tadi, tanpa pikir panjang langsung menjatuhkan spritus dan menambahi spritus lagi hingga tidak terkendali nyala apinya. Suasana laboratorium menjadi riuh murid-murid mindar mandir mencari jalan keluar. Adit bingung, ia berteriak meminta tolong, yang ia lihat Oni teman yang memberitahukannya malah sudah lari keluar ruangan, sedangkan di depan api nyalanya semakin menjadi. Sumpah serapah ia tujukan pada Oni, tidak ada orang tersisa lagi hanya ada Dadang yang berusaha memadamkan api di sebelah agak berjauhan. Dadang bisa saja kabur keluar, tetapi ia urungkan. Ia ingin menolong Adit terlebih dahulu. Setelah memadamkan api untuk membuat jalan keluar akhirnya Adit dan Dadang berhasil ke luar ruangan dengan selamat, untungnya pemadang kebakaran segera datang.
Adit : “Makasih dah nolongin lagi, padahal aku dah mau nyelakain kamu tadi.”
Dadang : “Iya sama-sama, enggapapa masih belum terlambat. Kita masih selamat.” Ucap Dadang dengan tertawa simpul.
Adit : “Maaf ya atas perlakuan jelek aku kemarin-kemarin, padahal kamu cuma salah dikit pembalasan aku terlalu bertubi-tubi.”
Dadang : “Iya gapapa, mungkin kalok aku jadi kamu juga akan melakukan hal yang sama itu wajar kok, engak mau dipermalukan di depan umum.”
Adit : “Sungguh aku menyesal, sekali lagi maaf semoga kedeoannya kita dapat berkawan baik.”
Dadang : “Pasti, aku dari dulh telah menganggap mu sebagai teman, kamu aja yang engak nyadar.”
Adit : “Wah yang bener, brarti kita sekarang baikan!” Ucapan Adit sambil menjurkan tangannya untum bertos ria.
Setelah kejadian itu Adit dan Dadang berkawan, sedangkan Oni tidak lagi dipercayai oleh Adit atas kejadian kebakaran di laboratoium sekolah kemarin. Ia dapat menyadari makna arti penting dari sebuah pertemanan yang sesungguhnya.