Selvia Safitri
Jurnalisme atau pers merupakan institusi sosial yang memiliki peran dan fungsi yang sering didefinisikan sebagai lembaga kontrol. Fungsi pers dapat diwujudkan secara maksimal apabila kebebasan pers itu dijamin.
Tidak dipungkiri bahwasannya seorang wartawan akan mengalami kekerasan atau ancaman. Pemberitaan yang disebarkan oleh wartawan terkadang dapat menyinggung pihak-pihak lain. Seorang wartawan harus memiliki pengetahuan yang luas sebelum terjun ke dunia jurnalis.
Wartawan harus mengetahui dan mempelajari etika jurnalistik terlebih dahulu. Untuk meminimalisir terjadinya kekerasan atau ancaman kepada para jurnalis diperlukan suatu etika. Jurnalis dapat bekerja secara profesional diperlukannya kaidah berupa etika yang merupakan kesepakatan yang diakui para jurnalis. Menurut Fadjarini (2004) menjelaskan bahwa etika merupakan simbol yang dari interaksi anggota-anggota organisasi yang menfatur dirinya dalam wadah tersebut. Dengan demikian etika dijadikan sebagai simbol atau pedoman oleh para jurnalis.
Menurut Fadjarini (2004) memaparkan bahwa kode etik merupakan bagian dari produk etika terapan. Kode etik sendiri memiliki fungsi untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh suatu kelompok. Kode etik jurnalistik dalam Peraturan Dewan Pers terdapat 11 pasal yaitu,
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencalurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Jndonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarka identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaky kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak meyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya mengahargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kedepakatan
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atad dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingab publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau permisa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayanj hak jawab dan hak koreksi secara proposional.
Menurut Atma kusuma dari chanel youtube Watchdoc Documetary (2013) menyarankan bahwa seorang jurnalis dalam bekerja wajib memiliki bekal ilmu pengetahuan tentang etika jurnalistik. Paling sedikit seorang jurnalu harus mengetahui 4 etika jurnalistik yang tidak boleh dilanggar. Kode etik yang haram dilanggar yaitu;
-
Menerima suap
-
Menjiplak karya atau plagiarism
-
Membuka identitas narasumber rahasia atau anonym
-
Informasi bohong dibuat seolah-olah benar terjadi
Ada beberapa kode etik yang dapat diabaikan jika seorang jurnalis atau wartawan melakukan investigative reporting. Jurnalistik investigasi memerlukan penyamaran untuk memperoleh informasi dari narasumber.
Referensi
Sulistyowayi, Fadjarini. (2004). Organisasi Profesi Jurnalis dan Kode Etik Jurnalistik. Jurnal: Ilmu Komunikasi, 1(1). 113-126.