Padi, Harapan Kepada Hujan dan Panas

P_20210615_092036

Efa Yunita Sari, Sragen - Saat mentari menampakkan diri dari ufuk timur, angin musim kemarau yang dingin tak menghalangi langkah setapak demi setapak menuju tempat mencari rezeki. Menyampirkan cangkul di pundak. Melangkah dengan penuh harap dan semangat. Pagi yang cerah untuk para petani memulai hari. Hari masih panjang, semangat tidak boleh hilang.

Pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan kesabaran. Di tengah panasnya matahari dan dinginnya air hujan tak memupuskan semangatnya. Kepada matahari mereka berdoa agar apa yang ditanamnya bisa tumbuh subur dan meninggi. Pada hujan datang saat musim rendeng mereka berharap hujan akan menumbuhkan benih-benih yang mereka tanam. Pekerjaan ini menjadi mata pencaharian hampir semua warga asli dusun Bakalan, Kabupaten Sragen. Warga dusun Bakalan mengeluti pekerjaan ini sejak dahulu hingga sekarang. Bisa dikatakan bahwa, menjadi petani merupakan pekerjaan pertama bagi warga dusun Bakalan.

Petani merupakan pekerjaan yang menuntut kesabaran. Setiap benih yang mereka tanam, sebelum ditutupnya dengan tanah atau ditancapkannya ke dalam tanah, mereka senantiasa berdoa. Harapan demi harapan mereka panjatkan tatkala berada di sawah maupun dalam perjalanan menuju ke sana. Setiap musim hujan tiba sekitar bulan Desember atau makin ke sini musim hujan semakin tidak dapat diprediksi. Tahun 2020, bulan Desember turun hujan, para petani berbondong-bondong untuk membajak sawah dengan traktor dan memulai untuk menanam padi. Padi yang ditanam biasanya petani warga dusun Bakalan dapatkan dengan cara membeli di toko pertanian. Setelah sawah dibajak, petani mulai menanam padi. Untuk padi membutuhkan waktu sekitar 3 bulan sesuai dengan jenis padi yang ditanamnya. Setelah menanam padi, petani akan menanam padi lagi sekitar bulan Maret dan akan panen sekitar bulan Mei. Memasuki musim kemarau sekitar bulan Juni, hujan akan mulai jarang. Pada saat itu petani akan menanam palawija .

Dalam hidup tak mungkin kalau tidak ada masalah. Pekerjaan menjadi petani juga tidak terlepas dari masalah. Permasalahan yang sering menghantui para petani adalah adanya hama. Hama yang sering berbuat ulah adalah tikus. Tikus menjadi momok bagi para petani di dusun Bakalan pada musim kemarau tiba, saat menanam palawija. Tikus-tikus tersebut memakan biji jagung/kacang tanah yang bahkan baru saja ditanam. Hama tikus juga menyerang ada saat jagung/kacang mulai berbuah. “Tikus-tikus itu tidak mungkin jera. Setelah memakan bijinya, mereka akan tetap menyerang buah jika berbuah. Benar-benar membuat pusing kita ini” kata salah seorang petani. Biasanya para petani mengakalinya dengan cara mencampur biji sebelum ditanam dengan obat hama agar tikus tidak berani mengganggunya. Tetapi cara tersebut kadang juga luput, tikus-tikus tetap merusak tanaman. Para warga dusun Bakalan pernah mengadakan bersih sawah. Bersih sawah yaitu melakukan inspeksi terhadap tikus-tikus tersebut. Para warga menggunakan segala benda tajam untuk memusnahkan hama tikus. Namun, cara tersebut tidak begitu efektif karena tikus-tikus tetap saja hidup berkembang biak dan merugikan para petani. Mungkin saja, ular sawah punah sehingga tikus-tikus mengamuk mengacak-acak sawah. Untuk itu, semoga para pemburu ular tidak menangkap ular sawah karena akan mengganggu ekosistem sawah.

Musim hujan jua menimbulkan hambatan untuk para petani. Pada musim hujan, yang menjadi rintangan bagi para petani di dusun Bakalan ialah musim hujan yang tidak stabil dengan curah yang tinggi. Hujan dengan kapasitas lebat mengakibatkan padi-padi ambruk dan akan merugikan para petani karena dengan kondisi padi yang ambruk menyebabkan kualitas dari padinya menurun sehingga harga jualnya pun juga akan turun. Sudah pasti biaya membengkak akibat pasca panen namun harga padi yang tidak sesuai harapan. Hal tersebut menjadi masalah yang harus dihadapi apapun yang terjadi.

Permasalahan lainnya ialah harga jual padi yang rendah. Padi yang masih baru biasanya akan dibeli oleh tengkulak seharga Rp4.000/kg sampai Rp4.200/kg. Untuk padi yang sudah melalui proses penjemuran akan dihargai Rp4.500/kg-Rp4.700/kg. Pemberian harga sesuai dengan kualitas padinya. Harga yang anjlok juga dialami padi yang sudah lama ditimbun oleh para petani. Logikanya, apabila gabah yang sudah lama disimpan, kualitasnya pasti baik dan putih. Tetapi justru tidak ada bedanya dengan gabah yang baru dipanen yaitu dihargai Rp4.500/kg-Rp4.700/kg. Harga tersebut tidak sebanding dengan pengeluaran setiap masa tanam dan panen. Pengeluaran setiap masa tanam yaitu membeli benih padi. para petani menginginkan benih yang berkualitas karena mereka merasa benih dari padi yang sebelumnya mereka tanam tidak bagus apalagi jika panen sebelumnya gagal karena beberapa alasan. Benih padi biasanya dihargai Rp80.000 – Rp145.000 tergantung jenis padinya. Belum lagi membeli pupuk dengan biaya sekiar Rp125.000 untuk satu jenis pupuk yaitu pupuk urea 50 kg.

Bertani menjadi pekerjaan dengan usaha yang keras tetapi seringkali diremehkan. Dengan hasil yang kadang tidak memuaskan, membuat petani harus sering bersabar dengan segala yang diterimanya. Menjadi petani membuat ingat akan pepatah jawa “narimo ing pandum” yang artinya menerima apa yang sudah digariskan oleh Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Kadang kala panen memang sering gagal tetapi mereka tetap yakin dan semangat untuk menanam lagi. Nyaris tak ada raut wajah kesal atau marah, yang ada wajah senyum syukur untuk memulai menyemai benih yang baru. Para petani memang tidak mahir akan ilmu politik atau ilmu ekonomi seperti para ahli/pakar dibidang itu. Namun, para petani mempunyai kegigihan dan kerja keras itu. Mereka berharap kepada generasi muda untuk tidak malu menjadi petani. Dewasa ini, perkembangan teknologi yang pesat membuat semua bidang bergerak cepat. Para petani mengharapkan akan ada solusi untuk permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Berharap agar ada pembasmi hama yang efektif membunuh hama. Semoga ada kebijakan dari pemerintah untuk kebahagiaan hidup para petani.

Senja berlalu, waktu yang tepat untuk mengucap selamat istirahat. Peluh, lelah, dan panas jadikan ia sebuah pecut untuk membuat bersemangat untuk esok hari. Padi, palawija dan lainnya jadikan ia kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Petani abadilah dalam lautan padi yang menguning tanda sudah waktunya untuk dituai.Sopo nandur bakal ngunduh. Peribahasa dari bahasa Jawa yang mempunyai makna yang kuat dan identik dengan pekerjaan petani. Petani, doa-doamu akan abadi, Petani, kau abadi dalam untaian padi yang menguning keemas-emasan, kau abadi dalam hijaunya tanaman jagung, kau abadi dalam doa di musim hujan, kau abadi laksana cahaya matahari ketika musim kemarau. Petani, jadilah abadi sampai nanti.

Rendeng : Sebutan musim hujan (bahasa Jawa) atau musim untuk menanam padi.
Palawija : Tanaman selain padi; biasa ditanam di sawah atau di ladang (seperti kacang, jagung, ubi)
Hama : Hewan yang mengganggu produksi pertanian seperti babi hutan, tupai, tikus dan terutama serangga.
Tengkulak : Pedagang perantara (yang membeli hasil bumi dan sebagainya dari petani atau pemilik pertama).
Gabah : Padi yang sudah dipanen (bulir-bulir padi dalam bahasa Jawa).
Sopo nandur bakal ngunduh : Peribahasa Jawa yang artinya siapapun yang menuai kebaikan akan dibayar dengan kebaikan pula