Nilai Religiusitas Puisi "Doa" Chairil Anwar

Siapa yang tidak kenal sosok Chairil Anwar, nama yang sudah tidak asing lagi bagi sastrawan dan pecinta puisi di Indonesia. Dia merupakan seorang maestro perpuisian Indonesia yang dijuluki “Si Binatang Jalang”. Karya-karyanya sudah terkenal di masyarakat luas, terutama bagi para pecinta puisi. Puisi karya Chairil Anwar mengandung arti dan makna yang mendalam sehingga tak heran jika puisinya disukai oleh banyak kalangan. Berbagai tema hadir di dalam puisinya, seperti percintaan, pemberontakan, kematian, ekstistensialisme, individualisme, hingga religiusitas.

Chairil Anwar pernah mengalami masa di mana keadaan sangat menekan batinnya, yaitu hadirnya kerinduan pada Sang Pencipta. Oleh karena itu, Chairil Anwar membuat puisi yang menggambarkan kerinduan tersebut dan puisi tersebut diberi judul “Doa”. Dari judulnya saja dapat diketahui bahwa puisi yang ditulis oleh sang maestro adalah puisi dengan tema religius yang mana di dalam puisinya terdapat pesan keagamaan yang disampaikan. Religius bisa diartikan sebagai hubungan batin antara manusia dengan Tuhan. Puisi “Doa” memiliki religiusitas yang sangat kental.

Dalam puisi ini, Chairil mengungkapkan bahwa pengaruh Tuhan terhadap manusia itu sangatlah kuat. Puisi ini menggambarkan kekacauan dan kekalutan yang dirasakan oleh penyair, hingga akhirnya membuatnya sadar bahwa dia hanya bisa menggantungkan dirinya kepada Tuhan. Berikut disajikan lengkap puisi “Doa” karya Chairil Anwar beserta makna di setiap baitnya.

Tuhanku // Dalam termangu // Aku masih menyebut nama-Mu (bait 1)

Saat dalam kondisi kacau, kalut, dan bingung, penyair masih mengingat Tuhan-nya. Dia mengingat akan kebesaran Tuhan, keagungan Tuhan, kebaikan Tuhan. Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia memberikan pertolongan bagi setiap hamba-Nya yang sedang dalam kesulitan dan kesusahan.

Biar susah sungguh // Mengingat Kau penuh seluruh (bait 2)

Bait ini mempertegas makna dari bait sebelumnya. Penyair benar-benar dalam kondisi kalut pada waktu itu. Saat suasana batinnya semakin kacau, justru dia malah semakin mengingat akan kebesaran Tuhan di dalam kehidupanya. Dia menyadari bahwa Tuhan berkuasa atas segalanya, sehingga tidak ada lagi yang patut dijadikan sandaran selain Tuhan. Lalu, dia yakin jika Tuhan akan memberi pertolongan dan solusi terhadap semua permasalahan yang hadir menimpa dirinya waktu itu.

Caya-Mu panas suci //Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi (bait 3)

Caya-Mu panas suci memiliki arti bahwa cahaya (petunjuk) Tuhan-lah yang memberikan kehidupan bagi setiap makhluk yang ada. Cahaya (petunjuk) dari Tuhan akan menjadi petunjuk jalan manusia saat berada di dalam kegelapan kehidupan. Saat dia dalam permasalahan dan penderitaan, cahaya itu yang akan mengarahkannya ke jalan yang terang dan benar.

Tuhanku // Aku hilang bentuk // Remuk (bait 4)

Penyair benar-benar merasakan dirinya dalam kondisi yang terpuruk. Dia merasa tidak berdaya.

Tuhanku // Aku mengembara di negeri asing (bait 5).

Penyair selama ini telah jauh dari Tuhan. Hidupnya tidak terarah dan tidak mempunyai tujuan. Apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang sudah ditetapkan oleh Tuhannya.

Tuhanku // Di pintu-Mu aku mengetuk // Aku tidak bisa berpaling (bait 6)

Perasaan kalut, kacau, dan sunyi yang dirasakan penyair ketika ditimpa permasalahan akhirnya membuatnya sadar akan keberadaan dan kebesaran Tuhan. Dia rindu akan kehadiran Tuhan. Kerinduan akan kehadiran Tuhan seakan-akan memaksa penyair untuk bersimpuh dalam keadaan penuh dosa. Penyair sadar bahwa sejauh apapun dia pergi dan sebanyak apapun dosa yang telah diperbuat oleh seseorang, maka orang tersebut akan datang kepada Tuhan-Nya untuk memohon ampun dan meminta pertolongan.

Puisi “Doa ” menampilkan kegelisahan-kegelisahan manusia yang sedang mengalami kesusahan dan merasa jauh dari Tuhannya. Dalam penyesalannya, tokoh “aku” sadar bahwa tidak ada satu pertolongan pun yang bisa menolong, kecuali atas karena kehendak Tuhan. Puisi “Doa” memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan beragama, yaitu tentang hubungan Tuhan dengan hamba-Nya yang tidak bisa dipisahkan. Hal itu membuktikan bahwa kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak bisa lepas dari Tuhan dan sangat penting untuk memprioritaskan Tuhan di atas segalanya.

Referensi:

Putra, M. Z. E. (2023). Analisis Gaya Bahasa pada Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar. Jurnal Multidisiplin Indonesia, 2(1), 151-155.

Wulandari, Y. (2022). Perbandingan Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar dan “Tuhanku” Karya Herawati Mansur. GHANCARAN: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(1), 121-130.

Fauzy, R. N. (2022). Analisis Makna Ketuhanan pada Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar. Inspirasi Dunia: Jurnal Riset Pendidikan dan Bahasa, 1(3), 40-45.

Nuryatin, T. (2014). Kemampuan Siswa Kelas X SMA Yuppentek 3 Legok Tangerang dalam Menganalisis Intertekstual Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah dan Puisi “ Doa” Karya Chairil Anwar . (Skripsi Sarjana, UIN Syarif Hidayatullah).