Banyak orang merasa harus mempertahankan hubungan hanya karena sudah dekat secara emosional. Rasanya sedikit aneh jika kita tiba-tiba menjauh, apalagi saat hubungan itu sudah terjalin lama dan punya banyak kenangan. Tapi, nggak semua kedekatan itu sepadan untuk diperjuangkan. Kadang, sebuah hubungan sudah melewati batas kenyamanan pribadi, tapi tetap dipaksakan demi “rasa nggak enakan”. Di sinilah pentingnya memahami: bahwa tidak semua hubungan pantas untuk terus dijaga, apalagi jika hanya membuat kita lelah. Yang perlu digarisbawahi hubungan di sini bukan cuma soal percintaan. Kedekatan emosional juga bisa terjadi dalam pertemanan, hubungan keluarga, atau interaksi sosial sehari-hari.
Banyak yang mengira bahwa kedekatan emosional adalah tanda bahwa hubungan tersebut sehat. Padahal kenyataannya, dua hal itu nggak selalu sejalan. Hubungan bisa terasa akrab, intens, bahkan sulit dipisahkan, tapi justru menyimpan tekanan psikologis di dalamnya. Misalnya, pertemanan yang selalu menuntut hadir kapan pun tanpa peduli keadaanmu. Atau keluarga yang menggunakan ikatan darah sebagai alasan untuk melanggar batas pribadimu. Bisa juga lingkungan sosial yang kelihatannya suportif, padahal diam-diam manipulatif dan membuat kamu merasa bersalah setiap kali bilang “tidak”.
Tanda-tandanya kadang nggak akan kelihatan jelas di awal. Tapi kalau kamu mulai merasa terpaksa saat berinteraksi, cepat lelah secara mental setelah bertemu mereka, atau kehilangan ruang untuk jadi diri sendiri, mungkin itu saatnya kamu bertanya: “Apa aku benar-benar nyaman di hubungan ini?” Tidak sedikit pula dari kita yang sadar bahwa relasi yang dijalani melelahkan, tapi tetap bertahan. Alasannya pun beragam, takut menyakiti orang lain, takut dianggap egois, merasa bersalah, atau karena terlalu lama terbiasa berada dalam dinamika tersebut. Bahkan ketika sudah tahu bahwa ada yang salah, banyak yang tetap memilih diam. Alasannya simpel: menjaga kedamaian sering terasa lebih mudah daripada menghadapi konflik.
Ada semacam tekanan sosial yang membuat kita merasa harus loyal apa pun keadaannya. Kita diajarkan untuk jadi setia dan nggak gampang menyerah, tapi jarang diajari cara mengenali tanda-tanda hubungan yang melelahkan atau merugikan. Padahal, mempertahankan hubungan yang tidak sehat justru bisa membahayakan kondisi emosional dan mental. Apalagi kalau kamu selalu menunda untuk membicarakan batas, atau bahkan nggak sadar kalau batas pribadi kamu sudah dilanggar berkali-kali. Kalau terus dibiarkan, situasi ini bisa memunculkan perasaan terjebak yang makin lama makin sulit dilepaskan.
Di sinilah pentingnya menetapkan boundaries. Ngebangun batas bukan berarti menjauhkan diri sepenuhnya, tapi lebih ke mengenal kapasitas diri dan membatasi mana yang masih bisa ditoleransi. Dengan begitu, hubungan apa pun—entah itu pertemanan, keluarga, atau relasi sosial—bisa tetap sehat dan saling menghargai. Boundaries adalah bentuk perlindungan diri, bukan egoisme. Kita punya hak untuk berkata “nggak”, untuk butuh ruang sendiri, dan untuk menolak hubungan yang bikin kita kehilangan arah. Bahkan dalam hubungan yang baik pun, boundaries tetap penting sebagai bentuk saling menghargai.
Menjaga jarak dari orang yang pernah dekat memang nggak mudah. Tapi, menjaga diri sendiri juga nggak kalah penting. Melepaskan hubungan yang sudah melewati batas bukanlah bentuk kejam, melainkan bentuk keberanian. Berani memilih untuk nggak terus tinggal di relasi yang bikin kamu nggak berkembang, berani mengutamakan ketenangan batin di atas rasa bersalah yang ditanamkan oleh orang lain. Karena pada akhirnya, kamu bertanggung jawab atas dirimu sendiri, bukan perasaan orang lain.
Kadang kita juga perlu jujur sama diri sendiri: apakah hubungan ini membuat kita bertumbuh, atau justru menghambat? Apakah kita merasa dihargai, atau hanya bertahan karena takut kehilangan? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kecil itu bisa jadi kunci penting untuk melihat hubungan dengan lebih jernih, tanpa dibutakan oleh kedekatan semata. Nggak masalah kalau kamu butuh waktu buat mengambil keputusan. Proses untuk mengenali dan menetapkan batas itu nggak instan, tapi sangat berharga.
Kita berhak memilih hubungan yang membuat kita tumbuh, bukan yang menahan atau menjatuhkan. Beberapa hubungan memang hanya hadir sebagai pelajaran, bukan untuk terus diperjuangkan. Dan itu nggak apa-apa. Dalam perjalanan mencintai diri sendiri, kamu akan belajar bahwa batasan bukan untuk menjauhkan orang—tapi untuk mendekatkan kamu pada versi terbaik dari dirimu sendiri.
