Sagita Maharani zahra
sa gita ma har ani9 6 @ g m aail.com
Abstract
Bullying is a serious issue that significantly affects the social and emotional development of children, especially in early childhood. This behavior stems from an imbalance of power between the perpetrator and the victim and is influenced by external factors such as parenting styles and school environment. Young children who have not yet developed emotional regulation and social understanding often exhibit aggressive behaviors such as verbal abuse, hitting, and toy grabbing. This study highlights the critical role of teachers and parents in modifying children’s behavior through appropriate pedagogical approaches such as role-playing methods, habituation of prosocial behavior, and consistent collaboration between school and home. The synergy between teachers and parents serves as the foundation for shaping children’s character to become individuals with integrity, empathy, and responsibility. With a supportive environment, children can grow and develop optimally while being protected from deviant behaviors such as bullying.
Keywords: bullying, early childhood, aggressive behavior, teacher’s role, parental collaboration, character education
Abstrak
Bullying merupakan permasalahan serius yang berdampak langsung pada perkembangan sosial dan emosional anak, khususnya pada usia dini. Perilaku ini muncul akibat ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pola asuh keluarga dan lingkungan sekolah. Anak usia dini yang belum memiliki kemampuan regulasi emosi dan pemahaman sosial yang matang, cenderung menunjukkan perilaku agresif seperti berkata kasar, memukul, dan merebut mainan. Penelitian ini menekankan pentingnya peran guru dan orang tua dalam memodifikasi perilaku anak melalui pendekatan pedagogis yang tepat, seperti metode bermain peran, pembiasaan perilaku prososial, serta kolaborasi yang konsisten antara sekolah dan rumah. Sinergi antara guru dan orang tua menjadi fondasi utama dalam pembentukan karakter anak yang berintegritas, berempati, dan bertanggung jawab. Dengan lingkungan yang mendukung, anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, serta terbebas dari perilaku menyimpang seperti bullying.
Kata Kunci: bullying, anak usia dini, perilaku agresif, peran guru, kolaborasi orang tua, pendidikan karakter
Pendahuluan
Bullying atau perundungan merupakan masalah yang sangat serius dan memengaruhi siswa dari berbagai usia di seluruh dunia. Masalah ini memerlukan perhatian khusus dari orang tua maupun pendidik agar dapat diatasi dengan efektif. Bullying adalah perilaku agresif yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban. Perilaku ini biasanya dilakukan secara berulang-ulang atau memiliki potensi untuk terulang kembali di masa mendatang.
Ketidak seimbangan kekuatan tersebut bisa muncul dari berbagai aspek, seperti keunggulan fisik pelaku, akses terhadap informasi yang dapat mempermalukan korban, popularitas yang dimiliki pelaku, serta dorongan atau keinginan untuk menyakiti orang lain. Perilaku bullying bukan hanya terjadi sekali saja, melainkan berulang kali atau memiliki kecenderungan untuk terus dilakukan.
Anak-anak sangat membutuhkan figur orang dewasa yang ada di sekelilingnya untuk memberikan perlindungan dan menciptakan rasa aman agar terhindar dari dampak buruk bullying. Salah satu faktor utama yang menyebabkan munculnya perilaku bullying adalah faktor eksternal, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Dalam lingkungan keluarga, pola asuh orang tua menjadi salah satu pembentuk perilaku bullying pada anak. Contohnya adalah bagaimana orang tua memperlakukan anaknya, apakah mereka menerapkan kekerasan atau tidak. Anak-anak yang menyaksikan atau mengalami kekerasan dalam keluarga cenderung meniru perilaku agresif tersebut dalam interaksi mereka dengan orang lain. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter dan sikap anak agar tidak melakukan bullying terhadap sesama. (Hayati, L. M. 2025)
Pembahasan
Perilaku negatif yang muncul pada anak usia dini, seperti bermain secara individual, menunjukkan emosi berlebihan terhadap teman, hingga merebut mainan, merupakan bagian yang wajar dari proses perkembangan sosial dan emosional anak. Pada rentang usia 5 hingga 6 tahun, anak mulai memasuki tahap awal dalam membangun keterampilan sosial. Namun, pemahaman mereka mengenai konsep kepemilikan, berbagi, serta empati terhadap orang lain masih dalam tahap perkembangan yang belum matang. Kondisi ini seringkali membuat anak merasa bahwa mainan atau benda yang ada di sekitarnya adalah milik pribadi yang tidak harus dibagi, sehingga mendorong munculnya perilaku egosentris dalam interaksi sosial.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lapitasari (2020), ditemukan bahwa anak-anak pada usia ini kerap menunjukkan perilaku agresif verbal dan fisik, seperti berkata kasar, memukul, atau mengejek teman sebaya. Tindakan-tindakan tersebut bukan semata-mata bentuk kenakalan, melainkan cerminan dari keterbatasan kemampuan anak dalam mengelola emosi dan memahami perasaan orang lain. Jika tidak ditangani dengan pendekatan yang tepat, perilaku-perilaku tersebut dapat menghambat proses perkembangan sosial anak, seperti kemampuan untuk menjalin hubungan yang sehat dengan teman, berempati, serta membangun keterampilan komunikasi yang efektif (Lapitasari, Thamrin, & Yuniarni, 2020).
Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan orang tua untuk memberikan pendampingan yang tepat, melalui pembiasaan perilaku prososial, pemberian contoh konkret, serta penguatan positif terhadap sikap-sikap kooperatif yang muncul. Pendekatan yang sensitif terhadap tahapan perkembangan anak akan membantu mereka belajar memahami norma sosial, meningkatkan kemampuan regulasi emosi, dan memperkuat keterampilan sosial yang menjadi dasar bagi pembentukan karakter di masa mendatang.
Perilaku emosional yang berlebihan pada anak usia dini sering kali mencerminkan keterbatasan dalam kemampuan pengendalian diri. Anak-anak yang belum memiliki regulasi emosi yang baik cenderung merespons situasi yang tidak sesuai dengan keinginan mereka secara impulsif dan intens. Reaksi semacam ini tidak hanya mengganggu keseimbangan emosi internal anak, tetapi juga berdampak negatif pada kualitas interaksi sosial mereka dengan teman sebaya. Dalam konteks ini, anak menjadi lebih rentan mengalami konflik sosial karena belum mampu menyesuaikan diri dengan dinamika sosial yang ada di lingkungan sekitarnya.
Menurut Santika, Elan, dan Hendri (2023), salah satu metode yang terbukti efektif dalam membantu anak mengelola emosi serta meningkatkan kemampuan sosial adalah metode bermain peran. Melalui simulasi situasi sosial dalam bentuk permainan, anak-anak diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai peran, memahami perspektif orang lain, serta berlatih merespons secara adaptif terhadap situasi yang menantang secara emosional. Pendekatan ini tidak hanya melatih anak dalam mengenali dan mengelola perasaan mereka sendiri, tetapi juga memperkuat empati dan kemampuan berkomunikasi secara efektif.
Selain itu, perilaku seperti merebut mainan dari teman juga menjadi permasalahan umum yang terjadi pada anak usia dini. Hal ini umumnya disebabkan oleh keterbatasan pemahaman terhadap konsep kepemilikan dan berbagi, di mana anak masih menganggap benda yang diinginkan sebagai milik pribadi yang harus segera dimiliki. Ketidakmampuan dalam memahami batasan sosial ini sering menimbulkan konflik interpersonal dan mengganggu keharmonisan dalam hubungan dengan teman sebaya.
Penelitian oleh Santika et al. (2023) menunjukkan bahwa metode bermain peran juga dapat digunakan secara efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan memainkan skenario yang mencerminkan situasi sehari-hari, anak-anak belajar mengenai pentingnya berbagi, menghargai hak milik orang lain, serta menjalin hubungan sosial yang sehat. Proses ini membantu anak menginternalisasi nilai-nilai sosial melalui pengalaman langsung yang bermakna dan menyenangkan.
Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua sangat penting dalam membimbing anak melalui fase perkembangan ini. Dukungan yang diberikan melalui pendekatan pedagogis yang tepat, seperti bermain peran, dapat menjadi sarana strategis dalam menumbuhkan kecakapan sosial-emosional pada anak. Kemampuan untuk berbagi, mengendalikan emosi, dan berempati merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter anak yang mampu beradaptasi secara positif di lingkungan sosialnya, baik dalam konteks pendidikan maupun kehidupan sehari-hari.
Peran Kolaboratif Guru dan Orang Tua dalam Pengembangan Perilaku Anak
Kolaborasi antara guru dan orang tua memegang peranan penting dalam proses modifikasi perilaku anak, khususnya pada tahap usia dini. Pada masa ini, anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya, baik di rumah maupun di sekolah. Oleh karena itu, sinergi antara guru dan orang tua menjadi kunci dalam menciptakan pendekatan yang konsisten dan terarah terhadap perilaku yang diharapkan dari anak. Ketika kedua pihak memiliki pemahaman dan tujuan yang sejalan, anak akan menerima pesan-pesan yang jelas mengenai batasan dan norma perilaku, sehingga proses pembelajaran sosial dan pengembangan karakter dapat berlangsung secara lebih efektif.
Lebih dari sekadar membentuk perilaku, kerja sama ini juga berfungsi sebagai sumber dukungan emosional yang esensial bagi anak. Lingkungan yang penuh dengan rasa aman dan perhatian dari orang dewasa di sekitarnya mendorong anak untuk merasa lebih diterima, dihargai, dan termotivasi dalam menjalani proses tumbuh kembangnya. Dukungan tersebut tidak hanya mencakup aspek emosional dan sosial, tetapi juga menjadi fondasi awal dalam pembentukan nilai-nilai moral dan sikap yang positif.
Dengan terjalinnya komunikasi yang baik serta keterlibatan aktif antara guru dan orang tua, anak memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkembang secara optimal, baik dari segi perilaku, kognitif, maupun emosional. Kolaborasi yang berkesinambungan ini berperan dalam menciptakan lingkungan yang konsisten dan terpadu dalam membimbing anak menuju perkembangan yang sehat dan seimbang di berbagai aspek kehidupannya.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru dan orang tua dalam membentuk karakter anak adalah dengan menjadi figur teladan dan pembimbing yang konsisten. Melalui keteladanan tersebut, anak-anak belajar menginternalisasi nilai-nilai moral serta membangun kebiasaan positif yang diterapkan baik di lingkungan keluarga, di ruang kelas, maupun dalam kehidupan sekolah secara umum. Proses pembentukan karakter ini memiliki peran penting dalam menyiapkan anak menjadi individu yang memiliki integritas dan bermanfaat di masa depan (Ramdan & Fauziah, 2019).
Dalam konteks implementasinya, terdapat berbagai bentuk kerja sama yang dapat dijalin antara guru dan orang tua. Menurut Frasandy et al. (2024), bentuk kolaborasi tersebut mencakup beberapa hal. Pertama, pembentukan komite sekolah yang berfungsi sebagai media untuk menyampaikan visi, misi, serta harapan sekolah kepada orang tua. Komite ini dapat menjembatani komunikasi antara pihak sekolah dan keluarga dalam hal pengembangan karakter siswa.
Kedua, adanya pertukaran informasi secara rutin antara guru dan orang tua mengenai perkembangan belajar, perilaku, serta kondisi emosional anak. Komunikasi ini penting untuk menyamakan persepsi dan tindakan antara lingkungan rumah dan sekolah. Ketiga, kerja sama juga dapat terwujud melalui mekanisme penyampaian permasalahan yang dihadapi siswa dan pencarian solusi bersama. Kunjungan orang tua ke sekolah serta keterlibatan mereka dalam diskusi mengenai kebutuhan anak merupakan bagian integral dari bentuk kemitraan ini.
Dengan adanya hubungan yang erat dan partisipatif antara guru dan orang tua, proses pendidikan karakter anak akan lebih terarah dan menyeluruh. Sinergi ini menjadi fondasi kuat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan anak secara optimal, baik dari sisi akademik, sosial, maupun moral.
Guru sebagai pendidik memegang peranan strategis dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik. Melalui interaksi rutin, guru dapat berfungsi sebagai model perilaku yang positif, sehingga siswa dapat meniru sikap dan kebiasaan yang baik. Berdasarkan hasil penelitian, guru yang konsisten dalam menerapkan aturan serta memberikan contoh nyata dalam perilaku sosial mampu membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial seperti empati, pengendalian diri, dan disiplin (Hidayati, 2023; Nuri, 2022). Dengan demikian, peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter dan modifikasi perilaku anak dalam konteks pendidikan.
Strategi modifikasi perilaku yang diterapkan oleh guru mencakup pemberian stimulasi sosial-emosional yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan kelas yang aman dan penuh kasih sayang, sehingga siswa merasa nyaman untuk mengekspresikan diri dan belajar mengendalikan emosinya. Pemberian apresiasi atau pujian terhadap upaya dan perilaku positif siswa juga merupakan salah satu teknik yang efektif dalam memperkuat perilaku yang diinginkan. Melalui pendekatan holistik ini, guru tidak hanya berperan dalam mengubah perilaku anak, tetapi juga mendukung perkembangan sosial dan emosional yang sehat secara menyeluruh.
Dalam menghadapi berbagai tantangan perilaku negatif di lingkungan sekolah, seperti tindakan perundungan (bullying), guru memiliki peran strategis yang tidak dapat diabaikan. Guru bukan hanya bertanggung jawab dalam menyampaikan materi pembelajaran, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral dalam mencegah dan menangani perilaku menyimpang yang terjadi di lingkungan pendidikan. Melalui peran pembinaan, guru dapat memberikan bimbingan, memotivasi siswa untuk bersikap positif, serta menjalin kerja sama yang erat dengan orang tua dalam menangani kasus bullying secara komprehensif.
Penerapan strategi penanganan yang melibatkan komunikasi terbuka antara guru, siswa, dan orang tua, disertai dengan penegakan aturan yang konsisten dan jelas, terbukti efektif dalam menciptakan suasana kelas yang kondusif dan mendukung perkembangan karakter peserta didik (Firmansyah, 2021; Ramadhanti & Hidayat, 2022). Hal ini menekankan bahwa upaya memodifikasi perilaku anak bukanlah tanggung jawab individu guru semata, melainkan memerlukan keterlibatan kolektif dari seluruh elemen lingkungan sekolah dan keluarga.
Lebih lanjut, pendidikan karakter yang dilakukan secara konsisten dan terstruktur oleh guru menjadi landasan utama dalam membentuk perilaku anak yang positif dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, guru tidak hanya berperan sebagai penyampai ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai fasilitator perkembangan moral dan karakter anak. Melalui proses pembiasaan, pendekatan yang sabar, dan pemahaman terhadap perbedaan individual antar siswa, guru mampu menanamkan nilai-nilai etika dan membentuk karakter yang tangguh secara bertahap (Handoko, 2023).
Dengan demikian, guru berperan sentral dalam mendampingi proses tumbuh kembang siswa, tidak hanya dari aspek kognitif, tetapi juga dalam pembentukan kepribadian dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk beradaptasi secara positif dalam kehidupan sehari-hari. Sinergi antara guru, keluarga, dan lingkungan sekolah menjadi kunci keberhasilan dalam membentuk generasi yang berkarakter, bertanggung jawab, dan bebas dari perilaku menyimpang seperti bullying.
Kesimpulan
Bullying atau perundungan merupakan permasalahan kompleks yang memengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak sejak usia dini. Perilaku ini muncul tidak hanya karena faktor individu, tetapi juga sebagai dampak dari lingkungan keluarga dan sekolah yang kurang mendukung. Anak-anak yang belum mampu mengelola emosi, memahami konsep berbagi, dan mengembangkan empati, cenderung menunjukkan perilaku agresif yang dapat berdampak negatif terhadap proses sosialisasi mereka.
Dalam konteks ini, peran guru dan orang tua menjadi sangat krusial. Guru sebagai pendidik tidak hanya bertanggung jawab atas aspek akademik, tetapi juga berperan sebagai pembimbing moral dan teladan dalam membentuk perilaku positif anak. Melalui strategi pembelajaran yang tepat seperti metode bermain peran, penguatan positif, serta penciptaan lingkungan belajar yang aman dan penuh kasih sayang, guru dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosial-emosional yang sehat.
Di sisi lain, kerja sama yang erat antara guru dan orang tua merupakan fondasi penting dalam memodifikasi perilaku anak secara konsisten. Kolaborasi ini mencakup pertukaran informasi, pemecahan masalah bersama, serta pembentukan kebiasaan baik yang dilakukan secara terpadu di lingkungan rumah dan sekolah. Keteladanan dari orang dewasa di sekitar anak akan memperkuat internalisasi nilai-nilai moral yang penting bagi pembentukan karakter.
Oleh karena itu, upaya memodifikasi perilaku anak dan mencegah tindakan bullying harus dilakukan melalui pendekatan kolaboratif, integratif, dan berkelanjutan. Sinergi antara guru, orang tua, dan seluruh komponen pendidikan akan menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal, tidak hanya dalam aspek kognitif, tetapi juga sosial, emosional, dan moral. Dengan demikian, generasi yang berkarakter kuat, bertanggung jawab, dan memiliki kesadaran sosial tinggi dapat terbentuk secara utuh dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Hayati, L. M. (2025). STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING. Jurnal Pendidikan Widyaswara Indonesia, 1(2), 133-138.
Hidayati, S. 2023. “Peran Guru Dalam Pembentukan Pendidikan Karakter Anak Usia 5-6 Tahun.” Jurnal Unik: Pendidikan Luar Biasa 10(1):1–11.
Nuri. 2022. “Pengaruh Model Teladan Guru Terhadap Perilaku Anak.” Jurnal Pendidikan Anak.
Firmansyah, F. A. 2021. “Upaya Mengatasi Bullying Serta Peran Guru Dalam Perilaku Siswa.” Jurnal Pendidikan Ilmiah.
Ramadhanti, D., and M. T. Hidayat. 2022. “Penanganan Bullying Di Sekolah.” Jurnal Pendidikan.
Handoko, A. 2023. “Strategi Guru Dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini.” Jurnal Pendidikan Karakter.
Lapitasari, Henny, M. Thamrin, and Desni Yuniarni. 2020. “PERILAKU ASOSIAL ANAK DALAM BERINTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA PADA USIA 5-6 TAHUN DI TK.”
Santika, Rika, Elan Elan, and Mulyana Edi Hendri. 2023. “Mengurangi Perilaku Agresif Anak Usia Dini Melalui Bermain Peran.” Jurnal PAUD Agapedia7(1):208–13.
Ramdan, Ahmad Yasar, and Puji Yanti Fauziah. 2019. “Peran Orang Tua Dan Guru Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Sekolah Dasar.” Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran 9(2):100. doi: 10.25273/pe.v9i2.4501.
Frasandy, Rendy Nugraha, Rusdinal, Alwen Bentri, Silvia Sandi Wisuda Lubis, and Dwi Nur Ummi Rahmawati. 2024. “Kerjasama Orangtua Dan Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Di Sekolah.” Kiddo: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini 5(1). doi: 10.19105/kiddo.v1i1.12835.