Metode Rekonstruksi

Metode Rekonstruksi

Hubungan antara segmen-segmen yang berkorespondensi yang disusun dalam perangkat korespondensi fonemis selalu bersifat konstan dan teratur dalam keluarga bahasa yang sama. Oleh sebab itu para ahli bahasa mengembangkan pula suatu metode untuk mengadakan pemulihan (rekonstruksi) baik fonem-fonem purba (proto) maupun morfem-morfem proto, yang dianggap pernah ada dalam bahasa-bahasa purba, yang sama sekali tidak memiliki naskah tertulis. Karena rekonstruksi fonemis atau morfemis hanya menyangkut bahasa-bahasa yang tidak memiliki naskah-naskah tertulis, maka teknik rekonstruksi merupakan teknik prasejarah bahasa.

Penerapan prinsip rekonstruksi fonemis, hal yang pertama kali dilakukan yaitu membandingkan pasangan-pasangan kata dalam berbagai bahasa kerabat dengan korespondensi fonemis dari tiap fomnem yang membentuk kata-kata kerabat tersebut. Setelah menemukan korespondensi fonemisnya, maka dapat diperkirakan fonem proto mana yang kira-kira menurunkan fonem-fonem yang berkondensasi tersebut. Bagi tiap perangkat korespondensi lalu dicarikan suatu etiket pengenal untuk memudahkan referensi. Etiket pengenal tersebut adalah fonem proto yang dianggap menurunkan perangkat korespondensi fonemis yang terdapat dalam bahasa-bahasa kerabat. Fonem ini biasanya diberi tanda asterik(tanda bintang: ). Faktor yang diperhatikan dalam menentukan fonem proto dalam bahasa kerabat yaitu: Penerapan prinsip rekonstruksi fonemis, hal yang pertama kali dilakukan yaitu membandingkan pasangan-pasangan kata dalam berbagai bahasa kerabat dengan korespondensi fonemis dari tiap fomnem yang membentuk kata-kata kerabat tersebut. Setelah menemukan korespondensi fonemisnya, maka dapat diperkirakan fonem proto mana yang kira-kira menurunkan fonem-fonem yang berkondensasi tersebut. Bagi tiap perangkat korespondensi lalu dicarikan suatu etiket pengenal untuk memudahkan referensi. Etiket pengenal tersebut adalah fonem proto yang dianggap menurunkan perangkat korespondensi fonemis yang terdapat dalam bahasa-bahasa kerabat.
Rekonstruksi morfemis (antar bahasa kerabat), mencakup rekonstruksi atas alomorf-alomorf (rekonstruksi untuk menetapkan bentuk tua dalam satu bahasa). Dengan melakukan rekonstruksi fonemis maka berhasil pula dilakukan rekonstruksi morfemis, yaitu memulihkan semua fonem bahasa-bahasa kerabat sebagai yang tercermin dalam pasangan kata-kata ke suatu fonem proto, maka sudah berhasil dilakukan rekonstruksi morfemis (kata dasar atau bentuk terikat), untuk menetapkan suatu morfem proto yang diperkirakan perlu menurunkan morfem-morfem dalam bahasa-bahasa kerabat sekarang. Seperti halnya dengan fonem proto, maka morfem proto ini biasanya ditandai dengan sebuah tanda asterik di depannya (
).
Rekonstruksi dalam atau rekonsruksi interen (internal reconstruction) adalah rekonstruksi yang dilakukan dalam satu bahasa untuk mendapatkan bentuk-bentuk tuanya. Rekonstruksi dalam merupakan suatu metode yang mencoba memulihkan suatu bahasa pada tahap perkembangan tertentu pada masa lampau dengan tidak mempergunakan bahan-bahan dari bahasa-bahasa lain. Rekonstruksi ini hanya mempergunakan bahan-bahan dari satu bahasa, yakni rekonstruksi atas alternasi morfofonemis atau atas alomorf-alomorf suatu morfem.

  1. Adanya Alomorf

Alomorf adalah istilah linguistik untuk variasi bentuk suatu morfem karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Variasi ini terjadi pada perubahan bunyi (fonologis) tanpa perubahan makna. Contoh alomorf dalam bahasa Indonesia adalah pada morfem ber- (ber-, be-, dan bel-) serta me- (me-, mem-, men-, meng-, dan meny-).
2. Netralisasi

Netralisasi Bahasa Jerman Moderen memiliki sejumlah konsonan, di antaranya terdapat enam konsonan yang sering menimbulkan problen. Keenam konsonan itu adalah /p/, /t/, k/, /b/, /d/, dan /g/. Keenamnya dapat muncul dalam posisi awal dan tengah, tetapi dalam posisi akhir hanya ada /p/, /t/, dan /k/.
3. Reduplikasi

Reduplikasi merupakan peristiwa atau gejala lain dalam bahasa yang dapat dipergunakan untuk mengadakan rekonstruksi dalam. Dalarn bahasa Sanskerta, Yunani, dan Latin misalnya, terdapat reduplikasi pada bentuk perfek kata kerja.
4. Bentuk Infleksi

Kasus lain mengenai hilangnya aspirata terdapat dalam bentuk infleksi, khususnya dalam infleksi nomen. Bentuk nominatif dari kata rambut dalam bahasa Yunani adalah thriks, sedangkan bentuk genitifnya adalah trikhós. Dalam kasus nominatif aspirata hilang dari konsonan /k/ karena ada penanda /s/. Bahwa aspirata itu hilang dari /k/ karena penanda /s/ dapat dilihat kembali dalam kata ónuks ‘cakar’ dengan bentuk genitifnya omukhos. Dalam kata thriks ‘rambut’ aspirata dari konsonan /k/ menghilang karena penanda /s/, tetapi dalam bentuk genitif aspirata ini muncul kembali. Di sini seharusnya terdapat bentuk *thrikhos, namun karena proses disimilasi, aspirata pada /t/ dihilangkan, sehingga terdapat bentuk genetif trikhos.
Penggunaan metode rekonstruksi morfemis mengandung asumsi bahwa terdapat relasi antarbahasa yang dibandingkan itu. Dengan mengadakan rekonstruksi melalui korespondensi fonemis dapat disusun:

  1. Fonem Proto: yaitu fonem purba yang menurunkan satu fonem atau lebih dalam bahasa-bahasa sekarang.

  2. Morfem Proto: yaitu morfem purba yang menurunkan satu morfem atau morfem-morfem dalam bahasa sekarang.

  3. Bahasa Proto: yaitu bahasa yang menurunkan beberapa bahasa baru.
    Perkembangan dari suatu bahasa proto ke bahasa-bahasa kerabat yang sekarang ada tidak terjadi sekaligus, dalam kenyataannya terdapat kemungkinan bahwa dalam proses pencabangan itu ada bahasa yang hilang dari pemakaian, entah karena penutur-prnutrnya lenyap atau karena pendukung-pendukungnua beralih menggunakan bahasa yang lain.

Penerapan reknonstruksi dapat dilakukan bila suatu masyarakat bahasa yang homogen tiba-tiba dicerai-beraikan oleh bencana alam ke empat daerah yang secara geografis berpisah satu dari yang lain, maka secara logis dapar diterima bahwa akan timbul empat bahasa baru. Pengadaan rekonstruksi merupakan suatu usaha untuk menulusuri kembali jejak perpisahan itu.

Langkah yang pertama yang harus dilakukan dalam penerapan rekonstruksi yaitu mengadakan pengelompokkan bentuk-bentuk yang identik.

DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia