Metode Rekonstruksi Fonem, Morfemis, Dalam, dan Di atas Morfem

Metode Rekonstruksi Pada Linguistik Bandingan Historis

Rekonstruksi fonemis atau morfemis hanya menyangkut bahasa-bahasa yang tidak memiliki naskah-naskah tertulis, maka teknik rekonstruksi merupakan suatu teknik pra-sejarah bahasa. Bahasa-bahasa yang memiliki naskah-naskah tua tidak perlu diadakan lagi rekonstruksi karena mbentuk tuanya sudah diketahui naskah-naskah tertulisnya itu. Bahasa italia atau inggris kontemporer dapat diketahui bentuk-bentuk tuanya dari naskah-naskah terdahulu, sehingga dapat dibuat sejarah perkembangan bahasa-bahasa. Rekonstruksi fonem dan morfem proto dimungkinkan karena para ahli menerima suatu asumsi bahwa jika diketahui fonem-fonem kerabat dari suatu fonem bahasa proto, maka sebenarnya fonem proto itu dapat ditelusuri kembali bentuk tuanya.

Teknik rekonstruksi fonem, untuk menerapkannya diadakan perbandingan pasangan-pasangan kata dalam pelbagai bahasa kerabat dengan menemukan korespondensi fonemis dari tiap fonem yang membentuk kata-kata kerabat tersebut. Dengan menemukan korespondensi fonemisnya dapat diperkirakan fonem proto mana yang kiranya menurunkan fonem-fonem yang berkorespondensi tersebut.

Rekonstruksi morfemis (antar bahasa kerabat), yang mencakup pula rekonstruksi atas alomorf-alomorf (rekonstruksi untuk menetapkan bentuk tua dalam satu bahasa). Dengan melakukan rekonstruksi fonemis telah diperoleh dua hal yaitu pertama, rekonstruksi fonem proto yang memantulkan atau menurunkan fonem-fonem dalam bahasa kerabat sekarang. *Kedua,*dengan memulihkan semua fonem bahasa-bahasa kerabat sekarang sebagai yang tercermin dalam pasangan kata-katanya ke suatu fonem proto, maka sudah berhasil pula dilakukan rekonstruksi morfemis (kta dasar atau bentuk terikat), yaitu menetapkan suatu morfem proto yang diperkirakan menuruunkan morfem-morfem dalam bahasa-bahasa kerabat sekarang.

Ilmu bahasa historis komparatif menjelaskan bahwa tiap cabang bahasa mengandung ciri-ciri atau bukti-bukti yang khas dari bentuk atau ciri bahasa proto, serta identitas atau korespondensi fonemis antara bahasa-bahasa kerabat akan menjelaskan tentang ciri-ciri bahasa purba atau bahasa proto. Bentuk-bentuk rekonstruksi itu sekedar mewakili bentuk-bentuk yang sudah tidak ada lagi. Kelompok-kelompok yang terdiri dari bahasa-bahasa yang diturunkan dari bahasa induk (parent language) yang sama disebut sebagai satu keluarga bahasa (language family). Bahasa induk berupa bahasa yang memiliki naskah tertulis, seerti bahasa Latin yang dianggap sebagai bahasa proto dari bahasa-bahasa Roman atau bahasa yang tidak memiliki naskah tertulis.

Rekonstruksi luar adalah rekonstruksi yang dilakukan terhadap dua bahasa kerabat atau lebih untuk menemukan bentuk-bentuk protonya. Rekonstruksi dalam adalah rekonstruksi yang dilakukan dalam satu bahasa untuk mendapatkan bentuk-bentuk tuanya. Rekonstruksi dalam berupa adanya alomorf, netralisasi, reduplikasi, dan adanya bentuk inflasi. Secara deskriptif dijelaskan bahwa bentuk-bentuk itu bervariasi karena lingkungan yang dimasukinya. Berdasarkan prosedur-prosedur tertentu lalu ditetapkan bahwa ada satu morfem untuk masing-masing kelompok variasi bentuk, sedangkan ketiga bentuk dari setiap satuan disebut alomorf. Dalam bahasa Lamalera kata-kata kerja yang berakhir pada vokal /e/ dan /o/ secara deskriptif akan berubah menjadi /i/ dan /u/. Netralisasi, biasanya dikatakan bahwa konsonan /b/, /d/, /g/ secara deskriptif mengalami proses netralisasi pada posisi akhir dan diganti dengan konsonan /p/, /t/, /k/.

Reduplikasi merupakan peristiwa atau gejala lain dalam bahasa yang dapat dipergunakan untuk mengadakan rekonstruksi dalam. Dalam bahasa Melayu (dan Indonesia) reduplikasi ini melemahkan vokal pada suku kat awal menjadi /ә/. Hal ini terjadi sebagai akibat dari tekanan kara yang ditempatkan pada suku kedua dari akhir. Dengan demikian rekonstruksi untuk kata-kata tersebut adalah: *ta-tangga, *la-lebi *lu-tuhur, dan sebagainya. Jadi vokal mana pun yang muncul, selalu dilemahkan menjadi /ə/. Bentuk infleksi misalnya kata kêruks ‘bentara’ dengan genitif kerūkos, di mana konsonan /k/ tidak mengalami perubahan. Dengan demikian dapat ditetapkan bahwa kata thriks memang berasal dari bentuk *thrikh, yang merupakan perkembangan yang lebih jauh dari kata Proto Indo-Eropa dhrigh-

Rekonstruksi hanya bisa berhasil baik pada unsur-unsur terlepas seperti fonem proto dan morfem proto. Penyelidikan membuktikan bahwa dalam bahasa sanksekerta telah terjadi banyak perubahan. Bahasa Sanksekerta tidak bisa dianggap sebagai pantulan (refleksi) dari bahasa Proto Indo-Eropa. Itulah yang menyebabkan fonem-fonem proto dalam rekonstruksi lebih dekat ke bahasa Sanksekerta. Mengadakan rekonstruksi (fonemis dan morfemis) pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk menelusuri kembali jejak perpisahan.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.