Merasakan Pengalaman Baru Bersama Teman

Jadi, ketika seorang temanku meminta untuk ditemani saat ujian UTBK, aku langsung setuju tanpa berpikir panjang. Pengalaman pertama kali menemani teman saat ujian UTBK adalah pengalaman yang penuh perasaan campur aduk,senang karena bisa memberikan dukungan,melihat teman panik jadi ikutan panik,dan akhirnya merasa lega saat semuanya selesai.

Waktu itu,aku dan temanku,sebut saja dia Windi,baru saja lulus SMA. Aku dan temanku ini memiliki impian untuk melanjutkan kuliah di universitas negeri. Namun,saat itu sudah pengumuman jalur SNBP dan ternyata aku dinyatakan lolos di Universitas Tidar. Aku melihat temanku ini sangat putus asa karena tidak lolos dan aku mencoba memberikan semangat lagi untuk berjuang meraih impian nya untuk kuliah di universitas negeri. Nah disinilah peranku sebagai teman untuk memberikan dukungan.

Hari itu,Senin,6 Mei 2024 jadwal UTBK Windi. Pagi hari sekitar jam 5 aku berangkat naik KRL dari Stasiun Kutoarjo menuju Stasiun Tugu Yogyakarta. Namun,setelah sampai di Yogyakarta aku dan Windi tidak langsung ke Universitas Gadjah Mada tapi ke penginapan karena akan menginap selama satu hari. Aku dan temanku memutuskan untuk menginap karena mengingat jadwal ujiannya terlalu sore takutnya tidak keburu untuk naik KRL.

Setelah sampai di penginapan,ternyata belum diperbolehkan untuk langsung masuk ke kamar yang sudah kami sewa akhirnya kita menunggu sampai diperbolehkan untuk masuk. Karena berangkat terlalu pagi kami belum sempat sarapan,akhirnya kami memutuskan untuk sarapan dengan bekal yang kami bawa dari rumah.

Sekitar jam 10 akhirnya kami diperbolehkan masuk ke kamar yang kami sewa. Setelah itu,kami bersiap-siap menuju lokasi ujian UTBK nya,yaitu fakultas farmasi Universitas Gadjah Mada. Windi mengingatkan, kalau sebaiknya kami sampai di lokasi minimal satu jam sebelum ujian dimulai, supaya bisa mengantisipasi kalau ada hal-hal tak terduga di jalan. Dari penginapan ke lokasi ujian kami naik kendaraan umum. Di perjalanan,aku melihat Windi kelihatan agak tegang. Aku mencoba mencairkan suasana dengan obrolan ringan, tapi dia tetap saja terlihat tegang. Aku sendiri ikut merasa deg-degan, meskipun aku yang hanya menemani. Aku paham, mungkin di dalam kepalanya, dia sedang berperang dengan berbagai pikiran tentang apa yang akan dihadapinya nanti.

Setelah sampai di lokasi ujian, suasana semakin tegang. Banyak peserta UTBK lain yang juga sudah berkumpul di sana. Wajah-wajah mereka penuh dengan kekhawatiran, tapi ada juga yang terlihat santai, meskipun aku yakin mereka juga merasakan hal yang sama. Di sinilah aku mulai benar-benar merasakan betapa besar tekanan yang dirasakan para peserta ujian. Meski aku hanya menemani, suasana itu ikut terbawa.

Setelah beberapa saat,Windi dan peserta lain masuk ke gedung yang akan digunakan untuk ujian dan aku hanya bisa menunggu di luar. Waktu menunggu itu terasa lama. Aku mencoba mencari kesibukan dengan berjalan-jalan di sekitar fakultas farmasi sambil melihat mahasiswa UGM mondar-mandir di sekitarku terutama mahasiswa kedokteran. Aku memutuskan untuk membeli jajan,mencoba menghabiskan waktu sambil tetap berada di dekat lokasi.

Saat menunggu, aku berpikir tentang betapa beratnya tekanan yang dirasakan oleh para peserta UTBK. Satu hari itu bisa menentukan masa depan mereka, apakah akan diterima di Universitas impian atau tidak. Aku semakin kagum dengan Windi dan teman-teman lainnya yang berani menghadapi tantangan ini.

Beberapa jam kemudian, peserta ujian mulai keluar dari ruangan. Wajah mereka terlihat bervariasi,ada yang terlihat lega dan ada yang terlihat kecewa. Aku langsung mencari Windi di antara kerumunan itu. Akhirnya, aku melihatnya berjalan keluar dengan langkah yang pelan. Wajahnya tidak terlalu ceria. Aku langsung menghampirinya dan bertanya, “Gimana susah engga soalnya?”Windi tersenyum lemah. “Ya, lumayan lah. Ada beberapa soal yang susah, tapi ada juga yang bisa dijawab.” Dan aku bilang “Yang penting udah berusaha maksimal. Hasilnya nanti tinggal kita lihat.”

Kami memutuskan untuk langsung pesan grabcar ke penginapan saja karena hari sudah sore dan Windi juga terlihat lelah. Di dalam mobil,Windi mulai bercerita lebih detail tentang soal-soal yang dihadapinya. Ada beberapa soal yang menurutnya benar-benar sulit yang membuat dirinya sedikit menyesal karena tidak bisa menjawab. Lalu aku hanya berkata “sudahlah tidak apa-apa yang penting kamu sudah berusaha”. Di sepanjang perjalanan pulang, aku merasa puas bisa menemani Windi. Meskipun aku hanya menemani, perasaan gugup dan lega itu ikut terasa.

1 Like