Merajut Benang Di Butik Sudarna Suwarsa Semarang

Pengalaman Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah salah satu momen paling berharga dalam perjalanan pendidikan saya, di mana teori yang telah dipelajari di kelas diuji di dunia nyata. Di sinilah saya tidak hanya belajar tentang keterampilan profesional, tetapi juga tentang kerja sama, tantangan, dan makna persahabatan yang terjalin dalam kelompok kami selama sebulan setengah di Butik Sudarna Suwarsa, Semarang.

Semester 2 kelas 11 telah berganti ke semester 1 kelas 12, dan seluruh kelas 11 akan menjalani program tahunan sekolah yaitu Praktik Kerja Lapangan (PKL). Seminggu sebelum keberangkatan, semua siswa wajib mengikuti sesi pembekalan. Dalam pembekalan tersebut, ada banyak materi yang disampaikan, termasuk peraturan bahwa setiap kelompok hanya diperbolehkan membawa satu handphone. Pelanggaran terhadap aturan ini akan berakibat pada konsekuensi tertentu. Setelah itu, para siswa berkumpul dengan kelompok masing-masing untuk mendapatkan arahan dari guru pendamping. Saya berada di kelompok Butik Sudarna Suwarsa di Semarang, yang terdiri dari tiga orang. Meski saya belum mengenal anggota kelompok dengan baik, baik dari segi kemampuan maupun kepribadian, saya tetap optimis, meskipun ada satu anggota yang terkenal nakal di sekolah dan asrama.

Tanggal 11 Juni 2023 menjadi hari yang ditunggu-tunggu, di mana PKL dimulai. Keributan terjadi saat seluruh siswi keluar dari asrama dengan semangat dan terburu-buru. Saya dan teman saya keluar dari kamar bersama, dan saya mengungkapkan niat untuk memperbaiki handphone di Semarang serta melepas Google Family. Teman saya hanya menggelengkan kepala. Akhirnya, kami tiba di lapangan berkumpul, di mana kami melakukan doa bersama yang dipimpin oleh pengasuh pondok, diikuti dengan sesi foto, sebelum masuk ke bis menuju lokasi PKL masing-masing.

Bis kami berhenti dekat Simpang Lima, dan kami menggunakan taksi online untuk menuju lokasi PKL dan tempat kost selama sebulan setengah ke depan. Namun, sebelum tiba di lokasi PKL, kami istirahat di Masjid Raya Baiturrahman Semarang. Setelah beristirahat, handphone dibagikan per kelompok. Awalnya, handphone kami berfungsi dengan baik, namun saat teman saya mencobanya, handphone itu mati dan tidak bisa digunakan. Kami melapor kepada guru pembimbing, tetapi upaya untuk memperbaikinya tidak berhasil. Akhirnya, hari pertama PKL kami tanpa penggunaan handphone, dan guru pembimbing tidak meminjamkan handphone untuk menghubungi orang tua.

Saat malam tiba, kami akhirnya sampai di kost setelah seharian berkeliling tempat PKL. Waktu makan malam datang, dan kami merasa kelelahan. Hanya saya, seorang teman, dan guru pembimbing yang membeli makanan, sementara teman satu lagi tertidur. Kami membeli sate dan terkejut saat penjual menawarkan bawang mentah, bukan bawang goreng. Setelah makan, kami berkeliling sekitar kost dan berhenti di swalayan, di mana guru pembimbing menghubungi alumni untuk mencari tempat servis handphone terdekat. Setelah kegiatan di luar, kami pulang untuk beristirahat karena PKL dimulai keesokan harinya.

Hari pertama PKL kami tersesat, meskipun sebelumnya kami sudah pernah ke sana. Yang mengejutkan, salah satu anggota kelompok mengeluarkan handphone dan mencari alamat menggunakan Google Maps. Setibanya di tempat PKL, kami langsung diberikan tugas menggambar pola proporsi. Selama dua jam, kami kesulitan karena hanya memiliki satu alat referensi untuk tiga orang. Tugas selesai menjelang sore, kami pamit kepada pemilik butik dan pulang. Sebelum kembali ke kost, kami mencari tempat servis handphone, namun tutup, jadi kami membeli makanan dan kemudian pulang.

Setelah empat hari tanpa handphone resmi, alumni yang dihubungi guru pembimbing belum datang. Namun, saat saya dan seorang teman sedang beribadah, teman yang satu menjaga kamar dengan handphone ilegal. Tiba-tiba, alumni datang dan langsung menanyakan handphone yang rusak. Handphone tersebut dibawa untuk diservis. Beberapa hari kemudian, handphone yang rusak dapat digunakan kembali, dan Google Family sudah terlepas. Kami menghubungi pihak sekolah untuk melaporkan situasi ini, tetapi tidak menyebutkan penggunaan handphone ilegal.

Setelah dua minggu PKL, banyak pelajaran yang kami dapatkan, meskipun kami melakukan pelanggaran lagi, sering terlambat masuk. Teman saya yang tidak membawa handphone kembali membeli handphone dari toko online, sehingga semua anggota kelompok kini memiliki handphone. Suatu malam, salah satu teman saya memposting sesuatu yang seharusnya tidak dipublikasikan di media sosial, dan seorang anggota kru menyadari hal itu. Saya langsung menanyakan apa yang terjadi dan merasa marah setelah mendengar penjelasannya.

Hingga akhir PKL, kami berhasil menyelesaikannya meskipun banyak pelanggaran. PKL berakhir pada 26 Juli 2023, dan kami berpamitan kepada pemilik butik sebelum pulang ke asrama. Setelah itu, kami mempresentasikan hasil PKL. Beberapa hari setelah presentasi, anggota kelompok satu per satu meninggalkan asrama, dan ada yang keluar dari sekolah karena pelanggaran yang terungkap. Mereka meninggalkan tugas akhir, sehingga saya harus menyelesaikannya sendiri.

Dari pengalaman yang telah saya paparkan, saran saya adalah agar semua orang mendengarkan nasihat guru, berhati-hati dalam berbicara karena ucapan adalah doa, dan bijak dalam menggunakan media sosial, agar tidak mengalami hal yang sama dengan saya. Semoga terdapat pelajaran yang dapat di ambil dari pengalaman yang saya ceritakan. Tetap semangat untuk kalian semua.