Menyelami Kehidupan Berekspresi Ganda: Memahami Bipolar dalam Sorotan Ilmiah

Kehidupan manusia adalah perjalanan yang penuh warna, dari kegembiraan yang membara hingga kesedihan yang mendalam. Namun, bagi sebagian orang, perjalanan ini bisa menjadi sebuah roller coaster emosional yang ekstrem dan sulit dipahami. Salah satu gangguan mood yang menciptakan pemandangan emosional yang kontras adalah gangguan bipolar, sebuah kondisi mental yang telah menantang pemahaman kita tentang keseimbangan pikiran.
Bipolar, juga dikenal sebagai gangguan bipolar atau gangguan afektif bipolar, memanifestasikan dirinya dalam variasi ekstrem antara episode mania yang penuh energi dan episode depresi yang suram. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia kompleks bipolar dari sudut pandang ilmiah, menggali penyebab, gejala, dan dampaknya, serta melihat inovasi terbaru dalam penanganan kondisi ini.
Ketidakseimbangan kimia dalam otak, terutama neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, diyakini menjadi salah satu pemicu utama bipolar. Dalam fase mania, seseorang mungkin mengalami kegembiraan berlebihan, meningkatnya energi, dan pemikiran yang terlalu cepat. Di sisi lain, fase depresi menyertai perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, dan energi yang berkurang.
Gangguan bipolar adalah salah satu dari gangguan kejiwaan mengenai perasaan atau mood sesorang. Gangguan ini sebagai bagian dari spektrum gangguan mood. Perasaan manusia yang normal dapat berubah dari gembira dan sedih, 2 jenis perasaan di antara berbagai perasaan yang ada pada manusia. Gangguan Bipolar Merupakan nama yang digunakan untuk perubahan mood secara berkala yang diperlihatkan oleh individu yang mengalami episode manik (kutub pertama), episode depresi berat (kutub kedua), dan perilaku normal yang terjadi di antara kedua episode tersebut.(Videbeck, 2001:411).
Sejarah gangguan bipolar mengilhami evolusi pemahaman psikiatri dan kesehatan mental sepanjang berabad-abad. Pada abad pertama hingga kedua Masehi, Galen, seorang dokter Romawi, mencatat gejala depresi dan mania dalam karyanya, memberikan landasan awal untuk pemahaman kondisi ini. Abad ke-17 dan ke-18 menyaksikan kontribusi beberapa ahli filsafat dan dokter, seperti Robert Burton, yang memberikan deskripsi lebih rinci tentang perubahan mood. Pada abad ke-19, istilah “manik-depresif” mulai populer, dan Emile Kraepelin membedakan gangguan manik-depresif dari skizofrenia. Seiring dengan perkembangan ilmu psikiatri, DSM pada tahun 1952 mengakui gangguan manik-depresif sebagai entitas diagnostik. Abad ke-21 membawa pemahaman yang lebih mendalam melalui penemuan dalam neurosains dan genetika, menciptakan istilah “gangguan bipolar” dalam DSM-5 pada tahun 2013.
Penyebab gangguan bipolar masih belum sepenuhnya dipahami, dan kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor genetik, neurobiologis, dan lingkungan. Berikut adalah penjelasan mengenai penyebab dan faktor risiko utama bipolar:

  1. Faktor Genetik:
    • Penelitian genetik menunjukkan adanya kecenderungan genetik dalam gangguan bipolar. Jika ada riwayat keluarga dengan kondisi ini, risiko seseorang mengembangkan bipolar dapat meningkat.
    • Meskipun gen tertentu yang berkaitan dengan bipolar telah diidentifikasi, faktor genetik tidaklah tunggal dan melibatkan kompleksitas interaksi banyak gen.
  2. Ketidakseimbangan Kimia Otak:
    • Teori kimia otak menunjukkan bahwa ketidakseimbangan neurotransmitter, terutama serotonin, dopamin, dan norepinefrin, dapat memainkan peran dalam munculnya gejala bipolar. Perubahan dalam level neurotransmitter ini dapat mempengaruhi regulasi mood dan aktivitas otak.
  3. Faktor Neurobiologis:
    • Struktur dan fungsi otak juga terlibat dalam perkembangan bipolar. Peningkatan aktivitas di beberapa bagian otak, seperti amigdala dan prefrontal cortex, telah diamati pada individu dengan gangguan bipolar.
  4. Stres dan Trauma:
    • Beberapa kejadian stres atau pengalaman traumatis, seperti kehilangan yang signifikan, konflik interpersonal, atau pelecehan, dapat memicu episode bipolar pada individu yang rentan.
    • Lingkungan yang tidak stabil atau kurangnya dukungan sosial juga dapat meningkatkan risiko perkembangan bipolar.
  5. Gangguan Kesehatan Mental Komorbid:
    • Kehadiran gangguan kesehatan mental lain, seperti gangguan kecemasan atau gangguan penggunaan zat, dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan bipolar.
  6. Perubahan Hormonal:
    • Perubahan hormon, terutama pada periode seperti kehamilan atau menopause, dapat mempengaruhi gejala bipolar pada beberapa individu.
  7. Faktor Lingkungan:
    • Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa faktor lingkungan, seperti polusi udara, dapat berkontribusi pada risiko perkembangan bipolar.

Gangguan bipolar memiliki dampak yang signifikan, baik secara sosial maupun psikologis, yang memengaruhi kehidupan individu yang bersangkutan. Dari segi sosial, stigma terkait dengan masalah kesehatan mental, termasuk bipolar, dapat menyebabkan isolasi sosial dan ketidakmengertian dari masyarakat. Individu dengan bipolar mungkin mengalami kesulitan menjaga hubungan interpersonal yang stabil, karena perasaan mereka dapat menciptakan tantangan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Dari segi psikologis, gangguan bipolar dapat mempengaruhi kesejahteraan mental secara menyeluruh. Selama fase depresi, individu mungkin mengalami perasaan putus asa, kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, dan merasa terjebak dalam suasana hati yang suram. Di sisi lain, fase mania dapat menciptakan tingkat energi yang tinggi, tetapi juga impulsivitas yang berlebihan. Kondisi ini dapat mengakibatkan perilaku yang merugikan diri sendiri, contohnya pengeluaran uang yang tidak terkendali atau pengambilan risiko yang tidak terbayangkan.

Pentingnya dukungan sosial dan pendekatan terapi yang holistik sangat penting dalam mengelola dampak sosial dan psikologis gangguan bipolar. Pemahaman masyarakat yang lebih baik, dukungan keluarga, dan pendidikan kesehatan mental dapat membantu mengurangi stigma seputar bipolar, menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, dan memberikan individu dengan bipolar kesempatan untuk hidup dengan lebih baik.