Menjalani Hidup Bahagia dengan Menerapkan Filsafat Stoisisme

filsuf
(Sumber: Kompasiana.com)

Dewasa ini, isu-isu soal kesehatan mental menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Gangguan mental menjadi sebuah permasalahan baru bagi manusia. Perasaan cemas atau khawatir yang berlebihan, stres, sampai depresi merupakan hal yang kerap kali diderita. Perasaan cemas biasanya dirasakan oleh orang dewasa, mereka kerap kali mengkhawatirkan hal-hal seperti relationship, pekerjaan, serta keuangan. Namun, perasaan cemas tidak hanya dirasakan oleh seseorang berusia dewasa tetapi juga oleh remaja yang masih menempuh pendidikan, biasanya mereka merasa khawatir dengan pendidikan mereka. Ada beberapa faktor penyebab dari kekhawatiran mereka diantaranya yaitu tugas yang tidak lancar, hilangnya motivasi belajar, dan mendapatkan nilai jelek atau tidak lulus. Rasa cemas atau kekhawatiran yang berlebihan tentu akan berdampak pada kesehatan tubuh dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.

Suatu aliran filsafat yaitu stoisisme bisa menjadi sebuah alternatif untuk mengatasi rasa cemas atau kekhawatiran yang berlebih. Stoisisme atau Stoicism atau “Stoa” merupakan sebuah pemikiran dari seorang filsuf Yunani bernama Zeno sekitar 300 tahun sebelum masehi. Dalam stoisisme kebahagiaan bukanlah ketika kita merasakan emosi positif melainkan ketika kita tidak merasakan emosi yang negatif atau netral. Menurut stoisisme, kebahagiaan dan ketentraman hidup dapat terwujud jika kita terhindar dari emosi negatif, dan hal tersebut bisa dihindari ketika kita “hidup selaras dengan alam”. “Hidup selaras dengan alam” artinya kita sebagai manusia harus menggunakan nalar dalam menjalani kehidupan. Selain konsep “hidup selaras dengan alam” stoisisme juga mengenalkan konsep dikotomi kendali. Menurut stoisisme, dalam hidup ini ada hal-hal yang di bawah kendali kita tetapi juga ada yang di luar kendali kita. Hal yang berada di bawah kendali kita adalah segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri. Tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi orang lain, kekayaan kita, kesehatan kita, cuaca, gempa bumi dan masih banyak lagi merupakan hal yang di luar kendali kita.

Kecemasan serta ketidakbahagiaan kebanyakan disebabkan karena kita mencoba mengendalikan sesuatu di luar kendali kita. Konsep dikotomi kendali dalam stoisisme telah terbukti membuat seseorang terhindar dari kesedihan dan kesengsaraan, hal tersebut bisa dilihat dari seorang Epictetus. Epictetus merupakan seorang budak yang sekaligus seorang filsuf stoisisme. Setiap harinya ia mengalami siksaan tetapi berkat stoisisme ia bisa menjalani kehidupan dengan baik karena ia merasa bahwa penyiksaan tersebut berada di luar kendalinya. Tidak hanya oleh seorang budak, stoisisme juga diterapkan oleh seorang kaisar romawi bernama Marcus Aurelius. Dengan demikian, aliran filsafat stoisisme relevan untuk diterapkan oleh siapapun. Contoh lainnya dari penerapan konsep dikotomi kendali stoisisme adalah saya sendiri. Beberapa waktu lalu saya merasakan kecewa, marah, cemas serta emosi negatif lainnya, hal itu terjadi setelah saya tidak keterima di kampus impian saya, tetapi setelah saya membaca buku-buku tentang stoisisme, saya sadar bahwa hasil dari penerimaan mahasiswa baru di kampus tersebut merupakan sesuatu yang di luar kendali saya. Setelah menerapkan stoisisme, saya terhindar dari emosi negatif dan menjalani kehidupan dengan lebih tentram.

Referensi:
Aurelius, M. (2020). Meditasi. Diva Press Grup.
Manampiring, H. (2019). Filosofi Teras. Penerbit Buku Kompas.