Menjadi Kaum Open-Minded di Era Digitalisasi

Frame 1
Sumber gambar : https://www.pexels.com

Dunia maya sangat membebaskan kita dalam menyampaikan opini dan mengekspresikan diri kita. Pada media sosial tidak sedikit kita temui berbagai macam isu-isu sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Tidak jarang juga ada cuitan-cuitan terkait unggahan orang lain yang medapatkan tanggapan yang berbeda-beda dari pengguna media sosial yang lain.

Saat menanggapi permasalahan tersebut orang-orang menuntut kita untuk berpikir secara “open-minded” atau berpikir secara terbuka. Namun, apakah prespektif open-minded orang-orang terhadap orang lain sudah tepat?

OPEN-MINDED

Arti dasar dari open-minded adalah berpikiran terbuka. Menyikapi permasalahan dengan pemikiran terbuka tentu saja benar, tetapi pemakaian kata open-minded saat ini telah kehilangan arti sesungguhnya sehingga menjadi ejekan atau sindiran. Ada beberapa meme open-minded yang berisi open-minded mendukung LGBT, menyimpang agama, harus bisa Bahasa Inggris, dan lain sebagainya.

Salah pemahaman dalam pengertian open-minded disebabkan oleh pemakaian kata yang sedang trend di internet sehingga menimbulkan stereotype kepada orang lain dan melabeli seseorang dengan sebutan-sebutan tertentu. Lalu apa arti sesungguhnya dari open-minded?

Open-mindedness being receptive to a wide variety of ideas, arguments, and information to see all of the factors that contribute to problems or come up with effective solutions.

Dikutip dari youtube channel Gita Savitri, Open-minded adalah seseorang yang dapat menerima berbagai ide, argumentasi atau opini, informasi yang bertujuan untuk mendapatkan pertimbangan yang adil dan efisien. Melihat berbagai hal dari kaca mata yang berbeda dan berbagai prespektif.

Seseorang yang open-minded akan berusaha untuk mengerti atau memahami permalasahan dari berbagai sisi, melihat narasi tidak macet disatu sisi dan tidak kaku sehingga akan timbul rasa ingin tahu dan mulai mencari informasi, pengetahuan, wawasan permasalahan apa yang sedang terjadi.

Seseorang yang open-minded dapat berempati pada permasalahan seseorang walaupun tidak berasal dari kelompok tersebut dan tidak mempunyai pengalaman pada permasalahan tersebut.

BENEFIT of OPEN-MINDED

Pertumbuhan diri, proses sepanjang kehidupan menjadi lebih baik. Menjadi seorang open-minded dapat membantu tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara belajar hal-hal baru tentang dunia luar dan belajar dari orang-orang di sekitar.

Menjadi seorang open-minded juga dapat membawa perubahan untuk sekitar kita bahkan dunia. Dahulu orang-orang tidak mempercayai apakah teknologi akan berkembang tetapi dengan adanya seseorang yang open-minded bermacam-macam teknologi berkembang hingga sekarang. Terkadang ide-ide aneh atau tidak mungkin dapat membawa perubahan menjadi lebih baik.

Selain itu, kamu dapat menjadi pribadi yang dapat membuat keputusan lebih spesifik. Dari belajar hal-hal baru dan orang-orang di sekitar kamu akan mendapatakan wawasan baru, refrensi, dan pengetahuan untuk membantu membuat keputusan lebih bijak atau spesifik.

OPEN MINDED BERIRISAN DENGAN TOLERANSI

Hidup pada lingkungan yang memiliki berbagai macam karakter dan latar belakang yang berbeda-beda serta hidup di negara yang memiliki berbagai macam latar belakang suku, agama, ras, dan adat istiadat mengajarkan kita untuk saling bertoleransi.

Berbicara tentang open-minded tidak jauh dengan toleransi. Dua hal ini saling berikatan. Setiap individu memiliki cara dan definisi masing-masing terkait toleransi. Pada umumnya, toleransi adalah menghargai atau menghormati perbedaan baik individu ataupun kelompok yang bertentangan dengan diri sendiri.

Salah satu contohnya adalah menghormati dan menghargai ajaran-ajaran dari berbagai suku, agama, ras, dan adat istiadat yang memberikan hal positif untuk masyarakatnya sendiri yang tentunya memiliki perbedaan ajaran-ajaran dari suku, agama, ras, dan adat istiadat kelompok masyarakat kita.

Permasalahan yang sama pada open-minded kita jumpai pada toleransi, yaitu orang lain menanyakan jika kita berpikir secara open-minded dan bertoleransi apakah kita mendukung patriarki, rasis, bigot, dan lain sebagainya?

Teori The Paradox of Tolerance dari Karl Popper berbunyi “Unlimited tolerance must lead to the disappearance of tolerance. If we extend unlimited tolerance even to those who are intolerant, if we are not prepared to defend a tolerant society against the onslaught of the intolerant, then the tolerant will be destroyed, and tolerance with them.

Jika kita seseorang orang yang toleransi dan kita merasa harus bertoleransi pada suatu masyarakat yang intoleran maka kita membiarkan intoleransi itu terjadi.

Dalam dunia bermasyarakat setiap orang memiliki kebebasan berpendapat, kebebasan berbicara, kebebasan berekspresi, dan lain-lain. Setiap tindakan atau kegiatan yang dilakukan harus ada tujuan jelas serta hal tersebut tidak menyebabkan bahaya dan merugikan orang lain. Suatu ide atau kata kebencian dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kebencian.

Pada youtube channel Gita Savitri mengatakan “Dalam bermasyarakat perbedaan identitas dan nilai suatu hal yang tidak bisa dihindari, terima eksistensinya selama tidak mencelakai orang lain.”

SIAPKAH KAMU MENJADI KAUM OPEN-MINDED?

Seorang open-minded berusaha memahami, mengerti, dan melihat suatu hal dari berbagai sisi dan perspektif. Dapat berempati walaupun tidak berasal dari kelompok yang sama dan tidak mempunyai pengalaman pada persoalan tersebut. Perlu disadari sesungguhnya setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda-beda dan kompleks.

Menjadi seorang open-minded dapat menerima hal tersebut tetapi bukan berarti mendukungya. Kamu akan belajar memahami suatu hal dari banyak prespektif yang dapat membantu untuk mempertimbangkan keputusanmu. Kamu dapat berpegang teguh pada opinimu sendiri cukup terima opini orang lain jadikan hal tersebut sebagai refrensi untuk dirimu.

Devi, Gita Savitri.”Jadi Kaum Open Minded | Beropini eps. 61” Youtube, diunggah oleh Gita Savitri Devi, 9 September 2020, https://www.youtube.com/watch?v=0j6D33p9jzA&ab