Menjadi Anak Bungsu Antara Dimanja dan Terpinggirkan

Anak bungsu atau sering disebut dengan anak ragil adalah anak terakhir dalam keluarga. Anak bungsu juga sering dianggap sebagai anak kesayangan atau yang paling dimanja dalam keluarga, namun hal ini tidak selalu berlaku. Selain itu, di dalam hubungannya dengan kakak-kakanya, bungsu harus hati hati di dalam berkomunikasi dan tidak boleh malawan perintah kakaknya agar tidak terkena marah

Mentari pagi menyapa dengan hangat, menerobos celah gorden kamar, membangunkanku dari mimpi. Hari ini, seperti hari-hari lainnya, aku terbangun sebagai anak bungsu, dengan segala konsekuensi yang melekat padanya.
Aku, si bungsu dari tiga bersaudara, seringkali mendengar kalimat “Ah, kamu mah anak bungsu, dimanja terus.” Ya, memang benar, aku sering dimanja. Tapi, di balik itu semua, ada sisi lain yang tak selalu menyenangkan. Sejak kecil, aku selalu menjadi “bayangan” kakak-kakakku. Setiap kali mereka mendapatkan hadiah baru, aku selalu berharap mendapatkan yang sama, bahkan lebih baik. Namun, harapan itu seringkali pupus. Alasannya sederhana: “Kamu kan masih kecil, nanti saja kalau sudah besar.”

Aku ingat, saat kakak-kakakku akan jalan-jalan aku tidak boleh ikut, katanya nanti merepotkan dan pasti mengganggu, dan aku pun memilih pergi ke kamar, entah untuk menangis ataupun tidur. Tak hanya soal materi, aku juga seringkali merasa “terpinggirkan” dalam hal perhatian. Jarak usia kakak pertama dan kakak keduaku hanya terpaut 2 tahun, sementara aku dan kakak keduaku terpaut 10 tahun. Itu menjadi salah satu alasan mengapa aku kurang akrab dengan mereka, karena kami tidak sefrekuensi.

Ibuku pernah berkata " hormati mereka dan lakukan apapun perintahnya, karena secara tidak langsung mereka iri padamu, sekarang kamu sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi sementara mereka hanya sampai SMP". Aku hanya bisa mengangguk dan berpikir mereka jugalah yang membantu orang tuaku untuk pendidikanku.
sekarang kamu sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi sementara mereka hanya sampai SMP". Aku hanya bisa mengangguk dan berpikir mereka jugalah yang membantu orang tuaku untuk pendidikanku.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa menjadi anak bungsu tak selalu menyenangkan. Aku seringkali merasa “tertinggal” dan “terlupakan”. Aku harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan kakak-kakakku. Sekarang akulah yang menjadi harapan besar mereka.

Sekarang aku belajar banyak dari pengalaman ini. Aku belajar untuk lebih mandiri, lebih sabar, dan lebih menghargai apa yang sudah aku miliki. Aku belajar untuk tidak selalu berharap mendapatkan yang terbaik, tapi berusaha untuk menjadi yang terbaik.

Aku percaya, setiap orang memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Aku mungkin anak bungsu, tapi aku juga punya potensi dan bakat yang bisa dikembangkan. Aku akan terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dan membuktikan bahwa menjadi anak bungsu tak selalu berarti “terlupakan”.

#TETAPSEMANGATANAKBUNGSU_🔥

1 Like