Menilik Sejarah Bahasa dari Linguistik Bandingan Historis

Bahasa merupakan alat komunikasi yang menjembatani orang satu dengan yang lainnya. Melalui bahasa orang dapat mengerti dan saling memahami lawan tuturnya. Namun pernah terbesitkah bahwa bahasa yang kita miliki dan kuasai bagian dari proses panjang yang telah berabad-abad yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya hingga hari ini kita bisa berbahasa. Bahkan dari bahasa-bahasa yang ada di dunia ini sejatinya bisa jadi mereka dalam satu kerabat atau serumpun. Bahasa-bahasa yang akhirnya saling berbaur dengan kebiasaan-kebiasaan yang beragam dan campur tangan Tuhanlah yang telah mengatur sedemikian hingga kita dapat mengenal entah berapa macam bahasa di seluruh dunia. Bahasa-bahasa yang sekarang dapat kita indera bahkan dapat kita kaji dan syukuri dengan adanya linguistik bandingan historis atau linguistik historis komparatif. Sehingga kita dapat menilik sejarah bahasa dari perkembangan bahasa serta bagaimana penyebarannya.

Linguistik Bandingan Historis (Linguistik Historis Komparatif) adalah suatu cabang dari ilmu bahasa yang menjelaskan bahasa dalam waktu ke waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam ukuran waktu dan mempelajari tentang data-data dari suatu bahasa atau lebih,sekurang-kurangnya dalam dua periode. Dari data-data tersebut akan dibandingkan secara cermat cara untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu. Linguistik Bandingan Historis lebih menekankan teknik dalam pra-sejarah bahasa. Oleh karena, studi perbandingan bahasa adalah suatu karya yang bersifat universal, karena ia berusaha untuk menemukan kenyataan-kenyataan bagaimana bangsa-bangsa di dunia pada zaman dahulu kala memandang dunia sekitarnya yang disimpan dalam bahasanya masing-masing dan yang didasarkan pada linguistik bahasa.

Dasar-dasar linguistik bandingan diletakkan oleh sarjana-sarjana di Eropa Barat pada permulaan abad XIX yang kemudian disempurnakan lebih lanjut pada abad XX. Sejarah perkembangan ilmu bahasa dibagi beberapa periode:

a. Periode I (1830-1860)

Pada periode I, Franz Bopp meletakkan dasar-dasar Ilmu Perbandingan. Dia membandingkan akhiran-akhiran dari kata-kata kerja dalam bahasa Sansekerta, Yunani, Latin, Persia, dan German, yang diterbitkan pada tahun 1816. Pada tahun 1818 Rasmus Kristian Rask (1787-1832) memperlihatkan bahwa kata-kata dalam bahasa German mengandung unsur-unsur bunyi yang teratur hubungannya dengan kata-kata bahasa Indo-Eropa lainnya. Hal ini diungkapkan dalam bukunya tentang asal usul bahasa Eslandia Under Sogelse om det gamle Nordiske Islandske Sprogs Orpindelse (Kopenhagen, 1818).

Periode ini ditemukan hasil penting dari penelitian yang dilakukan oleh Friedrich von Schlegel (1772-1829) yang dituangkannya dalam bukunya Uber die Sparche und Weisheit den Inder (1808). Selain berhasil menunjukkan hubungan antara bahasa Sansekerta, Yunani, Latin, Persia, dan German, juga berhasil menetapkan bahasa-bahasa itu sebagai bahasa fleksi. Oleh karena itu ia membagi bahasa di dunia atas dua kelas yaitu bahasa fleksi dan bahasa berafiks. Kemudian oleh August von Schlegel selaku kakaknya menambahkan kelas tipologis yang ketiga menjadi: bahasa fleksi, bahasa berafiks, dan bahasa tanpa struktur gramatikal.

Wilhelm von Humboldt (1767-1835) mengemukakan bahwa suatu klasifikasi atas bahasa-bahasa di dunia yang umum diterima sebagai penyempurnaan dari klasifikasi von Schlegel. Klasifikasinya sendiri merupakan istilah yang lazim dipakai sampai sekarang yaitu: bahasa isolatif (mengantikan istilah bahasa tanpa struktur gramatikal), bahasa fleksi, bahasa aglutinatif (menggantikan istilah bahasa berafiks), dan bahasa komparatif.

b. Periode II (1861-1880)

Periode ini dimulai dengan seorang tokoh terkemuka yaitu August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang terkenal Compedium der vergleichenden Grammatik. Di dalam buku ini memuat semua hasil yang telah diperoleh sejauh itu, di samping itu ia juga mengemukakan pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Kemudian pada tahun 1866 ia mencetuskan Stammbaumtheorie, yang di dalamnya dapat melihat adanya organisme bahasa yang kemudian berkembang lebih jauh yaitu akar kata. Ciri dari bahasa fleksi sendiri ialah kata-kata berkembang dari satu suku kata sebagai akar menjadi kata-kata baru berdasarkan perubahan-perubahan paradigmatik dan derivasional.

G. Curtius (1820-1885) merupakan tokoh yang berjasa dalam menerapkan metode perbandingan Filologi klasik. Max Muller (1823-1900) berjasa dalam memperluas horizon pengetahuan ilmu bahasa berkat karyanya Lectures in the Science of Language (1861). Max Muller menghubungkan kelas bahasa dengan tipe sosial; bahasa isolatif adalah bahasa keluarga, bahasa aglutinatif adalah bahasa bangsa pengembara (nomadis), dan bahasa fleksi adalah bahasa masyarakat yang sudah mengenal negara. Berdasarkan kemungkinan segmentabilitas dari unit-unitnya ia juga memperkenalkan istilah analitis dan sintesis untuk menyebut bahasa isolatif dan fleksi. Sedangkan D. Whitey (1827-1894) menambahkan istilah polosentis untuk menyebut bahasa inkorporatif.

c. Periode III (1880-akhir abad XIX)

Periode ini memuncukan kelompok ahli tata bahasa yang bernama Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Kelompok ini tertarik akan hukum-hukum bunyi yang telah dirumuskan oleh Jakob Grimm. Mereka juga menambah lagi kaidah-kaidah baru pada hukum-hukum bunyi yang sudah ada: “Bunyi-bunyi berubah menurut hukum bunyi tertentu tanpa kecuali (ausnahmlos)”. Tokoh aliran ini antara lain K. Brugmann (1848-1919), Osthoff, dan Leskien. Mereka juga menarik pemuda untuk belajar di sana, dan salah satunya menjadi tokoh linguis Amerika terkenal yaitu Leonard Bloomfield.

Periode ini telah memiliki karya utama yang kemudian diikuti oleh ahli lain yaitu Grundriss der vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen (1866-1900) yang disusun bersama oleh Karel Brugmann dan B. Delbruck, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama dan kedua yang membicarakan fonologi, morfologi, dan pembentukan kata disusun oleh Brugmann, sedangkan tiga bagian yang lain ditulis oleh Delbruck mengenai sintaksis. Setelah itu J. Schmidt (184-1901) mencetuskan sebuat teori baru yang disebut Wellentheorie (Teori Gelombang; Wave Theory) untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam Stammbaumtheorie dari Schleicher, bahwa antara dialek ada bentuk antara yang menyulitkan batas antar dialek.

Seorang ahli lain Karl Verner pada tahun 1875 menjelaskan pengecualian yang terdapat pada Hukum Bunyi Rask dan Grimm, khususnya mengenai pertukaran bunyi bahasa Indo-Eropa, yang kemudian dikenal dengan nama Hukum Verner. Tokoh lain yang perlu disebut namanya adalah Hermann Paul dengan bukunya Prinzipen der Spachgeschichte (1880); H. Steinthal yang mencoba membagi bahasa dengan landasan psikologi; Fr. Muller dengan bukunya Grundriss der Sprachwissenschaft (1876-1888).

d. Periode IV (awal abad XX)

Pada abad ini Ilmu Bahasa sebenarnya sudah dimulai dengan penemuan dari abad XIX. Pada awal abad XX baru ditemukan bentuk khas yang pada abad XIX belum memberi ciri khusus sebagai aliran yang khas. Sebab itu pada awal abad XX lahir bermacam-macam aliran baru dalam Ilmu Bahasa. Aliran-aliran yang terpenting tersebut ialah:

  1. Fonetik berkembang sebagai suatu studi ilmiah, para ahli mencurahkan pada penelitian atas dialek-dialek dan yang dikembangkan metode-metode yang dipinjam dari sisologi dan fisika (elektro-akustik).

  2. Sejalan dengan perkembangan studi atas dialek-dialek dengan mempergunakan metode-metode fisiologi, fisika, dan psikologi, maka muncul pula cabang baru dalam Ilmu Bahasa yaitu Psikolinguistik dan Sosiolinguistik.

  3. Munculnya aliran Praha, yang muncul sebagai reaksi terhadap studi bahasa yang terlalu halus sampai kepada bahasa individual (idiolek). Mereka lebih menekankan bahasa yang sebenarnya, yaitu keseluruhan bentuk dan makna, dengan menekankan fungsi bunyi, sedangkan ciri-ciri fisiologis adalah soal kedua. Aliran ini berorientasi pada gurunya Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure (1857-1913) mengembangkan studi bunyi bahasa dan bentuk bahasa dengan tulisannya yang terkenal Mmemore sur le Systeme primitive des Voyelle dans le Leanguages Indo-Europeennes (1879).

Keberhasilan Lingusitik Historis Komparatid tergantung dari pencatat data di lapangan. Nilai data di lapangan itu sama dengan artefak pada arkeologi. Data dari bahasa yang ada sekarang dianggap sebagai cerminan keadaan bahasa pada masa lampau. Sebab linguistik Historis Komparatif berkaitan erat dengan Linguistik Deskriptif, atau data kontemporer pada bahasa sekarang.

Disarikan dari buku “Linguistik Bandingan Historis” Keraf halaman 27-31 karya Gorys Keraf

REFERENSI

Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia