Mengupas Teori Referensial dalam Kajian Semantik

Teori Referensial-Afitta Tantri

Makna memainkan peran penting dalam kajian semantik. Semantik menjadi sebuah studi mengenai makna. Di dalam kehidupan ini tentu tidak dapat terlepas dari adanya ‘makna’. Ada banyak hal yang memiliki makna, termasuk bahasa. Kata makna memiliki pengertian yang beragam, menurut Ogden dan Richards dalam The Meaning of Meaning, makna memiliki tidak kurang dari 16 definisi yang berbeda. Para filsuf dan linguis mempersoalkan makna di dalam bentuk hubungan bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Sehingga muncullah teori mengenai makna yang berkisar pada hubungan antara ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata (Parera, 1990: 16).

Dalam hal ini secara umum disebutkan bahwa teori makna dibedakan menjadi empat, yaitu teori referensial atau korespodensi, teori kontekstual, teori mentalisme, dan teori formalisme atau teori pemakaian. Di dalam ujaran yang sering kita gunakan juga menggunakan ujaran yang mengacu pada teori-teori tersebut. Lalu apa sih teori referensial itu?

Teori referensial merupakan teori pertama yang berkembang dalam kajian semantik. Referensial merupakan makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (Parera, 2004: 44). Makna yang memiliki hubungan langsung dengan realitas disebut makna referensial (Djajasudarma, 2013: 14; Wijana dan Rohmadi, 2011: 4). Chaer (2012: 291) menyatakan bahwa jika terdapat acuan, sebuah kata dikatakan memiliki makna referensial. Makna yang secara langsung merujuk pada sesuatu, seperti hal, peristiwa, proses, gejala, atau sifat yang sebenarnya disebut sebagai makna referensial (Suwandi, 2008: 75; Pateda, 2001: 125).

Ogden dan Richards di dalam bukunya yang berjudul The Meaning of Meaning menyatakan bahwa definisi makna bersifat analisis. Analisis tersebut digambarkan oleh segitiga makna Ogden dan Richards yang memiliki tiga unsur utama yaitu symbol, reference, dan referent. Terdapat dua pendapat yang mengatakan bahwa makna kalimat/ kata mengacu pada sesuatu di luar dirinya yang disebut dengan makna simbolik. Pendapat pertama mengatakan bahwa makna kalimat/ kata mengacu pada kata itu sendiri. Pendapat kedua, bagaimanapun, berpendapat bahwa makna kata tergantung pada hubungan antara ekspresi dalam bentuk simbol, nama, dan / atau frase dan hal-hal yang mereka rujuk, seperti benda, sifat, atau tindakan. Pendapat kedua ini sering disebut dengan makna denotatif.

Istilah teknis definisi untuk makna kata telah diungkapkan oleh Saussure sebagai signifiant (yang mengartikan) dan signifie (yang diartikan). Kita juga dapat menggunakan istilah yang lebih praktis dan sederhana, yaitu: nama, adalah bentuk fonetis suatu kata, bunyi-bunyi yang membentuk kata, termasuk unsur akustik lain seperti aksen. Kedua, pendengar harus disadarkan akan arti atau pengertian (sense) yang diusung oleh nama tersebut. Ketiga, hal atau objek yang dibicarakan merupakan komponen atau peristiwa nonlinguistik, atau yang disebut oleh Ogden dan Richards sebagai referen.

Saussure berpandangan bahwa kata-kata merupakan ‘tanda’ (signs) dan bukan merupakan simbol yang berhubungan dengan referen. Tanda yang dimaksud dapat tertulis maupun terucapkan disebut ‘penanda’ (le signifiant, signifier) yaitu yang memberi tanda atau arti, aspek bentuk tanda atau lambang, dan konsep (apa yang dipikirkan ketika tanda dibuat), disebut ‘petanda’ (le signifie, signified), yaitu suatu yang ditandai atau yang diartikan. ‘Referent” juga dapat merujuk pada tingkat kualitas, tindakan, dan konsep abstrak (misalnya keberanian) daripada hanya hal-hal yang dapat dirasakan oleh panca indra (objek).

Referensial tidak bisa ditentukan batasnya, misalnya, istilah “pena” bisa merujuk ke pena itu atau ini, bukan mengacu pada pena yang ditentukan. Atau bahkan mengacu pada kelas, tingkatan, dan jenis-jenis pena. Istilah “kepala” yang mengacu pada bagian atas tubuh dan juga dapat diterjemahkan sebagai “pemimpin”. Oleh karena itu dalam teori referensial harus dikembangkan ke dua arah sebagai berikut:

  • Perlu dikemukakan sesuatu yang berhubungan dengan kada dengan banyak makna (multiple meaning). Kata dan makna memiliki hubungan timbal balik (resiprokal). Hubungan antara nama dan artinya adalah yang paling mudah.
  • Definisi yang bersifat referensial tidak boleh mengarah pada pandangan atomistik terhadap bahasa, dalam arti tiap kata dianggap sebagai satuan yang terisolasi (tidak berhubungan dengan satuan yang lain).

Referensi:

Chaer, Abdul. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. (2013). Semantik 2: Relasi Makna, Paradigmatik, Sintagmatik, dan Derivasional (Edisi ke-5). Bandung: Refika Aditama.

Parera, J.D. (2004). Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Pateda, Mansoer. (2001). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwandi, Sarwiji. (2008). Semantik: Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa