Jumat, 3 November 2023 hari yang tak akan pernah kulupakan. Hari ketika aku mengalami kecelakaan yang membuatku harus menjalani operasi sebanyak dua kali dalam kurun waktu enam bulan. Kecelakaan yang membuatku mengalami rasa sakit yang luar biasa bahkan membuatku hampir menyerah karena harus melalui proses pemulihan yang panjang dan penuh rasa sakit. Hari itu menjadi titik balik di mana harus kuubah semua rencana hidupku dan mengharuskanku menjalani rutinitas yang lain dari yang biasa kulalui.
Hari itu aku mendapat pesan dari temanku, ia mengajakku memberi kejutan ulang tahun untuk salah satu teman dekat kami. Tanpa pikir panjang kuiyakan ajakan tersebut. Pukul 16.00 aku berangkat dari rumah dengan mengendarai sepeda motor setelah berpamitan pada orang tuaku. Namun, saat berpamitan aku berbohong pada orang tuaku aku mengatakan pergi untuk mengerjakan tugas kelompok, karena jika kukatakan alasan yang sebenarnya pasti mereka tidak akan memberiku izin. Pukul 17.30 aku dan teman-temanku masih berada di rumah makan bercanda dengan riangnya. Lalu ketika azan Maghrib sudah sayup-sayup hilang kami baru beranjak dari rumah makan mengendarai motor masing-masing untuk menuju masjid terdekat. Namun, justru ketika akan menuju masjid turun hujan gerimis membuat kami memutuskan untuk langsung pulang dan menunaikan shalat di rumah masing-masing.
Dalam perjalanan pulang itu kulajukan motorku sedikit lebih cepat dari biasanya karena gerimis mulai berubah menjadi rintik-rintik besar membuatku sedikit panik. Dan disitulah kecelakaan terjadi, ketika akan berbelok kanan sudah kuperkirakan jarak dengan motor di depan sana cukup jauh kuputuskan langsung berbelok, rupanya pengendara motor tersebut tidak melihatku karena jalannya minim penerangan. Motor kami bertabrakan hingga sama-sama ambruk di tengah jalan. Kudapati kaki kiriku terasa begitu nyeri bahkan berdarah-darah dan aku tak dapat bangkit untuk berdiri. Saat beberapa orang mulai membantuku menepi, kurasakan pandanganku kabur, aku hampir kehilangan kesadaran. Namun, aku kuatkan diri dengan tangan gemetar kuraih ponsel yang ada di tas selempangku segera kutelpon ayahku.
Singkat cerita, aku dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama. Dari sana aku dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar karena luka yang kuderita parah dan kemungkinan besar mengalami patah tulang. Sampai di rumah sakit rujukan kudapati kenyataan bahwa aku mengalami patah tulang di tiga tempat yaitu di bagian tulang telapak kaki, tulang betis dan tulang kering, dan juga di bahu kiriku. Dan dua hari selanjutnya aku harus menjalani operasi pemasangan pen. Tentunya hal itu membuatku terpukul dan syok.
Setelah menjalani operasi dan dirawat selama seminggu aku diperbolehkan pulang. Namun, aku harus beristirahat total dan menjalani hari-hariku di tempat tidur. Aku merasa tidak berguna, aku tidak bisa apa-apa bahkan untuk ke kamar mandi saja harus digendong oleh ayahku. Aku menjadi sering menangis dan banyak melamun. Aku merasa marah dan menyesal terhadap takdir. Aku merasa tidak terima dengan kondisiku. Berbagai pengandaian terus muncul dalam benakku andai aku tidak merayakan ulang tahun temanku, andai aku tidak berbohong pada orang tuaku, atau andai aku tunaikan shalat terlebih dahulu, pasti aku tidak akan mengalami kecelakaan itu. Saat itu, orang tuaku selalu sabar dalam menasehati dan memberiku semangat untuk bisa menghadapi keadaan. Namun, aku tetap masih terpuruk.
Aku terus berpikir bagaimana harus kujalani hidupku saat itu. Aku saat itu masih berada di bangku kelas 12 menjelang pergantian ke semester dua, aku awalnya sudah berencana melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Bisa dibilang aku termasuk murid yang cukup berambisi untuk melanjutkan ke PTN. Namun, dengan kondisiku yang sakit membuatku menjadi bingung dan putus asa.
Cobaan terberatku saat itu yaitu setelah beristirahat dua minggu di rumah, sekolah tidak mengizinkanku izin lagi karena aku harus mengikuti ujian akhir semester. Padahal saat itu luka operasiku belum cukup pulih tapi harus kupaksakan diri berangkat ke sekolah. Dengan bantuan kruk dan diantarkan ayahku sampai depan pintu ujian aku tetap mengerjakan ujian akhir semester. Aku sama sekali tidak belajar untuk ujian, yang kupikirkan saat itu adalah yang terpenting aku bisa berangkat ke sekolah dan mengerjakan ujian walau dengan menahan rasa nyeri pada luka dan bekas operasiku.
Selama dua minggu ujian berlangsung dan setiap pulang sehabis ujian aku pasti menangis karena kaki kiriku bengkak dan terasa begitu nyeri. Orang-orang di rumah sering menjadi korban kemarahanku, aku banyak mengeluh dan menjadi sulit untuk sekedar makan terlebih mengonsumsi obat. Beruntungnya saat itu orang tuaku begitu sabar merawatku, mereka juga tidak mempermasalahkan bila nilaiku turun atau bahkan aku tidak melanjutkan pendidikanku lagi. Bagi mereka yang terpenting saat itu aku bisa sehat kembali.
Setelah ujian aku menjadi sering izin dari sekolah, aku sudah merelakan bila nilai ujianku anjlok. Waktu itu entah rezeki atau justru musibah bagiku ternyata aku masuk eligible. Tentunya kesempatan itu harus kulepaskan karena kondisiku yang masih sakit. Ketika teman-temanku bersiap untuk UTBK aku justru berjuang untuk sembuh. Beberapa bulan berlalu aku sudah mulai bisa berjalan walau belum lancar. Mulai muncul kembali harapan dan semangatku untuk bisa kuliah sehingga kuputuskan untuk mendaftar UTBK. Namun, lagi-lagi sepertinya nasib baik tidak berpihak padaku. Bulan April 2024 aku diharuskan menjalani operasi lepas pen kaki. Padahal saat itu aku terlanjur mendaftar UTBK dan mendapatkan giliran UTBK pertengahan bulan Mei. Setelah operasi lepas pen pemulihanku cukup cepat tetapi aku belum bisa lepas dari kruk. Aku sempat berpikir untuk tidak berangkat UTBK, aku merasa pesimis karena aku sama sekali tidak belajar UTBK dan hanya mengikuti TO satu kali. Akhirnya melalui dukungan dari ayahku aku tetap berangkat UTBK meski tanpa persiapan belajar. Aku tetap datang UTBK meski masih berjalan dengan bantuan kruk.
Setelah UTBK aku sudah tidak berharap untuk bisa diterima perguruan tinggi, aku pun harus menjalani pemulihan yang lebih kompleks. Untuk bisa berjalan normal seperti dulu rasanya memang sulit, sakit awalnya. Bahkan harus bolak-balik ke rumah sakit untuk kontrol, terapi okupasi dan fisioterapi, serta tidak boleh melewatkan mengonsumsi obat. Saat itu aku sudah menyerah dengan keadaan, aku tidak lagi memiliki semangat untuk sembuh. Rasanya aku sudah tidak sanggup menahan rasa sakit ketika terapi atau ketika belajar menapak. Semangatku sudah hilang bersama dengan hilangnya harapanku untuk bisa kuliah.
Setelah berbagai cobaan dan rasa sakit yang kulalui, hari itu tanggal 13 Juni 2024 menjadi kado istimewa bagiku. Tidak kusangka, aku berhasil diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur SNBT. Aku tidak diterima di PTN pilihan pertama tetapi aku tetap bahagia karena aku diterima di jurusan impianku. Hari itu rasanya sebagian besar penderitaanku terangkat, aku lega sekali karena masih ada harapan untuk masa depanku yang lebih baik. Dari situ aku menyadari bahwa sehebat apa pun kita merencanakan sesuatu, rencana Allah tetap yang terbaik.
Kujalani hari-hari pemulihan selanjutnya dengan bahagia dan banyak tersenyum. Aku mencoba kembali bersosialisasi walau kurang percaya diri karena jalanku masih pincang. Beruntungnya, saat itu orang-orang di sekitarku memahami kondisiku. Aku juga sudah mengikhlaskan apa yang terjadi padaku saat itu. Dan ya, aku berhasil bangkit kembali dari keterpurukan. Aku menjadi diriku yang baru, menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam menyikapi masalah dan selalu berusaha bersyukur apapun keadaannya.