Mengenal Variasi Dialek dalam Geografi Dialek

Apakah kalian pernah mendengar tentang gografi dialek? Mungkin banyak orang yang jarang mendengar istilah geografi dialek. Yap! Geografi dialek adalah ilmu kebahasaan yang mempelajari Memperlajari variasi-variasi bahasa berbdasarkan perbedaan lokal dama suatu wilayah disebut Geografi Dialek. Geografi dialek mengungkapkan fakta-fkta tentang perluasaan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek.
Mengapa terjadi geografi dialek? Tidak ada satu bahasa pun di dunia ini yang tidak memiliki variasi atau diferensiasi. Variasi ini dapat berwujud perbedaan ucapan seseorang dari saat ke saat, maupun perbedaan yang terdapat dari suatu tempat ke tempat lain. Diketahui bahwa variasi-variasi itu memperlihatkan sebuah pola-pola tertentu. Pola-pola itu ada yang dipengaruhi pola-pola sosial, dan ada pula yang bersifat kedaerahan atau geografis.
Menurut sejarah asal-usulnya, geografi dialek timbul sebagai penerapan dari Wellentheorie. Kemudian perhatian para ahli bahasa diarahkan pada variasi bahasa akibat adanya lapisan-lapisan masyarakat dan adanya pola-pola kemasyarakatan lainnya. Akhirnya dialektologi timbul yang kemudian menjadi usaha untuk mempersatukan sosiolinguistik dan geografi dialek karena sama-sama mempersoalkan variasi-variasi bahasa.
Bahasa yang biasanya dianggap sebagai sesuatu yang bersifat monolit harus dicairkan ke dalam bermacam-macam aspek yang lebih kecil lagi, antara lain ke dalam satuan yang disebut idiolek dan dialek. Ujaran seseorang walaupun berbeda saat ke saat, akan berbeda dengan ciri-ciri ujaran anggota masyarakat yang lain. Ada yang selalu mempergunakan bentuk-bentuk gramatikal dan bentuk sintaksis tertentu, sedangkan yang lain senang dengan bentuk yang lain pula. Kesemuanya ini merupakan ciri-ciri khas yang terdapat pada ujaran seseorang. Keseluruhan dari ciri-ciri bahasa perseorangan ini disebut idiolek.
Bila bidang ini diperluas, maka akan tampak bahwa ada sekelompok individu juga akan memiliki ciri-ciri yang sama, di samping perbedaan-perbedaan individual tadi. Misalnya ada sekelompok individu yang selalu mempergunakan partikel kah untuk kalimat-kalimat tanya, ada kelompok yang tidak suka mempergunakannya. Tiap kelompok ini mungkin terdiri dari beberapa ratus orang, tetapi terkadang sampai beberapa juta orang. Tiap kelompok ini yang memiliki ciri-ciri yang sama dalam tata bunyi, kosakata, morfologi, dan sintaksis disebut dialek (Keraf, 1996: 144).
Namun, kenyataan lain mengatakan di samping keberagaman bentuk dalam sub-wilayah (daerah) bahasa yang dinyatakan dalam dialek-dialek bahasa, maka perbedaan-perbedaan ini dapat juga ditemukan dalam laipsan masyarakat atau pekerjaan. Ciri-ciri bahasa yang terdapat dalam masyarakat semacam ini disebut dialek sosial. Semakin kompleks stratifikasi sosial, maka semakin banyak dialek sosialnya. Dialek sosial yang homogen biasanya ditemukan pada masyarakat desa yang belum berkembang, sedangkan yang paling kompleks terdapat pada masyarakat perkotaan.
Dalam perkembangan suatu dialek mungkin menjadi lebih kedudukannya dari dialek-dialek lainnya kerena faktor-faktor nonlinguistis. Misalnya dialek A menjadi pusat keagamaan, pusat perdagangan, atau menjadi pusat pemerintahan. Dengan demikian kedudukan dialek-dialek lain selain dialek A mulai terdesak. Hal inilah yang akan menyebabkan dialek A menjadi dialek standar atau dari segi politis (bukan segi kebahasaan) disebut dengan bahasa standar.
Bahasa standar juga akan mengalami perkembangan. Bahasa standar yang tadinya hanya bersifat dialek geografis, akan mengalami perkembangan lebih lanjut dengan timbulnya perbedaan-perbedaan berdasarkan stratifikasi sosial. Golongan masyarakat tertinggi memakai bentuk-bentuk yang dianggap terbaik, sedangkan golongan rendahan dianggap menggunakan bentuk yang kurang baik.
Lalu bagaimanakah dengan dialek tadi yang menjadi dasar bahasa standar tersebut? Di samping bahasa standar berkembang lebih jauh dalam bentuk-bentuk yang lebih sempurna, maka harus diingat bahwa dialek standar dalam bentuk aslinya masih bertahan. Hal ini disebabkan oleh bentuk yang sempurna digunakan oleh golongan tertinggi, sedangkan golongan bawah masih menggunakan bentuk aslinya.
Bila kita mengakui adanya dasar umum yang sama antar berbagai dialek dan dialek-dialek itu hanya merupakan variasi-variasi saja, maka pemecahan yang paling baik adalah menetapkan pola umum (overall pattern) bagi semua dialek itu. Kita harus menerobos keluar dari segmen bunyi tunggal dalam semua dialek, ke dalam korespondensi bunyi antar dialek. Korespondensi semacam ini merupakan dasar bagi unit bunyi antar dialek. Tiap perangkat kontrastif dari korespondensi bunyi membentuk suatu diafonem. Sebaliknya, seluruh sistem itu disebut diasistem.
Inovasi-inovasi yang terjadi dalam sebuah dialek dapat menyebar ke daerah-daerah sekitar, sementara itubentuk-bentuk tua yang terdapat pada daerah-daerah sekitar ada yang masih bertahan. Oleh sebab itu, dalam geografi dialek atau dialektologi dapat dibedakan macam-macam wilayah berhubungan dengan pusat yang mengadakan inovasi-inovasi tersebut. Wilayah-wilayah tersebut adalah daerah pusat, daerah peralihan, dan daerah terpencil. Jika sebuah daerah pusat memancarkan inovasi-inovasi yang berurutan, maka penyebaran geografis dapat memperlihatkan stratifikasi-stratifikasi yang secara gradual berhubungan. Konfigurasi menurut tingkatan geografis ini disebut stratigrafi. Stratigrafi di pihak lain dapat diperkuat pula oleh seriasi linguistis. Seriasi adalah metode yang memanfaatkan perubahan-perubahan gradual dari unsur-unsur bahasa untuk menetapkan usia unsur-unsur bahasa itu secara relative (Keraf, 1996:147).

Referensi
Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.