Mengenal Tindak Tutur Menurut Austin

Dalam sebuah buku How to Do Things with Word, John Langshaw Austin (1962) telah menyampaikan berbagai pembahasan mengenai tindak tutur. Ketika berlangsungnya sebuah komunikasi, segala bentuk informasi yang disampaikan atau yang dituturkan seorang penutur telah menyampaikan maksud dan tujuan yang akan berimbas oleh pendengarnya. Pada awal pembahasan teori tindak tutur, Austin telah mengawalinya dengan menggolongkan sebuah tuturan menjadi dua jenis, yaitu:

  1. Tuturan konstatif
    Austin (1962) mendefinisikan tuturan konstatif yaitu, menyampaikan sesuatu yang memiliki makna menjadi benar atau salah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa segala ujaran dalam bentuk deskriptif, informasi aktual, penjelasan makna dikategorikan dalam tuturan konstatif. Contoh dari tuturan ini yaitu, “Pencurinya orang itu”.
  2. Tuturan performatif
    Merupakan tuturan yang membentuk atau menciptakan tindakan. Seperti pada contoh kalimat “Awas anjing galak!” jika kalimat tersebut dituturkan dengan bersungguh-sungguh oleh penuturnya maka akan berimbas sikap was-was oleh pendengarnya. Tuturan performatif ini berbeda dengan tuturan sebelumnya, karena tidak memiliki tujuan untuk memberi penjelasan, memberi pernyataan, atau yang bersifat deskripsi karena tuturan sebelumnya berdampak pada penilaian bahwa tuturan bersifat benar atau salah.
    Kemudian, Austin juga berpendapat mengenai pengelompokan tindak tutur menjadi tiga, yaitu:
  3. Tindak lokusi merupakan tindak menyampaikan sesuatu. Austin menyatakan bahwa lokusi sekedar menyampaikan sesuatu, memberikan informasi, berbicara, menanyakan, dan lain-lain. Tuturan lokusi bergantung pada keadaan aktual dan membutuhkan pikiran atau rasa dan panduan sumber supaya mudah dipahami.
  4. Tindak ilokusi adalah tindak melaksanakan sesuatu yang bergantung pada hal yang telah dituturkan (Habermas, 1998). Ilokusi merupakan suatu hal yang didapatkan dengan mengkomunikasikan tujuan mendapatkan sesuatu. Tuturan dapat mengandung daya tertentu. Daya yang dimaksud adalah nbahwa tuturan tersebut memberi penegasan, memberi perintah, memberikan permintaan maaf, dan sebagainya. Adanya tuturan berdampak pada seseorang dapat menciptakan sesuatu yang baru, dapat membuat orang melakukan sesuatu, mengubah keadaan, dan lain-lain. Seperti contoh pada kalimat “Saya nikahkan…” dari kalimat tersbut maka akan menciptakan suatu hal yang baru atau disebut dengan merubah keadaan dan jelas bukan termasuk dalam deskripsi.
  5. Tindak perlokusi, merupakan tindakan atau kondisi pada akal pikiran yang ditimbulkan oleh, atau sebagai dampak dari menyampaikan perkataan sesuatu. Austin (1962) telah berpendapat bahwa tindak perlokusi merupakan hal yang kita hasilkan atau gapai dengan mengatakan sesuatu, dengan meyakinkan, membujuk, menghalangi, mengatakan, mengejutkan atau menyesatkan. Sehingga, tindak perlokusi pada hal ini diharuskan untuk dimengerti sedimikian mungkin dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan sebab akibat antara dua peristiwa, penyebabnya adalah produksi tuturan oleh penutur.

Dari pembagian ketiga mengenai tindak tutur, dapat disimpulkan bahwa prekolusi merupakan sebagai bentuk dampak dari perkataan atau tuturan (lokusi) yang secara jelas di dalam tuturan tersebut mengandung makna tujuan (ilokusi).

Sumber referensi:
Saifudin, A. (2019). Teori tindak tutur dalam studi linguistik pragmatik. Lite: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya, 15(1), 1-16.
Sari, K. (2021) Memahami Tindak Tutur (Speech Act) Menurut Austin (1962) dan Searle (1969).