Karya sastra adalah hasil kreativitas dan ekspresi seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra mencakup berbagai bentuk seperti puisi, cerpen, novel, drama, dan lain sebagainya. Di dalamnya terdapat imajinasi, pemikiran, perasaan, dan pengalaman pengarang yang disampaikan melalui penggunaan bahasa yang khas dan berbagai gaya sastra.
Wellek dan Austin (dalam Juita 2007 : 3) mendefinisikan sastra sebagai suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karya sastra baik itu berupa sajak ataupun prosa, merupakan hasil dari kreatifitas pengarang dalam mengungkapkan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide-ide, semangat, keyakinan dalam bentuk karya sastra.
Karya sastra memiliki tujuan untuk menghibur, menginspirasi, menggugah emosi, dan menghadirkan pemahaman yang lebih dalam mengenai kehidupan dan manusia. Melalui karakter, alur cerita, atau tema yang diangkat, karya sastra mencerminkan keberagaman manusia, konflik sosial, pertanyaan eksistensial, serta nilai-nilai universal yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, karya sastra juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Penggunaan bahasa yang indah, pemilihan kata yang tepat, dan kepiawaian dalam menyusun struktur naratif atau puisi menjadi ciri khas karya sastra. Melalui keunikan bahasa dan gaya penceritaannya, karya sastra mampu memberikan pengalaman estetika yang mendalam kepada pembaca atau penontonnya.
Salah satu jenis karya sastra adalah puisi. Puisi adalah sebuah genre, puisi berbeda dengan novel ataupun cerita pendek. Perbedaannya terletak pada kepadatan komposisi dengan konvensi yang ketat, sehingga puisi tidak memberi ruang gerak yang longgar kepada penyair dalam berkreasi secara bebas. Oleh Sebab itu puisi dapat didefinisikan sebagai sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi adalah suara jiwa yang terungkap, Kata-kata yang terpilih dengan penuh makna. Ia melambangkan perasaan yang terpendam, Sebuah ungkapan yang tak terdengar oleh kata biasa. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.
Di Indonesia banyak sekali sastrawan maupun penyair yang terkenal, salah satunya adalah Chairil Anwar. Chairil Anwar adalah salah satu penyair dan sastrawan terkemuka Indonesia. Ia dikenal sebagai salah satu pelopor Angkatan '45, sebuah gerakan sastra yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan sastra Indonesia modern.
Karya-karya Chairil Anwar, terutama puisi-puisinya, menunjukkan keberanian dalam menggali tema-tema yang kontroversial dan mengkritik kondisi sosial pada masanya. Ia mengungkapkan perasaan pribadi dengan nada yang tajam, melalui bahasa yang sederhana namun kuat.
Puisi-puisi Chairil Anwar sering kali menggambarkan kegelisahan, penderitaan, dan kekecewaan terhadap kondisi kehidupan, serta mengeksplorasi tema-tema seperti cinta, kematian, kebebasan, dan eksistensialisme. Ia juga mencerminkan semangat perjuangan dan keinginan untuk mengubah dunia yang membebani dirinya. Salah satu puisi Chairil Anwar yang tidak asing di telinga kita adalah Diponegoro, Dalam puisi ini, kata-kata Diponegoro bersatu dengan Chairil Anwar Dua kepahlawanan berpadu, melampaui batas waktu dan ruang Mereka menginspirasi, mengajak kita untuk bangkit Menghadapi penindasan, melawan keterbelakangan. Puisi ini mencoba menggabungkan semangat kepahlawanan Diponegoro dengan ekspresi revolusioner Chairil Anwar. Meskipun mereka hidup pada periode yang berbeda dan memiliki konteks yang berbeda, keduanya dianggap sebagai tokoh inspiratif dalam sejarah Indonesia.
Diponegoro
(Karya Chairil Anwar)
Di masa pembangunan ini…
Tuan hidup Kembali
Dan bara kagum menjadi api…
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali….
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati…
MAJU…
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu….
Sekali berarti
Sudah itu mati….
MAJU…
Bagimu Negeri
Menyediakan api….
Punah di atas menghamba…
Binasa di atas ditindas…
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai…
Jika hidup harus merasai…
Maju…
Serbu…
Serang…
Terjang…
Tema yang diangkat dalam puisi ini adalah tema patriotisme. Tema ini dibuktikan dengan sikap patriotik seorang Pangeran Diponegoro untuk membela tanah air Indonesia. Dengan keberanian dan semangat juang yang tinggi, ia pun melawan para penjajah yang berjumlah ratusan orang tanpa rasa takut dan rasa lelah demi membela Indonesia.
Perasaan yang terdapat dalam puisi Diponegoro ini adalah perasaan kekaguman serta kebanggaan seorang Chairil Anwar kepada sosok Pangeran Diponegoro yang mempunyai keberanian tinggi serta rasa tak gentar melawan para penjajah dengan diiringi semangat perjuangan yang dimilikinya. Adapun suasana yang terdapat dalam puisi ini digambarkan oleh penulis dengan suasana perjuangan demi membela tanah air tercinta.
Diksi atau pilihan kata merupakan suatu bentuk ekspresi yang digunakan oleh penyair dalam menguraikan perasaan atau pengalaman yang dialami si penyair tersebut. Diksi yang digunakan dalam puisi Diponegoro ini dominan menggunakan pilihan kata yang bersifat konotatif. Makna konotatif yang digunakannya pun cenderung tidak memiliki pengartian yang terlalu sulit, sehingga pembaca pun tidak merasa kesulitan untuk mengerti maksud dari si penyair mengenai puisi yang ditulisnya.
Dan bara kagum menjadi api = majas alegori
Lawan banyaknya seratus kali. majas hiperbola
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali = majas alegori
Imajinasi yang digunakan oleh penulis adalah imajinasi visual dan auditori. Dimana dari kata-kata penulis serta penambahan media sangat membantu para pembaca berimajinasi ketika membaca puisi “Diponegoro” ini. Kata konkret adalah kata-kata yang ditangkap dengan indra. Di dalam puisi Diponegoro ini, kata-kata konkret tersebut terwujud dalam baris “Pedang di kanan, keris di kiri” dan “Ini barisan tak bergenderang-berpalu”. Rima yang digunakan dalam puisi ini adalah rima akhir, dimana perulangan kata terletak pada akhir baris.
Nada dan suasana dalam puisi diponegoro adalah semangat untuk berjuang dalam perang.
Dalam puisi “Diponegoro” terdapat Dua belas makna konotasi yaitu pada kata pembangunan yang mempunyai makna membangun semangat kemerdekaan. Hidup kembali mempunyai makna semangat Pangeran Diponegoro, api mempunyai makna kekaguman, pedang mempunyai makna bantuan militer, keris mempunyai makna bantuan doa, berselempang mempunyai makna bertabur semangat, tak bergenderang-berpalu mempunyai makna tanpa senjata, berarti mempunyai makna pengorbanan, api mempunyai makna semangat, punah mempunyai makna berhenti, tercapai mempunyai makna kemerdekaan Indonesia, dan maju/serbu/serang/terjang mempunyai makna melawan penjajah.
Amanat yang terkandung dalam puisi Diponegoro tersebut adalah semangat membela tanah air Indonesia dengan diiringi keberanian untuk memerangi para penjajah yang kini harus dipertahankan oleh para penerus bangsa. Keberanian dalam memerangi para penjajah tersebut dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil apresiasi puisi Diponegoro karya Chairil Anwar diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa puisi yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini termasuk puisi yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat semenjak puisi ini muncul pada tahun 1943 sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga beliau memilih Diponegoro sebagai judul puisinya. Semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar
Dengan adanya apresiasi puisi “Diponegoro” diharapkan pembaca bisa lebih mengetahui tentang isi dan makna dari puisi tersebut.
Daftar Pustaka
Noor, A. Z. (2018). Apresiasi Puisi Dalam Gerakan Literasi. Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 13(2).
Oematan, R., Fallo, J. D., & Isu, R. J. (2022). Perlawanan Hegemoni Kekuasaan dalam Puisi Diponegoro, Aku Tulis Pamflet Ini, Kita Pemilik Sah Republik Ini, Perlawanan, Teratai. Ciencias: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 5(2), 54-59.
Tinambunan, S. (2022). ANALISIS GAYA BAHASA PADA KUMPULAN PUISI CHAIRIL ANWAR. JURNAL BASASASINDO, 2(1), 24-29.
Yanti, Z. P., & Gusriani, M. P. A. (2022). Apresiasi Puisi (Teori dan Aplikasi). CV Literasi Nusantara Abadi.