Linguistik Bandingan Historis atau Linguistik Historis Komparatif adalah sebuah cabang dari ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Dalam Linguistik Historis Komparatif dipelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data-data itu diperbandingkan dengan cara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa tersebut. Linguitik bandingan historis merupakan sebuah cabang ilmu bahasa yang lebih menekankan Teknik dalam pra-sejarah bahasa. Penelitian pra-sejarah bahasa tentu tidak akan terjadi dengan sendirinya tanpa mempergunakan data-data kuno yang terdapat dalam naskah-naskah terdahulu.
Linguistik bandingan historis mempunyai tujuan, dan untuk mencapai tujuan itu digunakan berbagai cara salah satunya dengan menggunakan klasifikasi genetis yaitu mengelompokkan bahasa-bahasa untuk mengetahui termasuk dalam rumpun apakah bahasa yang terdapat pada daerah tertentu. Linguistik bandingan historis memiliki sejarah Panjang dalam perkembangannya. Sejarah perkembangan ilmu bahasa dibagi menjadi 4 periode, yaitu periode I (1830-1860), periode II (1861-1880), periode III (1880-akhir abad XIX),dan periode IV (awal abad XX).
Dengan memperhatikan luas lingkup Linguistik Bandingan Historis, terdapat tujuan dan kepentingan Linguistik Bandingan Historis, antara lain yaitu :
- Mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.
- Mengadakan rekontrusi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa purba (bahasa-bahasa proto) atau bahasa-bahasa yang menurunkan bahasa kontemporer.
- Mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa.
- Akhirnya Linguistik Historis Komparatif juga berusaha untuk menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa-bahasa proto (pusat penyebaran = Homeland = Centre of Gravity = Negri Asal) dari bahasa-bahasa kerabat, serta menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi.
Klasifikasi genetis atau klasifikasi genealogis merupakan suatu proses pengelompokan bahasa sebagai hasil dari Linguistik Bandingan Historis. Klasifikasi ini merupakan hasil yang dicapai dari tujuan linguistic bandingan historis yang ketiga, yaitu barusaha untuk mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun. Klasifikasi ini dikembangkan dari kenyataan-kenyataan yang dijumpai oleh para ahli pada bahasa-bahasa tertentu di seluruh dunia. Banyak bahasa di Eropa dan Asia memperlihatkan bentuk-bentuk yang sama dalam fonologi, morfologi, dan perendaharaan kata. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan sejauh ini, para sarjana telah membagi-bagi bahasa di dunia atas rumpun bahasa berdasarkan kriteria fonologis dan kosa kata. Kriteria morfologis dipergunakan sebagai factor penguat. Bila dibandingankan dengan klasifikasi genealogis memperoleh kesepakatan yang merata, kecuali dalam hal-hal kecil. Menurut Keraf (1991:25) kelompok atau rumpun bahasa yang disimpulkan dari metode yang dikembangkan dalam linguistic bandingan historis, adalah : (1) Rumpun Indo-Eropa; (2) Rumpun Semito-Hamit, (=Afro-Aiatik); (3) Rumpun Chari-Nil; (5) Rumpun Dravida; (5) Rumpun Austronesia; (6) Rumpun Austro-Asiatik; (7) Rumpun Fonno-Ugris; (8) Rumpun Altai; (9) Rumpun Paleo-Asiatis; (10) Rumpun Sino-Tibet; (11) Rumpun Kaukasus; (12) Bahasa-bahasa India; (12) Bahasa-bahasa lain seperti: bahasa Iran, Australia, dan Kadai.
Klasifikasi Genetis mengandung beberapa ciri, antara lain yaitu ada non-arbiter,ekshautif, dan unik. Klasifikasi genetis yang bersifat non-arbiter karena hanya ada satu dasar saja yang digunakan untuk mengadakan klasifikasi ini yaitu berdasarkan garis keturunan. Jadi bahasa-bahasa akan dianggap diturunkan dari bahasa-bahasa yang lebih tua, dengan bahasa-bahasa yang lebih tua dari bahasa-bahasa yang lebih tua, dan yang terakhir akan diturunkan lagi ke bahasa-bahasa yang lebih tua lagi sampai ke bahasa yang lebih tua sebelumnya. Ciri yang kedua adalah ekshaustif atau tuntas. Yang dimaksud dengan ekshautif atau tuntas adalah bahwa dengan mempergunakan garis keturunan tadi, semua bhasa di dunia dapay dikelompokkan dengan rumpun-rumpun, sub-rumpun, dan kelompok-kelompok tertentu. Bahasa Indonesia misalnya sekali menjadi anggota rumpun bahasa Austronesia, untuk selamanya hanya masuk dalam rumpun itu; tidak mungkin ia masuk dalam rumpun Indo-Eropa misalnya. Tidak merangkap keanggotaan ini, disebut unik. Walaupun klasifikasi genetis didasarkan pada garis keturunan, namun ia mempergunakan juga kriteria tipologis yaitu kriteria bunyi-arti, kriteria yang didasarkan pada bidang leksikal.
Sejarah perkembangan Ilmu Bahasa dalam abad XIX dan pada awal abad XX, dapay dibagi menjadi beberapa periode, antara lain yaitu :
-
Periode (1830-1860)
Periode ini dimulai dengan Franz Bopp (1791-1867) dan diakhiri dengan Agust Schleicher. Franz Bopp dianggap sebagai tokoh yang meletakkan dasar-dasar ilmu perbandingan bahasa. Ia membandingkan akhiran-akhiran dari kata-kata kerja dalam bahasa Sangsekerta, Yunani, Latin, Persia, dan German, yang diterbitkan dalam tahun 1816. Kemudian pada tahun 1818 Rasmus Kristian Rask (1787-1832) memperlihatkan bahwa kata-kata dalam bahasa-bahasa German mengandung unsur bunyi yang tertaur hubungannya dengan kata-kata bahasa Indo-Eropa lainnya. -
Periode ini dimulai oleh seorang tokoh yaitu August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang sangat terkenal yaitu compendium der vargleichenden
Grammatik. Buku tersebut memuat tentang semua hasil yang telah diperoleh sejauh itu, di samping itu ia mengemukakan tentang pengertian-pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Menurut Schleicher kata-kata berkembang dari satu suku kata sebagai akar menjadi kata-kata baru berdasarkan perubahan-perubahan paradigmatis dan derivasional, yang menjadi ciri-ciri dari bahasa fleksi. Tokoh yang kedua adalah G.Curtius (1820-1885). Ia berjasa besar dalam menerapkan metode perbandingan untuk Filologi klasik, khususnya ia mempelajari tentang bahasa Yunani, sebagai yang dikemukakannya dalam buku Grundzuge der griechischen Etymologie (1856-1862). Sedangkan tokoh-tokoh lain yang harus disebut pada periode ini adalah Max Muller (1823-1900) dan D. Whitney (1827-1894). Max Muller berjasa dalam memperluas horizon pengetahuan ilmu bahasa berkat karyanya Luctures in the Science of Language (1861). Max Muller menghubungkan kelas-kelas bahasa dengan tipe-tipe sosial; bahasa isolatif adalah bahasa keluarga, bahasa aglutinatif adalah bahasa bangsa pengembara (nomadis), dan bahasa flaksi adalah bahasa masyarakat yang sudah mengenal negara. -
Periode III (1880-akhir abad XIX)
Dalam periode sesudah tahun 1880, muncullah suatu kelompok ahli tata bahasa yang bernamakan Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Mereka menambahkan lagi kaidah-kaidah baru pada hukum-hukum bunyi yang sudah ada: “Bunyi-bunyi berubah menurut Hukum Bunyi tertentu tanpa kecuali (ausnahmlos)”. Aliran ini bergerak sekitar Leipzid dengan tokoh-tokoh seperti K.Brugmann (1848-1919), Osthoff dan Leksiskien. Karya utama yang kemudia diikuti oleh ahli-ahli lain dari jaman ini adalah Grudriss der vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen (1866-1900) yang disuse oleh Karel Brugmann dan B.Delbruck, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama dan kedua disusun oleh Brugmann yang membicarakan tentang fonologi, morfologi, dan pembentukan kata, sedangkan ketiga bagian yang lain ditulis oleh Delbruck mengenai sintaksis. Sarjana lain yaitu J.Schmidt (1843-_1901 mencetuskan sebuah teori baru yang disebut Wellentheorie (Teori Gelomang; Wave Theory) bahwa antara dialek-dialek ada bentuk antara yang menyulitkan batas antar dialek. Ia mencetuskan teori tersebut guna untuk memecahkan beberapa masalah yang terdapat dalam Stammbaumtheorie dari Schleicher. -
Periode IV (Awal abad XX)
Pada awal abad XX lahirlah bermacam-macam aliran baru dalam Ilmu Bahasa. Antara lain adalah :
(1) Fonetik berkembang sebagai suatu studi ilmiah. Sejalan dengan perkembangan itu para ahli mencurahkan pula pelatian atas dialek-dialek. Untuk itu dikemangkan metode-metode yang dipinjam dari fisiologi dan fisik (elektro-akustik).
(2) Sejalan dengan perkembangan studi atas dialek-dialek dengan mempergunakan metode-metode fisiologis, fisika, dan psikologi, maka muncul pula cabang baru dalam Ilmu Bahasa yaitu Psikolinguistik dan Sosiolinguistik.
(3) Suatu aliran lain dari awal abad XX adalah aliran Praha, yang muncul sebagai reaksi terhadapstudi bahasa yang terlalu halus sampai kepada bahasa individual (idiolek). Mereka menekankan bahasa yang sebenarnya, yaitu keseluruhan bentuk dan makna, dengan menekankan fungsi bunyi, sedangkan ciri-ciri fisiologis adalah soal kedua. Aliran ini berorientasi pada gurunya Ferdinand de Saussure.
Berhasil tidaknya LHK banyak tergantung dari kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan dalam Linguistik Deskriptif. Sebaliknya kesahihan kesimpulan dalam Linguistik Deskriptif Tergantung dari kecermatan
pencatatan data-data di lapangan. Sebab itu dapat juga dikatakan bahwa keberhasilan LHK tergantung dengan pencatatan data-data dilapangan. Karena, data-data dilapangan itu sama nilainya dengan artefak-artefak pada Arkeologi. Sebab LHK akan bergandengan erat dengan Linguistik Deskriptif atau data-data kontemporer pada bahasa-bahasa sekarang.
{Disarikan dari buku Gorys Keraf yang berjudul Linguistik Bandingan Historis, yang terletak pada halaman 22 sampai halaman 31)
Daftar Pustaka
Keraf, Gorys. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia