Kita manusia sebagai makhluk sosial penting dalam memahami keterikatan sesama manusia. Dengan mengetahuinya kita dapat lebih mengerti perasaan orang lain dan paham bagaimana cara untuk merespons orang lain. Kerap kali kita terkadang bingung dengan orang lain karena memiliki gaya keterikatan yang berbeda. Gaya keterikatan ini berkembang dari kecil sampai dewasa, memengaruhi bagaimana cara kita menyikapi dalam hubungan sesama manusia. Salah satu gaya keterikatan yang seringkali disalahpahami adalah Avoidant attachment. Kerap kali disalahpahami karena gaya keterikatan ini cenderung untuk menghindari kedekatan emosional dengan orang lain. Padahal sebenarnya mereka takut akan adanya suatu ikatan yang dalam. Maka dari itu, mari kita coba mengenali avoidant attachment lebih dalam.
Avoidant attachment artinya gaya kelekatan (attachment style) dengan kecenderungan untuk menghindari kedekatan emosional dengan orang lain. Orang dengan gaya kelekatan ini sering merasa tidak nyaman atau takut terluka dalam hubungan dekat, sehingga lebih memilih untuk menjaga jarak dengan orang lain, termasuk pasangan, teman, atau keluarga. Sayangnya orang dengan gaya kelekatan seperti ini sering kali disalahkan dalam hubungan, karena mereka sering dinilai tidak peduli dengan pasangannya, mereka selalu mencoba menghindar saat ada masalah, dan kembali lagi seolah tidak ada yang terjadi. Nyatanya mereka hanya merasa takut dan bingung dengan perasaan mereka sendiri.
Avoidant memiliki beberapa ciri-ciri seperti berikut: mereka terus-menerus menjauhkan diri dan keterikatan emosional atau fisik, memiliki perasaan mandiri yang mendalam, merasa canggung saat ingin mekspresikan perasaannya, sulit untuk mempercayai orang lain. Merasa terancam oleh orang yang berusaha mendekat, menghabiskan lebih banyak waktu sendiri dibandingkan berinteraksi dengan orang lain, dan mereka yakin bahwa tidak memerlukan keberadaan orang lain dalam kehidupan.
Dari ciri-ciri yang sudah disebutkan sebelumnya, mungkin beberapa dari kalian akan bingung bagaimana sebagian orang memiliki perasaan seperti itu. Nyatanya gaya keterikatan ini ada karena bagaimana pola asuh terhadap anak saat mereka tumbuh. Seseorang yang memiliki avoidant attachment ini, biasanya dulu saat ia masih anak-anak, mereka cenderung diabaikan, sering ditinggalkan dan mengurus diri sendiri, dipaksa untuk mandiri, sering dimarahi karena terlihat manja, dan sering ditolak karena mengutarakan perasaannya.
Dalam hubungan, avoidant sering kali disalahkan karena mereka terkesan tidak peduli, atau tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Sebenarnya itu adalah respon defensif mereka terhadap kedekatan emosional, tekanan dalam hubungan, atau situasi yang membuat mereka merasa tidak nyaman dan kehilangan kebebasan mereka. Mereka menghilang tanpa kabar karena mereka merasa lebih aman dengan adanya jarak, menghindari konflik dan melindungi diri mereka. Pola coping ini sudah terbentuk pada diri mereka sejak awal, membuat mereka belajar bahwa menahan diri dan menjaga jarak adalah cara terbaik untuk menghindari rasa sakit, penolakan, dan kekecewaan.
Sebaiknya dalam menghadapi seseorang yang memiliki avoidant attachment style ini, cukup beri mereka ruang untuk sendiri. Jangan terlalu menuntut dan memaksakan mereka untuk membuka diri mereka secara instan. Ciptakan ruang yang aman untuk mereka, agar mereka dapat membangun kepercayaan dengan perlahan. Jika ada masalah baiknya untuk memberi mereka waktu untuk sendiri, setelah perasaan mereka sudah lebih baik dari sebelumnya, kalian dapat mengajaknya berkomunikasi dengan perlahan, tapi biasanya avoidant lebih memilih untuk tidak membahas permasalahan itu lagi. Di bagian ini cukup sulit, jadi para ahli menyarankan seseorang yang memiliki avoidant atachment memiliki pasangan yang memiliki secure attachment yang mandiri, dapat dipercaya dan menghargai kebutuhan ruang, dimana gaya keterikatan ini dapat menyeimbangkan dan membantu avoidant berkembang secara emosional.
Setelah mengetahui beberapa informasi tentang avoidant attachment, penulis berharap agar pembaca dapat lebih empati dengan orang-orang dengan avoidant attachment. Karena mereka juga memiliki perasaan mereka sendiri, jangan langsung menghakimi mereka. Tetapi, setidaknya kita dapat memahami mereka dan empati terhadap mereka. Juga harapannya pembaca menjadi reflektif dan lebih sadar akan gaya keterikatan diri sendiri dan orang lain. Dengan menyadari hal ini, kita dapat menjadi lebih peka dan bijak dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.