Mengapa intonasi memiliki daya lebih dalam penentuan pebedaan modus kalimat dalam bahasa Indonesia?

Siregar B.U. (2000:15) mengemukakan bahwa intonasi adalah sistem tingkatan (naik dan turun) serta keragaman pada rangkaian nada ujaran di dalam bahasa. Sehubungan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Siregar, menjadikan intonasi memang merupakan salah satu aspek kebahasaan lisan yang sangat penting. Dimana dengan adanya intonasi dalam suatu ujaran kalimat dapat tersampaikan dengan makna dan maksud yang jelas. Hal ini juga menandakan bahwa dengan adanya intonasi dapat membedakan jenis kalimat yang bersifat deklaratif, introgatif, dan imperatif yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan si pengujar.

Referensi:
Siregar B. U. (2000). Fungsi Pragmatika Intonasi Di Dalam Bahasa Indonesia: Suatu Kajian Awal. Jurnal Linguistik Indonesia.

Intonasi juga merupakan gabungan dari beberapa faktor yang berpengaruh pada pengucapan suatu kalimat, yaitu tekanan nada, jeda, dan tempo.
Intonasi juga merupakan gabungan dari beberapa faktor yang berpengaruh pada pengucapan suatu kalimat, yaitu tekanan nada, jeda, dan tempo.
Intonasi dalam kalimat memiliki peranan yang sangat penting. Kegunaan intonasi dalam kalimat menjadi penting pada saat pengucapan sebuah kalimat yang belum jelas jika dibaca maka arah pernyataan tersebut akan kemana. Oleh karena itu, intonasi diberikan pada pengucapan pada kalimat tersebut.
Contoh : “adik sudah berangkat sekolah”
pengucapan pada kalimat tersebut dapat menjadi ambigu jika tidak disertau intonasi pengucapan yang tepat contohnya jika diberi tanda titik (.) maka pengucapannya menjadi diakhir kalimat dengan nada turun yang menjadikan kalimat tersebut sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa adik sudah berangkat ke sekolah. Namun, jika kalimat tersebut menggunakan nada intonasi tinggi di akhir kalimat akan menjadikan kalimat tersebut sebuah pertanyaan yang diakhiri dengan tanda tanya (?).

Referensi :
Dhia A. 2021. Kapanlagi Plus.
Bayang K. 2016. “MODUS KALIMAT DAN JENIS TINDAK TUTUR UNTUK MEMOTIVASI PADA ACARA HITAM PUTIH JULI S.D. SEPTEMBER 2014 DAN FEBRUARI 2015 DI STASIUN TELEVISI TRANS 7” . Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma

Intonasi adalah sebuah kerja sama antara nada, durasi, tekanan, dan perhentian – perhentian yang menyertai suatu tutur, dari awal hingga perhentian terakhir (Keraf, 1991). Sejalan dengan pendapat itu, Halim (1994) menyatakan bahwa intonasi adalah salah satu pilar utama dalam wacana lisan dan ikut pula dalam membangun kohesi wacana dalam komunikasi lisan.
Berdasarkan dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Intonasi mempunyai peranan yang penting dalam menentukan, menyampaikan dan membedakan berbagai macam pengertian kalimat dalam penggunaan bahasa lisan, yang tidak memungkinkan disampaikan dalam bentuk bahasa tulis.
Contoh :

  1. Dina yang membaca buku itu.
  2. Dina yang membaca buku itu?
  3. Dina yang membaca buku itu!
    Dari tiga contoh diatas penggunaan tanda baca yang berbeda memunculkan intonasi yang berbeda pula, dalam contoh nomor 1 penggunaan tanda baca titik menggunakan intonasi datar, contoh nomor 2 penggunaan tanda tanya menggunakan intonasi naik yang bisa diartikan sebagai ragu – ragu dan merupakan kalimat interogatif, contoh nomor 3 penggunaan tanda seru berarti menggunakan intonasi tinggi.
    Referensi :

Halim, A. (1994). Intonasi : Dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambata.
Keraf, G. (1991). Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah. Jakarta: Gramedia Widiasrana Indonesia.

Dalam pembelajaran sintaksis, intonasi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Intonasi mengacu pada pengaturan naik turunnya nada dalam penuturan kalimat (Alwi, dkk, 2017:87). Perbedaan modus kalimat bahasa Indonesia tampaknya lebih ditentukan oleh intonasinya daripada komponen segmentalnya. Modus dapat diartikan sebagai pengungkapan suasana jiwa sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yang hendak diujarkan.

Pola intonasi memiliki daya lebih dalam penentuan perbedaan modus kalimat karena intonasi dapat mengubah jenis kalimat. Misalnya, suatu kalimat dengan intonasi interogatif (pola intonasi naik, bisa juga turun) akan mengubah kalimat menjadi bermodus interogatif (diakhiri tanda tanya). Apabila suatu kalimat diberi intonasi deklaratif (pola intonasi turun) akan menjadi kalimat bermodus deklaratif (diakhiri tanda titik). Begitu juga, kalimat dengan intonasi imperatif (pola intonasi turun atau turun lalu sedikit naik) akan menjadi kalimat bermodus imperatif (diakhiri tanda seru). Namun, pada dasarnya pola intonasi ini hanyalah pola umum. Apabila orang berbicara akan terdengar mempunyai variasi intonasi meskipun pola kalimatnya sama. Selain itu, variasi struktur kalimat juga akan membawa perubahan pada pola intonasi kalimat tersebut.

Selanjutnya, dalam ragam lisan intonasi berperan penting dalam pengungkapan makna kata/kalimat. Intonasi juga dapat menjadi batas antara subjek dan predikat. Letak penekanan nada akan sangat mempengaruhi makna gramatikal dari suatu kalimat.

Contoh:

  1. Ular / makan tikus mati

  2. Ular makan tikus / mati

  3. Ular / makan // tikus mati

SUMBER REFERENSI

Alwi, Hasan, dkk. (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Siregar, B.U. (2000). Fungsi Pragmatika Intonasi di dalam Bahasa Indonesia: Suatu Kajian Awal. Linguistik Indonesia, 15-30

Kridalaksana (2009: 95), Intonasi adalah pola perubahan nada yang
dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya. Kemudian Muslich (2010: 115-116) menuturkan bahwa Intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud kalimat. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intronasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).
Halim (1984:80) mendefinisikan intonasi mempunyai dua fungsi utama yaitu;
(i) fungsi gramatikal, artinya fungsi mendasar atau primer
(ii) fungsi emosional, fungsi kedua ini mempunyai peranan penting, karena apabila penutur atau pembicara mengubah intonasi dalam kalimatnya, maka intonasi tersebut dapat menunjukkan emosi si penutur.
Salah satu faktor mengapa intonasi memiliki daya lebih dalam memilih perbedaan modus kalimat pada bahasa Indonesia ialah, intonasi pada sebuah kalimat membuat pendengar memahami sebuah ujaran, baik itu kalimat tanya atau perintah adalah intonasi dari penutur atau pembicara. Intonasi itu sendiri merupakan gejala prosodi, hubungannya erat dengan struktur kalimat dan interelasi kalimat dalam sebuah wacana. Maka dari itu Intonasi memiliki daya lebih, tujuan lainnya yaitu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antar sebuah kata pada kalimat dalam bahasa Indonesia.

Referensi:
Amran Halim, “Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia”, h.80
Amran Halim, “Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia”
(Jakarta: Djambatan, 1984), h. 77
Kridalaksana, Harimukti. 2009. “Kamus Linguistik”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Muslich, Masnur. 2010. “Fonologi Bahasa Indonesia”. Jakarta: Bumi Aksara

Seperti hal nya bernyanyi, intonasi juga diperlukan saat berbahasa karena dengan intonasi maksud yang disampaikan atau makna dari sebuah kalimat dapat tersampaikan secara maksimal. Penekanan pada kalimat-kalimat sangat diperlukan. Intonasi dalam Bahasa Indonesia diperlukan ketika kalimat tersebut memiliki tanda baca seperti (.) (,) (!) (?). Berangkat dari kasus tersebut berarti kalimat yang menggunakan tanda titik berarti kalimat berita, sedangkan yang menggunakan tanda koma biasanya untuk contoh (menggunakan intonasi menggantung), kemudian untuk tanda seru untuk kalimat perintah (biasanya menggunakan intonasi tegas), kemudian untuk tanda tanya berarti kalimat tanya (biasanya menggunakan intonasi tinggi dibagian belakang). Oleh karena itu intonasi sangat berperan dalam modus bahasa.

Referensi :

Siregar, Bahren Umar. Fungsi Pragmatik Intonasi Di Dalam Bahasa Indonesia : Suatu Kajian Awal. Universitas Sumatra Utara.
(link tautan https://www.linguistik-indonesia.org/images/files/FungsiPragmatikaIntonasididalamBahasa.pdf)

Intonasi adalah kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur, dari awal hingga perhentian yang terakhir (Gorys Keraf, 1991). Suatu klausa yang terdiri atas kata yang sama dan dalam urutan yang sama dapat mempunyai arti yang berbeda, bergantung pada tanda baca yang diberikan (Chaer, 2009: 35).

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa intonasi memiliki peran penting dalam definisi kalimat yang dihasilkan.

A. Dia baru datang.
B. Dia baru datang?
C. Dia baru datang!

Intonasi yang berbeda bisa mengubah makna sebuah kalimat.

Sumber referensi :
Chaer, Abdul. 2015. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

“…intonasi merupakan pengubahan nada dalam untaian tuturan yang ada dalam suatu bahasa. Pola pengubahan nada itu membagi suatu tuturan (kalimat) dalam satuan yang secara gramatikal bermakna. Tiap-tiap pola pengubahan nada itu menyatakan informasi sintaksis sendiri” (Alwi, dkk. 1993 : 90).

Sumber:
Buku Tata Bahasa Baku Indonesia Edisi Kedua oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Intonasi sangat mempengaruhi dalam penentuan perbedaan modus kalimat dalam bahasa Indonesia. Pertama kita bahas mengenai intonsasi, Intonasi sendiri mengacu tentang naik turunnya nada dalam penuturan kalimat (Alwi, Hasan, 2017:87). Setiap kita mengucapkan satu kalimat yang sama namun memiliki maksud berbeda, tentu memiliki intonasi yang berbeda juga.

Kemudian menurut Ramlan (2005: 26) modus kalimat merupakan golongan kalimat yang didasarkan pada fungsinya dalam hubungan situasi. Modus kalimat ini terdapat tiga golongan yakni kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh.

Misal seseorang mengatakan “Kamu pergi ke sana”. Untuk menentukan modus kalimat tersebut tentu perlu intonasi. Jika intonasi menaik, bisa dipastikan itu adalah sebuah kalimat pertanyaan.

Referensi:

Alwi, Hasan dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-4. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Alat sintaksis ialah satuan bahasa atau cara yang digunakan untuk membangun konstruksi sintaksis: frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kentjono (1982) dan Kridalaksana (1988) menyebutkan empat macam alat sintaksis, yaitu urutan, bentuk kata, intonasi, dan kata tugas. Keraf (1991: 30) menjelaskan bahwa intonasi adalah kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur, dari awal hingga perhentian yang terakhir. Sedangkan modus kalimat merupakan golongan kalimat yang dibagi menjadi tiga yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah (Ramlan, 2005: 26). Kalimat disini menjadi satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Menurut batasan itu, pola intonasi memiliki daya lebih dalam untuk menentukan perbedaan modus kalimat karena intonasi dapat mengubah jenis kalimat.

Perhatikan contoh dibawah ini.
(1) Ana membeli buku baru.
Kalimat diatas menunjukkan kalimat berita yang memiliki intonasi akhir turun
(2) Ana membeli buku baru?
Kalimat diatas menunjukkan kalimat tanya yang memiliki intonasi akhir naik-turun
(3) Ana membeli buku baru!
Kalimat diatas menunjukkan kalimat perintah yang memiliki intonasi akhir naik
Naik turunnya intonasi akhir itu merupakan tanda bahwa kalimat itu telah berakhir atau lengkap.

Merujuk pada pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pola intonasi yang berbeda pada suatu kalimat dapat menghasilkan makna yang berbeda walaupun memiliki pola kalimat yang sama. Maka dari itu, penting untuk memperhatikan intonasi dalam bertutur kata sehingga dapat meminimalisir kesalahpahaman dalam menangkap informasi yang disampaikan.

Referensi :
Kalbu, B. (2016). Modus Kalimat dan Jenis Tindak Tutur untuk Memotivasi pada Acara "Hitam Putih” Episode Juli s.d. September 2014 dan Februari 2015 di Stasiun Televisi Trans 7. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Kentjono, D. (1982). Dasar-dasar linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra UI
Keraf, G. (1991). Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah. Jakarta: Gramedia Widiasrana Indonesia.
Kridalaksana, H. (1988). Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia.
Seri ILDEP. Yogakarta: Kanisius.
Ramlan. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.

W. Tarmini (2019:3-5) sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan kata dan satuan-satuan yang lebih besar serta hubungan di antaranya, memiliki keterkaitan erat dengan keberterimaan makna dalam bahasa Indonesia. Artinya sangat mementingkan makna gramatikal dalam kalimat.
Alat sintaksis yang sangat penting dalam menentukan berterimanya kalimat dalam Bahasa Indonesia adalah urutan kata, bentuk kata, penggunaan kata tugas dan intonasi. Kata sebagai bentuk bermakna yang berdiri sendiri, dapat berada di posisi awal, tengah atau akhir dalam kalimat sepanjang maknanya berterima secara gramatikal.

Intonasi dapat membedakan apakah itu kata, frasa, klausa, atau kalimat. Intonasi dalam bahasa lisan ditandai dengan naik-turunnya nada, sedangkan dalam bahasa tulis ditandai dengan adanya tanda baca. Sebuah konstruksi klausa akan berubah menjadi kalimat jika diberi intonasi akhir. Sebagai contoh:

  • pergi
  • Pergi!
  • Mahasiswa/ baru datang.
  • Mahasiswa baru / datang.

Intonasi menjadi sesuatu yang sangat penting dalam sintaksis. Setiap kata, frasa, maupun kalimat dengan adanya intonasi memiliki makna yang berbeda-beda, tetapi akan sulit mengetahui maknanya jika tidak ada tanda baca atau tanda intonasinya.

Referensi
Tarmini, Wini., dan Rr. Sulistyawati. (2019). Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: UPT UHAMKA.

Kridalaksana (2008: 95) menyatakan intonasi adalah pola perubahan nada yang dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya. Sedangkan modus kalimat dapat dipahami sebagai golongan kalimat dan menurut fungsi serta situasinya dapat digolongkan menjadi 3 yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh (Ramlan, 2005: 26). Sehingga untuk penjelasan tentang intonasi yang memiliki daya lebih dalam penentuan perbedaan modus kalimat dalam Bahasa Indonesia adalah dikarenakan perbedaan modus kalimat dapat tercipta dari adanya tanda baca yang digunakan dalam kalimat itu sendiri, sedangkan tanda baca yang digunakan akan selalu menghasilkan intonasi yang berbeda.
Contohnya:

  1. Kamu berani pulang sendiri?
  2. Kamu berani? pulang sendiri!

Kedua kalimat di atas memiliki kata yang sama dan letak yang sama juga, perbedaannya terletak pada sisipan tanda baca. Karena adanya perbedaan itulah, maka tercipta intonasi dan golongan kalimat yang berbeda juga. Kalimat (1) adalah kalimat tanya dan kalimat (2) adalah kalimat suruh. Kalimat (2) memiliki intonasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalimat (1). Dengan begitu, pernyataan bahwa intonasi memiliki daya lebih dalam penentuan perbedaan modus kalimat dalam Bahasa Indonesia dapat terbukti.

Daftar Pustaka:
Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: Karyono.

Karena pada dasarnya Pola intonasi dalam sebuah ujaran dapat melahirkan proposis yang secara sintaksis dan semantis tidak berhubungan,melalui konteks pertururan yang sesuai. Selain tekanan,jeda dalam pola intonasi kalimat biasanya memiliki makna sintaksis atau semantis tertentu.

https://www.linguistik-indonesia.org/images/files/FungsiPragmatikaIntonasididalamBahasa