Menelaah Cerpen "Mencari Ilmu Nabi" Karya Ariyanto Adipurwanto

Cerita pendek atau cerpen merupakan prosa fiksi yang dikemas dalam sebuah tulisan pendek. Cerpen berisi mengenai suatu peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Seperti namanya, cerpen lebih sederhana daripada novel dan mudah dipahami karena ceritanya yang relatif pendek. Cerpen dapat ditemukan dalam berbagai media, misalnya di dalam sebuah koran. Salah satu koran yang kerap kali menerbitkan cerpen adalah Jawa Pos. “Mencari Ilmu Nabi” karya Ariyanto Adipurwanto merupakan salah satu dari sekian banyak cerpen yang telah diterbitkan dalam koran Jawa Pos. cerpen “Mencari Ilmu Nabi” memiliki unsur-unsur intrinsik yang mencakup beberapa aspek, yakni tema, pemplotan, penokohan, pelataran, dan sudut pandang.

Cerpen “Mencari Ilmu Nabi” mengisahkan mengenai tokoh Dencor yang memiliki kekurangan pada kakinya yang bengkok dan berbentuk tidak normal sejak lahir. Namun, meski terlahir dengan kekurangan, Dencor malah menganggap kekurangan tersebut memberinya kelebihan. Pada suatu saat Dencor terpesona oleh cerita Nabi Ibrahim yang tak tersentuh api saat dibakar. Hal tersebut akhirnya mendorong Dencor untuk melakukan pencarian ilmu nabi yang dianggap telah ditakdirkan untuk dirinya miliki.

Isi

Tema
Berbicara mengenai tema, tentu hampir semua orang tau bahwa tema memuat esensi tentang gagasan utama yang di dalamnya terkandung jiwa serta ruh dari keseluruhan isi cerita yang mana dapat kita sunting dari berbagai klasifikasi. Pada cerpen “Mencari Ilmu Nabi” tema yang digunakan cukup komprehensif, baik secara Dikotomis, Pengalaman Jiwa, dan Tingkat Keutamaan semuanya dilukiskan dengan cukup kompleks. Dewasa ini kompleksitas juga terjadi di realitas kehidupan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan zaman, termasuk munculnya corak kehidupan baru di masyarakat. Berangkat dari kompleksitas di kehidupan nyata itulah yang sepertinya memantik penulis “Arianto Adipurwanto” untuk menuangkan kompleksitas tersebut ke dalam tema cerpennya sebagai reflektor dari dunia nyata.

Cerpen dikategorikan sebagai fiksi non faktual karena berupa hasil imajinasi penulis, namun bukan berarti cerpen hanya bersifat khayalan tanpa adanya hakikat dan relevansi terhadap kehidupan, terutama mengenai kompleksitasnya. Dalam cerpen tersebut, hal ini tercermin dalam penggolongan tema Dikotomis yang termasuk ke dalam tema non-tradisional, karena ceritanya tidak hanya kompleks namun bisa dikatakan sebagai abstrak. Hal tersebut karena cerpen ini mengangkat cerita yang tidak lazim digunakan, yang memang merupakan gaya penulisan dari Arianto Adipurwanto. Cerpen ini menggunakan banyak sekali konotasi, analogi, dan amanatnya disampaikan secara implisit serta tidak dengan sederhana kita bisa memetik pesan tersiratnya, karena setiap orang mungkin dapat memberikan penafsiran yang berbeda-beda. Terakhir untuk struktur cerpennya juga sangat variatif, jika cerpen pada umumnya menggunakan resolusi sebagai alternatif pemecahan masalah, beda halnya dengan novel ini yang menjadikan resolusi untuk memantik penambahan konflik baru.

Pada penggolongan Pengalaman Jiwa, cerpen ini memuat beberapa tema seperti tema tingkat fisik yang tergambar melalui banyaknya aktivitas fisik yang dilakukan para tokoh, mulai mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain, penggambaran latar, dan juga pendeskripsian fisik tokohnya. Kemudian tema tingkat sosial yang terlukis pada banyaknya interaksi sosial yang dilakukan tokoh pada kehidupan bermasyarakatnya. Isi ceritanya juga cukup kultural dengan realitas masyarakat yang ada, misalnya di cerita tersebut disebutkan bahwa banyak orang yang meminta diobati oleh Dencor, yang mungkin saja Dencor dianggap sebagai “orang pintar” pada kala itu. Pada cerpen ini, Arianto benar-benar berusaha menghadirkan refleksi mendalam mengenai kompleksitas kehidupan manusia dan beragam pengalaman emosional serta psikologis yang menyertainya.

Selanjutnya untuk tema tingkat egoik yang dibuktikan dengan Dencor si tokoh utama yang sangat mengharapkan pengakuan atau validasi bahwa dirinya “orang istimewa” sampai berusaha mencari ilmu nabi. Lalu untuk tema tingkat divine ditunjukan oleh pada penggalan kata “Neneq" yang berarti Tuhan. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Dencor yang merasa bahwa dirinya mendapatkan sebuah wahyu dari Tuhan untuk mencari ilmu nabi.

Pada penggolongan terakhir, yakni Tingkat Keutamaan yang terdiri atas tema mayor dan tema minor, cerpen ini memiliki tema yang cukup ciamik dengan pengemasan yang tersirat dalam ceritanya. Tema mayor cerpen ini ialah Keuletan dan keyakinan untuk menggapai suatu hal yang kita inginkan. Hal tersebut dianalogikan dalam kontekstualnya pada cerpen oleh Dencor yang mencari ilmu nabi Ibrahim, bahkan melakukan beribu cara agar bisa mendapatkannya. Lalu untuk tema minornya adalah kelebihan dibalik kekurangan. Lagi-lagi dimuat dalam bentuk analogi yakni kekurangan Dencor pada kakinya yang bengkok dan dianggap cacat oleh warga, namun tidak dengan Dencor sendiri yang justru menganggapnya sebagai keistimewaan karena dapat mengobati orang yang sakit.

Pemplotan
Pemplotan dalam cerpen “Mencari Ilmu Nabi” dapat dikaji berdasarkan beberapa kriteria yang membentuk struktur alurnya, yaitu berdasarkan urutan waktu, kriteria jumlah, dan kriteria kepadatan. Berdasarkan Urutan waktu, plot menjadi tiga jenis: plot lurus, plot sorot-balik dan plot campuran, yang menggabungkan keduanya. Cerpen “Mencari Ilmu Nabi” masuk kedalam plot campuran karena narasi cerita tidak hanya bergerak maju tetapi juga menampilkan kilas balik untuk menjelaskan latar belakang peristiwa secara lebih mendalam. Cerita dimulai dengan keadaan saat ini (Dencor yang tertarik mendengar aneka kisah nabi), kemudian melibatkan kilas balik untuk menggali latar belakang perjalanannya mencari ilmu ( Ia meminta ibunya bercerita tentang peristiwa yang terjadi selama dirinya dikandung.). Di bagian akhir, cerita kembali ke waktu sekarang (Dimana ia bersemangat memulai pencariannya setelah mendengar cerita semasa ia dikandung).

Kriteria Jumlah, terdiri atas plot tunggal dan sub-subplot, cerpen ini termasuk dalam plot tunggal karena hanya berfokus pada satu alur utama, yaitu tentang pencarian Dencor untuk menemukan ilmu Nabi Ibrahim. Meskipun terdapat beberapa elemen pendukung setiap peristiwa dan sub-plot yang muncul dirancang untuk mendukung perjalanan utama Dencor, baik dari segi keyakinannya, tantangan yang dihadapi, maupun reaksi orang-orang di sekitarnya terhadap usahanya. Dengan demikian, alur cerita tetap terfokus dan tidak terpecah, membuat narasi lebih padat dalam menggambarkan perjuangan Dencor untuk menemukan ilmu Nabi Ibrahim. Hal ini juga menunjukkan bahwa plot tunggal menciptakan kekuatan cerita yang terpusat pada satu garis naratif.

Kriteria Kepadatan terbagi menjadi plot padat, dan plot longgar. Cerpen “Mencari Ilmu Nabi” termasuk dalam plot padat dikarenakan cerpen ini memiliki beberapa elemen yang saling berkaitan dan berkontribusi pada pengembangan karakter dan teman utama. Setiap peristiwa yang dialami Dencor, mulai dari keyakinannya tentang kemampuan istimewa yang ia miliki hingga interaksinya dengan masyarakat sekitar, dirancang untuk mempertegas narasi utama, yaitu pencariannya terhadap ilmu Nabi Ibrahim. Keyakinan Dencor bukan hanya menjadi motivasi utama dalam cerita, tetapi juga menciptakan konflik dengan pandangan masyarakat yang meragukan atau bahkan menganggapnya aneh, Interaksi ini menggambarkan dinamika sosial yang memengaruhi perjalanan Dencor.

Penokohan
Penokohan dalam cerpen ini menjelaskan mengenai tokoh utama yang memiliki kaki bengkok serta tidak normal sejak lahir, yang mana membuatnya seringkali menjadi sasaran ejekan serta rasa kasihan dari masyarakat. Namun, Dencor tidak membiarkan kondisi fisiknya menghalangi cita-citanya. Ia memiliki semangat yang tinggi dan keyakinan yang kuat bahwa dirinya ditakdirkan untuk menemukan ilmu Nabi Ibrahim, seorang Nabi yang berhasil selamat dari api. Ketidakpeduliannya terhadap pandangan orang lain mencerminkan keberanian serta kepercayaan diri yang luar biasa. Dencor juga memiliki kemampuan untuk mengobati berbagai penyakit, yang ia temukan secara naluriah.

Ibu Dencor adalah seorang wanita yang penuh kesedihan, terjebak dalam kisah hidup yang penuh penderitaan. Sejak muda, ia menghadapi berbagai kesulitan, termasuk kematian suaminya yang tragis. Meskipun hidup dalam kesusahan, ia tidak pernah kehilangan kasih sayang kepada Dencor. Dalam setiap ceritanya, ia mengungkapkan perjuangannya saat mengandung Dencor, termasuk saat hampir mati hanyut di sungai. Baginya, semua itu adalah pengorbanan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan anaknya. Meskipun ia hanya bisa menceritakan kesedihan, Dencor menganggap ibunya sebagai sosok yang sakti, yang memiliki kekuatan kata-kata yang bisa mengubah nasib. Hal ini membuat Dencor semakin bertekad untuk menemukan ilmu yang diyakininya akan membawanya ke kebesaran.

Ayah Dencor adalah sosok yang tidak bertanggung jawab dan menjadi contoh kegagalan dalam hidup Dencor. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya di tempat perjudian daripada mengurus keluarganya. Karakter ayahnya digambarkan sebagai seorang pria yang egois dan tidak peka terhadap kebutuhan keluarganya. Kematian ayah Dencor, yang jatuh dari pohon enau saat Dencor masih bayi, menjadi momen yang merubah segalanya. Kepergian sang ayah meninggalkan trauma bagi ibunya dan Dencor. Meskipun Dencor tak mengenal ayahnya dengan baik, Dencor merasa terinspirasi untuk tidak melakukan kesalahan yang. Ia ingin menunjukkan bahwa ia bisa menjadi sosok yang lebih baik dan menemukan jalan yang lebih bermakna dalam hidupnya.

Warga di sekitar Dencor sering kali menunjukkan sikap skeptis dan merendahkan. Mereka melihat Dencor dengan rasa kasihan, menganggap kakinya yang bengkok sebagai pertanda kesialan. Meskipun mendengar berbagai cerita luar biasa tentang Dencor, mereka tetap tidak percaya bahwa ia memiliki kelebihan atau kemampuan lebih dari orang biasa. Pandangan sempit ini menciptakan jarak antara Dencor dan masyarakat, membuatnya merasa terasing dan diabaikan. Sikap sinis dan merendahkan mereka justru semakin memotivasi Dencor untuk membuktikan bahwa ia bisa melampaui batasan yang ditetapkan oleh orang-orang di sekitarnya.

Terdapat teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh penulis untuk menggambarkan tokoh Dencor. Penulis menggunakan teknik ekspositori untuk menggambarkan tokoh Dencor melalui fisiknya. Dencor memiliki kaki yang bengkok dan berbentuk tidak normal sejak ia lahir ke dunia. Penulis juga menggunakan teknik dramatik yang di dalamya terdapat teknik lain seperti teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, dan teknik pelukisan fisik. Melalui teknik dramatis penulis melukiskan tokoh Dencor ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi, menerima keadaannya, dan memiliki keyakinan yang besar. Namun, banyak warga yang berdebat dan mengasihani Dencor karena mereka menyayangkan Dencor tidak dibawa ke rumah seorang tukang urut untuk menyempurnakan Kembali tulang-tulangnya. Para warga juga menganggap Dencor gila karena ia menghilang dari desanya untuk mencari ilmu Nabi.

Pelataran
Cerita “Mencari Ilmu Nabi” memiliki beberapa jenis pelataran yang memperkaya alur dan karakter dalam cerita, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Dalam data “Namun, para warga yakin kelebihan itu hanya didapatkan jauh di masa lalu, tidak dalam kehidupan seorang warga di kampung terpencil dekat hutan di masa sekarang ini.”Dalam data tersebut diketahui bahwa terdapat latar tempat yaitu kampung terpencil dekat hutan.

Ada pula beberapa kalimat yang menunjukan latar waktu “Tengah malam, pemuda itu terbangun di berugak tempat ia berbaring karena ia mendengar lolongan anjing di dekatnya.” kalimat tersebut menunjukkan latar waktu yaitu tengah malam, sedangkan kalimat “Ibunya sangat menyesal pada cerita panjang lebarnya malam itu ketika besok paginya dan besoknya lagi Dencor benar-benar tidak dilihat oleh siapa pun dimana pun.” menunjukan waktu di pagi hari.

Adapun latar sosial dikarenakan perdebatan tentang kaki Dencor ini sering terjadi dan berujung pada para warga akan mengasihani Dencor, seakan kepincangan yang Dencor alami adalah kesialan terbesar yang ia alami dalam hidupnya. Adanya kepercayaan warga terkait penyebab bengkoknya kaki Dencor yang dikaitkan dengan kisah spiritual, mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat setempat.

Penyudut Pandangan
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen berjudul “Mencari Ilmu Nabi” karya Arianto Adipurwanto adalah sudut pandang persona ketiga. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kata “Dia” dalam beberapa kalimat. Salah satunya ada dalam kalimat ‘Dencor menguping kisah itu dan tanpa diketahui oleh siapapun, Ia diam-diam ingin menemukan ilmu apa yang dimiliki nabi itu sampai bisa tak tersentuh api’. Penggunaan pronomina ketiga “Ia” menunjukkan bahwa sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga.

Penutup

Tema cerpen “Mencari Ilmu Nabi” karya Arianto Adipurwanto menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia melalui penggolongan tema Dikotomis, Pengalaman Jiwa, dan Tingkat Keutamaan. Tema mayor dalam cerpen ini adalah keuletan dan keyakinan untuk meraih impian, sedangkan tema minornya menyoroti kelebihan di balik kekurangan. Melalui perjalanan Dencor, penulis menunjukkan bahwa kekurangan fisik tidak menjadi hambatan untuk meraih sesuatu cita-cita. Dalam cerpen ini menggunakan sudut pandang persona ketiga dibuktikan dengan adanya kata “dia” dalam beberapa kalimat, terdapat pula beberapa jenis latar, pertama Latar tempat mencakup kampung terpencil dekat hutan. Latar waktu ditunjukkan melalui penggambaran waktu malam dan pagi, seperti saat Dencor terbangun tengah malam dan saat ibunya menceritakan kisah panjang di malam hari. Latar sosial tercermin dari pandangan masyarakat yang mengasihani Dencor, dengan adanya kepercayaan spiritual yang mengaitkan kekurangan Dencor dengan kesialan mencerminkan nilai-nilai budaya dan persepsi sosial yang ada di masyarakat sekitar Dencor.

Pemplotan cerpen “Mencari Ilmu Nabi” menggunakan plot campuran, yang menggabungkan alur maju dengan kilas balik untuk memberikan latar belakang cerita yang mendalam. Cerpen ini memiliki plot tunggal yang berfokus pada perjalanan Dencor mencari ilmu Nabi Ibrahim, dengan narasi yang terpusat dan mendukung alur utama. Dari segi kepadatan, plot cerpen ini tergolong padat karena setiap elemen cerita saling berkaitan. Cerpen “Mencari Ilmu Nabi” menggambarkan Dencor, tokoh utama sebagai sosok percaya diri dan berani yang tetap teguh dalam mengapai cita-citanya meski memiliki kekurangan. Ibunya penuh kasih sayang meski hidup dalam kesedihan, sementara ayahnya digambarkan sebagai pria yang tidak bertanggung jawab. Skeptisisme masyarakat justru memotivasi Dencor untuk membuktikan dirinya. Penulis melukiskan Dencor menggunakan teknik ekspositori untuk mendeskripsikan fisiknya yang bengkok, serta teknik dramatik seperti cakapan, tingkah laku, pikiran, perasaan, dan reaksi tokoh.

Sumber foto: Jawa Pos

Penulis: Danur, Najwa, Naura, Nisrina, dan Shofa

1 Like