Memimpikan Sebuah Mimpi

BAGIAN 1

“Yang lolos ke babak selanjutnya adalah … “ Jantung Haikal berdetak cepat saat menunggu MC melanjutkan kalimatnya.

Sekarang adalah saat yang menentukan apakah Haikal yang akan lolos ke babak selanjutnya atau harus pulang. Waktu terasa begitu lambat. Entah karena MC yang memang mengulur waktu atau karena rasa tidak sabar ingin mendengar kelanjutan kata dari MC.

“Selamat untuk …” rasanya Haikal ingin mengutuk MC sekarang karena tidak menyelesaikan kalimatnya dengan cepat. Kaki haikal mulai melemas dan perutnya tiba-tiba terasa sakit.

“NAURA!” dengan penuh keceriaan MC menyebutkan nama yang lolos ke babak selanjutnya.

Haikal sudah menyiapkan diri sejak awal untuk tidak kecewa jika yang disebutkan MC bukan namanya. Namun tetap saja, rasa kecewa kini dirasakannya. Bukan kecewa dengan keputusan juri namun kecewa dengan dirinya sendiri. Kenapa dia bisa salah nada saat tampil? Kenapa dia tidak bisa menampilkan yang terbaik? Kenapa dia lagi-lagi membuat kecewa keluarganya?

“Untuk para juri, mungkin ada yang ingin disampaikan?” MC Kembali berbicara setelah sesaat memberikan waktu kepada pihak yang lolos untuk merayakannya.

“Untuk Haikal, jangan pantang menyerah. Kamu punya suara yang khas, lebih diolah lagi teknik menyanyinya. Percaya! Suatu saat nanti mimpimu pasti akan terwujud. Mungkin bukan lewat audisi ini, tapi masih banyak jalan lain.” Haikal hanya mampu tersenyum dan mengangguk saat mendengar kata-kata dari salah satu juri.

Saat di belakang panggung, Haikal langsung memeluk mamanya dan meminta maaf karena gagal untuk ke sekian kalinya. Lelah rasanya. “Tidak perlu minta maaf ke mama. Haikal udah melakukan yang terbaik kok.” Ucapan mamanya kali ini masih belum ampuh untuk menghilangkan rasa kecewanya.

“Kita pulang aja sekarang ya? Nanti mama masakkan makanan favorit Haikal.” Haikal hanya mengangguk.

Saat berjalan untuk keluar studio Haikal dan mamanya melihat Naura dengan salah satu juri sedang berbincang. “Makasih om, berkat om Naura bisa lolos ke babak selanjutnya.” Meskipun agak jauh, namun Haikal masih dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Naura. “Sama-sama. Ucapkan terima kasih juga ya ke mamamu karena sudah bersedia jadi sponsor tetap diacara ini.”

Haikal langsung menengok ke mamanya. Mereka saling pandang dengan pikiran yang sama. Mamanya tiba-tiba tersenyum dan merangkul Haikal sambal berbisik “Sabar, mungkin ini emang bukan jalanmu. Nanti kita cari jalan lain ya,” Sakit rasanya. Saat ternyata kamu gagal bukan karena kemampuanmu yang kurang tapi karena ketidakadilan.

Jika dipikir kembali, memang ada yang aneh dengan audisi tadi. Haikal hanya salah nada pada saat memasuki reff saja. Sedangkan Naura, dia lupa lirik saat tampil. Bukankah lebih parah Naura? Bahkan dia sampai terdiam diatas panggung selama 30 detik karena lupa lirik.

‘Apakah mimpiku terlalu tinggi? Apakah mimpi ini tidak cocok untukku?’ itulah yang terbesit dibenak Haikal saat itu.

“Oh ya, mama lupa bilang kalo di rumah ada Raka, Jordan, sama Naufal. Katanya ada yang mau dibicarain penting.”

“Iya ma, tadi mereka juga udah ngabarin Haikal lewat pesan”


(RUMAH HAIKAL)

“Anggap aja rumah sendiri ya” ucap Haikal saat memasuki rumah.

“Hai kal, iya kita udah anggap kayak rumah sendiri kok”

Bungkus makanan berserakan, televisi yang menampilkan film horor, dan bantal sofa yang berada di lantai itulah keadaan ruang tamu rumah Haikal saat ini.

“Sini kal, ada yang mau kita bahas”

“Apa?” balas Haikal yang sudah duduk di samping Jordan.

“Bu Gita minta kita buat tampil waktu perpisahan, gimana?” Raka menjelaskan maksud kedatangan mereka saat itu.

“Band?”

“Ya apalagi, sulap? Boleh sih, Nanti kita hilangin Naufal.” Jordan menjawab dengan tatapan yang masih fokus ke film.

“Enak aja kalau ngomong” balas Naufal sambal melempari Jordan dengan kulit kacang.

“Aku gak ikut dulu deh.” Semua serentak menengok ke Haikal.

“Kenapa?” tanya Raka. Pasalnya diantara mereka berempat yang biasanya paling semangat itu Haikal.

“Mau ganti cita-cita. Kayaknya emang dunia musik bukan duniaku” Haikal bersandar pada sofa dan memejamkan mata.

“Jangan gitulah kal. Kita bertiga udah terlanjur setuju nih”

“Padahal kita setuju juga karena tau kalau teman kita yang satu ini bakal senang.” Setelah mengatakan itu, Naufal berdiri dan duduk di samping Haikal.

“Kalian bertiga aja” Haikal menjawab dengan masih memejamkan matanya.

“Ayolah kal, nanti Naufal nangis kalo kita batal ikutan” Jordan ikut membujuk Haikal. Naufal yang mendengar pun melempari Jordan dengan tatapan sinis.

“Kal, kali ini aja. Nanti berhentinya setelah perpisahan aja” Raka berusaha membujuk Haikal lagi karena dia yang bertanggung jawab ke Bu Gita.

“Iya iya, tapi jangan jadi vokalis ya. Drummer aja” Haikal pun akhirnya setuju.

“Boleh boleh, nanti biar Raka aja yang jadi vokalis” Naufal tidak lagi memaksa Haikal untuk menjadi vokalis.

“Oke sip” Jordan menyetujuinya. “Oke aku kabari Bu Gita dulu kalau kita setuju buat tampil.” Raka langsung membuka HP.

“Katanya tadi udah setuju, makanya maksa” Haikal merasa ada yang aneh di sini. “Sebenarnya sih, belum. Yang tadi itu bohong” Raka menjawab dengan senyum lebarnya. “Benar benar ya kalian. Kompak banget” Haikal berbicara dengan muka datarnya.

“Eh ini Bu Gita tanya, apa nama grub kita”

“Hanajoka aja gimana?” Jordan memberi ide. “Hanajoka? Artinya apa?” Naufal bertanya sambil memakan kacang. “Haikal Naufal Jordan Raka”

“apa apaan! Kirain ada artinya, gantilah” Raka tidak setuju

“Gimana kalau Dream aja?” Naufal tiba-tiba memberi ide. “Dream? Apaan itu?” Haikal tertarik karena mengira jika itu semacam alat music drum. “itu loh yang artinya mimpi”

“Itu dibacanya drim bukan dream, Naufal sayang” Raka membalas dengan memberi senyuman yang lebar namun terlihat terpaksa. “Lagian dapat ide dari mana sih?”

“Tuh dari pajangan dinding” ucap Naufal sambil menunjuk pajangan dengan dagu. “Makanya kalau pelajaran Bahasa Inggris tuh dengerin, jangan malah ditinggal tidur.”

Jordan mulai berdiri dan memandang Haikal “Kal, didapur ada minum?” lanjut Jordan. “Ada, ambil aja di dapur” Jordan berlalu menuju dapur.

Di dapur ia bertemu dengan ibunya Haikal. “Tante, aku disuruh Haikal buat ambil minum.” Mama Haikal menengok dan bertanya “Loh, dari tadi kalian belum disediain minum sama ayahnya Haikal?” Mama Haikal menuju kulkas dan menyiapkan mereka es teh.

“Seperti biasa kan? Es teh manis?” Mama Haikal menengok pada Jordan. “Iya tan, hapal banget sih tan” Jordan menjawab tanpa merasa canggung. “Tan, boleh minta tempe gorengnya?” Jordan merasa tertarik dengan tempe goreng yang baru saja Mama Haikal angkat dari penggorengan. “Iya, ambil aja. Sama sekalian itu yang di atas meja, bawa kedepan ya.” jawab Mama Haikal. “Siap tante”

Naufal, Jordan, dan Raka tidak canggung lagi apabila di rumah Haikal karena sudah terlalu sering berkumpul di rumah Haikal. Begitu pula jika mereka berkumpul di rumah satu sama lain. Orang tua masing-masing pun juga tidak mempermasalahkannya.

“Jadi gimana ini? Mau Hanajoka atau Dream?” Raka Kembali bertanya. “Hanajoka aja deh, sedikit alay tapi okelah.”

“Oke jadi Namanya Hanajoka ya”

“Oh ya, ajakin adekmu sekalian Rak” tiba-tiba ide itu muncul di benak Naufal karena biasanya mereka bermain dengan 5 orang bersama adiknya Raka. “Leo? Emangnya boleh kalo sama adik kelas?” tanya Raka. “Tanya Bu Gita aja”

“Yang lain gimana nih? Pada setuju?”

“Boleh, lagian kita biasanya juga berlima kan” Jordan menjawab . Sedangkan Haikal hanya mengangguk.

“Oke, tanya ke Bu Gita dulu” HP yang tadi diletakkan di meja kembali diambil untuk bertanya ke Bu Gita “boleh nih katanya.”

“Oke lusa kita latihan ya” yang lain menyetujuinya.

(Bersambung)

2 Likes

Ditunggu kelanjutannya…