Linguistik Bandingan Historis (Linguistik Historis Komparatif) adalah suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Linguistik Bandingan Historis mempelajari tentang data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Dari data-data tersebut akan dibandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu.
Tujuan dan kepentingan Linguistik Bandingan Historis, antara lain yaitu:
-
Mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.
-
Mengadakan rekontrusi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa purba (bahasa-bahasa proto) atau bahasa-bahasa yang menurunkan bahasa kontemporer.
-
Mengadakan pengelompokan (sub-grouping)
-
Akhirnya Linguistik Historis Komparatif juga berusaha untuk menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa-bahasa proto (pusat penyebaran = Homeland = Centre of Gravity = Negri Asal) dari bahasa-bahasa kerabat, serta menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi.
Klasifikasi genetis atau biasa disebut klasifikasi genealogis merupakan proses pengelompokan bahasa-bahasa sebagai hasil dari linguistik bandingan historis. klasifikasi ini merupakan hasil yang dicapai dari tujuan yang ketiga, yaitu Mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa.
Kriteria morfologis digunakan sebagai faktor penguat. Bila dibanding klasifikasi tipologis, klasifikasi genealogis memperoleh kesepakatan yang merata, kecuali dalam hal-hal kecil. Kelompok atau rumpun bahasa yang disimpulkan adalah: (Rumpun Indo Eropa, Rumpun Semito-Hamit, Sup rumpun semit, Chari-Nil, Dtavida, Austronesia, Austro-Asiatik, Finno-Ugris, Altai, Paleo-Asiatis (Hiperboreis), Sino-Tibet : Cina, Tai, Tibeto-Burma, Yenisei-Ostyak, Kaukasus, Bahasa-bahasa Indian, Bahasa LAIN.
Ciri-ciri Klasifikasi genetis
Non-arbitrer : hanya ada satu dasar saja yang digunakan untuk mengadakan klasifikasi ini yaitu berdasarkan garis keturunan. Bahasa dianggap diturunkan dari bahasa yang lebih tua dan bahasa yang lebih tua diturunkan lagi dari bahasa yang lebih tua sebelumnya. Garis keturunan dianggap diwariskan dari proto sebelumnya.
Ekshaustif (tuntas) : dengan mempergunakan garis keturunan, semua bahasa di dunia dapat dikelompokkan dalam rumpun-rumpun, sub-rumpun, dan kelompok tertentu. Dengan ini tiap bahasa sudah jelas kedudukannya.
Unik : tiap bahasa hanya memiliki keanggotaan tertentu dan tidak mungkin bahasa menjadi anggota dari rumpun bahasa yang berlainan.
Walau klasifikasi genetis didasarkan pada garis keturunan tetapi ia juga menggunakan krtireia tipologi yaitu: bunyi-arti, kriteria yang didasarkan pada bidang leksikal.
Sejarah Linguistik Bidang Historis, kita akan memahami bagaimana usaha para peneliti dalam menempatkan kedudukan bahasa-bahasa Nusantara dalam Kaleidoskop bahasa-bahasa di dunia. sejarah perkembangan Ilmu bahasa dalam abad XIX dan pada awal abad XX dapat dibagi dalam beberapa periode sebagai dikemukakan dibawah ini.
Periode I (1830-1860) Dimulai dengan Franz Boop (1791-1867) dan diakhiri dengan August Schleicher. Tokoh yang meletakkan dasar-dasar Ilmu Perbandingan adalah Franz Bopp. Franz Bopp membandingkan akhiran-akhiran dari kata-kata kerja dalam bahasa Sansekerta, Yunani Latin, Persia, dan German, yang diterbitkan pada tahun 1816.
Periode II (1861-1880) Periode ini dimulai dengan seorang tokoh terkemuka August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang terkenal Compedium der vergleichenden Grammatik. Didalam buku ini memuat semua hasil yang telah diperoleh sejauh itu, disamping itu ia juga mengemukakan pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Kemudian pada tahun 1866 ia mencetuskan Stammbaumtheorie, yang didalamnya ia melihat adanya organisme bahasa yang kemudian berkembang lebih jauh yaitu akar kata. Ciri dari bahasa fleksi sendiri ialah kata-kata berkembang dari satu suku kata sebagai akar menjadi kata-kata baru berdasarkan perubahan-perubahan paradigmatis dan derivasional.
Periode III (1880-akhir abad XIX) Periode ini memuncukan kelompok ahli tata bahasa yang bernama Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Kelompok ini tertarik akan hukum-hukum bunyi yang telah dirumuskan oleh Jakob Grimm. Mereka juga menambah lagi kaidah-kaidah baru pada hukum-hukum bunyi yang sudah ada: “Bunyi-bunyi berubah menurut Hukum Bunyi tertentu tanpa kecuali (ausnahmlos)”. Tokoh aliran ini antara lain K. Brugmann (1848-1919), Osthoff, dan Leskien. Mereka juga menarik pemuda untuk belajar disana, dan salah satunya menjadi tokoh linguis Amerika terkenal yaitu Leonard Bloomfield.
Periode IV (awal abad XX) Pada abad ini Ilmu Bahasa sebenarnya sudah dimulai dengan penemuan dari abad XIX. Pada awal abad XX baru menemukan bentuk khas yang pada abad XIX belum memberi ciri khusus sebagai aliran yang khas. Sebab itu pada awal abad XX lahir bermacam-macam aliran baru dalam Ilmu Bahasa. Aliran-aliran yang terpenting adalah:
-
Fonetik berkembang sebagai suatu studi ilmiah. Sejalan dengan perkembangan itu para ahli mencurahkan pada penelitian atas dialek-dialek. Untuk itu dikembangkan metode-metode yang dipinjam dari sisologi dan fisika (elektro-akustik).
-
Sejalan dengan perkembangan studi atas dialek-dialek dengan mempergunakan metode-metode fisiologi, fisika, dan psikologi, maka muncul pula cabang baru dalam Ilmu Bahasa yaitu Psikolinguistik dan Sosiolinguistik.
-
Aliran lain yang muncul di awal abad XX adalah aliran Praha, yang muncul sebagai reaksi terhadap studi bahasa yang terlalu halus sampai kepada bahasa individual (idiolek). Mereka lebih menekankan bahasa yang sebenarnya, yaitu keseluruhan bentuk dan makna, dengan menekankan fungsi bunyi, sedangkan ciri-ciri fisiologis adalah soal kedua. Aliran ini berorientasi pada gurunya Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure (1857-1913) mengembangkan studi bunyi bahasa dan bentuk bahasa dengan tulisannya yang terkenal Mmemore sur le Systeme primitive des Voyelle dans le Leanguages Indo-Europeennes (1879).
Berhasil dan tidaknya Linguistik Historis Komparatif banyak tergantung dari kesimpulan yang dihasilkan dalam Linguistik Deskriptif. Sebaliknya kesahihan yang dihasilkan dalam Linguistik Deskriptif tergantung dari kecermatan pencatat data-data di lapangan. Sebab itu dapat dikatakan bahwa keberhasilan Linguistik Historis Komparatif tergantung dari pencatat data di lapangan. Nilai data di lapangan itu sama dengan artefak pada arkeologi. Data dari bahasa yang ada sekarang dianggap sebagai cerminan keadaan bahasa pada masa lampau. Sebab linguistik Historis Komparatif berkaitan erat dengan Linguistik Deskriptif, atau data kontemporer pada bahasa sekarang.
disarankan dari buku Linguistik Bandingan Historis, karya Keraf, halaman 25-31
daftar pustaka
Keraf, Gorys. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia