Mari Kita Mengenal Makna Denotatif dan Konotatif

Halo sobat! Kali ini saya membawa materi yang cukup menarik, yaitu mengenai Makna Denotatif dan Konotatif. Yuk disimak ya!

Sebelumnya, makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa yang di tuturkan. Menurut Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa makna merupakan suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam unsur-unsur penting dalam situasi saat penuturnya berujar. Tentunya makna memiliki berbagai jenisnya, jenis makna atau tipe makna dapat diartikan sebagai istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut suatu macam makna tertentu yang dilihat dari sudut pandang atau kriteria tertentu. Oleh karena kriterianya atau sudut pandangnya dapat berbagai macam, maka dalam berbagai sumber kita dapati berbagai istilah untuk menyebut ragam makna itu. Sesuai dengan pendapat Pateda (1986) telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna. Dan kali ini akan membahas mengenai makna denotatif dan konotatif.

Makna denotatif merupakan makna kata atau kelompok kata yang didasarkan menurut hubungan lugas antarsatuan bahasa dan wujud di luar yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat (Mansoer, 1999:98). Makna denotatif ini sering disebut dengan makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif. Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referansial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan mengenai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, pendengaran, penciuman, pendengaran, maupun perasaan. Jadi, makna denotatif menyangkut berbagai hal yang objektif.

Sedangkan makna konotatif merupakan makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Makna konotatif pada sebuah kata dapat berbeda-beda maknanya dari satu kelompok dengan kelompok lainnya tergantung dengan pandangan hidup suatu kelompok tersebut. Makna konotatif juga berubah dari waktu ke waktu mengikuti berkembangnya zaman.

Persamaan dari makna denotatif dan konotatif merupakan makna atau arti dalam sebuah kata. Sedangkan, pembeda atau perbedaan antara makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidaknya “nilai rasa” dalam suatu kalimat, istilah ini berasal dari Slamet Mulyana (1964). Dalam setiap kata, terutama pada kata yang disebut dengan kata penuh, memiliki makna denotatif, namun tidak setiap kata tersebut memiliki makna konotatif. Sebuah kata disebut memiliki makna konotatif jika pada kata tersebut terdapat “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika sebuah kata tidak memiliki nilai rasa seperti itu maka dapat dikatakan tidak memiliki konotasi. Atau bisa disebut juga berkonotasi netral.

Sebagai contoh, pada kata kurus, langsing, dan kerempeng. Ketiga kata ini mempunyai makna denotatif yang sama, yaitu bentuk tubuh atau besar tubuh yang kurang dari ukuran normal. Tetapi, ketiga kata tersebut memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata kurus yang memiliki makna konotasi netral, kata langsing memiliki konotasi atau nilai rasa positif dan sebaliknya kata kerempeng memiliki nilai rasa atau konotasi negatif, hal ini didasarkan pada pandangan masyarakat. Contoh lain yaitu pada kata perempuan dan wanita, walaupun kedua kata tersebut memiliki makna denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa yang bukan laki-laki, namun pada saat ini kedua kata tersebut memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata perempuan memiliki nilai rasa lebih rendah dibandingkan dengan kata wanita. Pandangan masyarakat mengenai nilai atau norma budaya yang berlaku dalam masyarakat mengakibatkan dua kata tersebut yang memiliki makna denotatif yang sama dapat menjadi berbeda “makna keseluruhannya”.

Jadi, makna denotatif juga sering dikatakan sebagai makna dasar, makna pusat, atau makna asli, sedangkan makna konotatif disebut dengan makna tambahan. Penggunaan makna dasar, makna pusat, atau makna asli untuk menyebutkan makna denotatif rasanya bukan menjadi suatu persoalan, namun penyebutan makna tambahan untuk makna konotatif mungkin perlu sedikit dikoreksi, dalam hal ini hanya tambahan yang sifatnya memberikan nilai rasa, baik mengandung nilai positif maupun negatif, atau bahkan berkonotasi netral. Makna konotatif yang berbeda di setiap golongan masyarakat dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi sifat manusia untuk selalu memperhalus pemakaian bahasa. Karena itu, manusia haruslah selalu mengusahakan untuk membentuk kata atau istilah baru untuk mengganti suatu kata yang memiliki atau berkonotasi negatif.

Referensi:
Chaer, A. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Revisi). Bandung: Rineka Cipta.
Chaer, A., & Muliastuti, L. (2014). Makna dan semantik. Semantik Bahasa Indonesia, 1-39.t
Muzaiyanah, M. (2012). Jenis Makna dan Perubahan Makna. Wardah, 13(2), 145-152.
Resmini, N. BBM 8 Unsur Semantik dan Jenis Makna.