LOGIKA, EMOTIF , dan MAKNA

FAKTOR LOGIKA DAN EMOTIF DALAM MAKNA

A. Kata yang Batas Maknanya Kabur
Selama berabad-abad penulis dan pemikir selalu kritis terhadap kekurangan-kekurangan bahasa, keluhan mereka kadang-kadang tersembunyi dalam istilah-istilah umum, tetapi kadang-kadang secara khusus, katalah yang dianggap sebagai biang keladinya.
Suatu kata akan memiliki makna yang kabur disebabkan oleh hal-hal berikut.

  1. Sifat umum pada kata
    Kecuali nama diri dan sejumlah kecil nomina yang mengacu benda-benda yang unik, setiap kata menunjuk tidak hanya satu melainkan suatu kelompok hal atau peristiwa yang terikat menjadi satu atau oleh sesuatu unsur yang umum
  2. Kemultigandaan kata
    Kata-kata yang kita miliki tidak pernah homogen seratus persen, bahkan kata yang paling sederhana pun mempunyai berbagai makna bergantung pada konteks, situasi, dan kepribadian penuturnya.
  3. Kekurangjelasan batas-batas dalam dunia yang ada di luar bahasa
    Terdapat batas sesuatu yang ditunjuk oleh kata tidak jelas batasnya.
  4. Kekurangakraban kita dengan hal atau benda yang diacu oleh kata
    Kata-kata kajian adalah contohnya

B. Overtone Emotif
Bahasa tidak hanya wahana komunikasi, tetapi juga alat untuk mengekspresikan emosi dan untuk memengaruhi orang lain. Tiap bahasa mempunyai nilai emotif. Selain itu, tiap bahasa bermaksud untuk mengomunikasikan sesuatu. Jika seseorang memang benar-benar tidak mempunyai sesuatu untuk dikatakan maka dia tidak mengatakan apa-apa.
Ogden dan Richards membedakan dua penggunaan bahasa sebagai berikut.

  1. Simbolik dan referensial
    Digunakakan pada pernyataan (statement), perekaman (recording), dukungan (support), organisasi dan komunikasi dari referensi-referensi.
  2. Emotif
    Digunakan untuk mengekspresikan atau melepaskan parasaan dan sikap

C. Sumber-Sumber Overtone Emotif

  1. Faktor fonetis
    Struktur fonetis sebuah kata dapat menyebabkan efek emotif. Hal itu dipengaruhi oleh harmoni intrinsik antara bunyi dan pengertian.
  2. Konteks
    Setiap kata yang paling umum dan prosaik, dalam konteks-konteks tertentu mungkin dikelilingi oleh unsur emotif. Sebuah nomina konkret seperti “tembok” misalnya akan dipakai pada situasi yang tak terhitung banyaknya dengan cara yang paling netral dan wajar, namun kata ini mampu pula memperoleh overtone yang kuat
  3. Slogan
    Kata-kata dan slogan-slogan politik begitu banyak dibebani emosi tertentu sehingg mendesak makna objektifnya.
  4. Derivasi Emotif
    Ada sufiks-sufiks tertentu – diminutif (pengecilan), augmentatif (pembesaran, poyoratif (perendahan) dsb – yang menambah nada emotif atau nilai rasa terhadap makna stem atau bentuk sasarnya.
    Contoh: murahan
  5. Elemen Evaluasi
    Beberapa kata mengandung suatu elemen evaluasi yang berada di atas atau mengatasi makna utamanya.
    Contoh: kata gubuk
  6. Nilai Emotif
    Ada kata-kata yang fungsi utamanya adalah mengekspresikan evaluasi atau nilai emotif. Contoh: baik, lucu, bodoh dan lawan dari kata-kata itu. Dalam kata-kata seperti itu unsur emotif lebih dari sekadar overtone. Kata-kata seperti itu dipakai untuk menilai sifat atau keadaan seseorang atau benda.
  7. Nilai Evokatif
    Banyak kata yang meminjam keekspresifan dan efek emotifnya dari asosiasi-asosiasi yang dihasilkan. istilah-istilah yang khusus dipakai dalam lingkungan atau tingkat gaya tertentu akan membangkitkan kesan lingkungan itu.

D. Perabot Emotif
Setiap bahasa mempunyai perabot khusus, biasa disebut perabot emotif yang dapat memperkuat atau membangkitkan signifikansi emotifnya suatu kata. Perabot semacam ini kadang-kadang bersifat universal, kadang-kadang juag hanya khusus terdapat pada sesuatu bahasa. Perabot emotif digolongkan dalam tiga kelompok yaitu perabot fonetik, leksikal, dan sintaksis.

  1. Perabot fonetik
    Di bawah suatu tekanan emosi tertentu, bentuk suatu kata bisa diubah dengan berbagai cara.
  2. Perabot leksikal
    Perabot leksikal yang paling potensial yang tersedia untuk tujuan-tujuan emotif dan ekspresif adalah bahasa figuratif (kias). Perabot ini beroperasi baik secara eksplisit dengan cara perbandingan maupun secara implisit dengan metafora. Bisa juga melalui sesuatu yang dibesar-besarkan (hiperbol)
  3. Perabot sintaksis
    Salah satu perabot emotif yang sangat penting dalam sintaksis adalah urutan kata. Contohnya adalah penempatan adjektiva dalam bahasa Prancis. Banyak adjektiva dalam bahasa Perancis yang dapat mendahului atau mengikuti nomina bergantung apakah adjektiva itu dipakai secara emotif atau secara objektif. Oleh para pengarang, penempatan adjektiva yang biasanya terletak di belakang nomina, ke muka nomina itu, dapat dipakai untuk mencari efek ironi. Dalam bahasa Indonesia, sudah lama dikenal bahwa penempatan kata ke bagian depan kalimat ada hubungannya dengan pementingan kata tersebut. Nilai emotif dari adjektiva dalam posisi terbalik itu dapat diperkuat dengan mengulangnya.

E. Hilangnya Makna Emotif
Beberapa overtone emotif sifatnya hanya sesaat, kontekstual, atau sama sekali subjektif. Ada pula yang bersifat konstan dalam suatu periode tertentu tetapi dapat dilemahkan atau menghilang oleh waktu. Berikut ini faktor-faktor yang dapat mengurangi atau merusak overtone itu.

  1. Kehilangan relevansi
    Slogan atau kata-kata kunci yang muncul di panggung politik, seni, filsafat, dan lainnya kehilangan relevansinya karena perubahan zaman dan keadaan dan tidak lagi menimbulkan perasaan kuat. Contohnya, pada zaman revolusi fisik ada ungkapan ,merdeka atau mati. Ungkapan ganyang imperialisme hanya hidup di zaman Sukarno. Kata-kata semacam itu tidak lagi menumbuhkan rasa emotif pada angkatan muda sekarang.
  2. Hilangnya motivasi
    Hilangnya motivasi dapat juga mengikis warna emotif pada kata. Kata-kata yang tidak lagi dirasakan onomatopisnya akan kehilangan keekspresifan yang diperoleh dari hubungan antara nama dan pengertiannya.
  3. Hukum penyusutan
    Makin sering kita mengulang istilah atau frasa yang ekspresif, akan makin kuranglah keefektifannya. Hal ini terutama dapat dilihat pada bahasa figuratif. Pengulangannya terus-menerus telah menurunkan nilai perbandingan dan metafora. Ada frasa-fasa perbandingan atau metafora yang dulu sangat ekspresif, sekarang tinggal berupa klise saja.
  4. Digunakan secara umum
    Kata-kata dapat kehilangan daya evokatifnya begitu ia terlepas dari lingkunga yang terbatas masuk ke dalam pemakaian yang umum oleh banyak orang.