** PENGENALAN LINGUISTIK BANDINGAN HISTORIS**
PENGERTIAN:
Linguistik Bandingan Historis (Linguistik Historis Komparatif) adalah suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Disiplin ilmu ini mempelajari tentang data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Menurut pendapat Keraf (1996) pada bukunya yang berjudul Linguistik Bandingan Historis tujuan dari Linguistik bandingan historis adalah memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu.
Menurut pendapat Yendra (2018) pada teorinya mengemukakan bahwa Linguistik historis komparatif atau linguistik bandingan historis memiliki fokus kajian mengenai hubungan kesamaan antara asal bahasa yang berasal dari rumpun yang sama. Pendapat Mualita (2015) melalui artikel tulisannya berpendapat bahwa LHK adalah cabang ilmu linguistik yang memiliki tujuan untuk mengkaji hubungan kekerabatan antarbahasa, dengan memperhatikan perbedaan unsur-unsur bahasa (bunyi vokal, bunyi konsonan. Sedangkan Berdasarkan prinsipnya Keraf (1990) berpendapat bahwa bahwa lingusitik historis komparatif mendeskripsikan tentang perkembangan bahasa dan kekerabatan bahasa yang ada di dunia
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas mengenai linguistik bandingan historis dapat disimpulkan bahwa Linguistik bandingan historis atau linguistik historis komparatif merupakan disiplin ilmu yang mengkaji mengenai perbandingan antara satu bahasa dengan bahasa lain yang ada di dunia, yang dikaji dalam perbandingan tersebut adalah hubungan kesamaan dan perbedaan, unsur kekerabatan antar bahasa, unsur bunyi bahasa dan perkembangan antar bahasa.
SEJARAH:
Sejarah dalam perkembangan kajian Linguistik Bandingan Historis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa periode. Dalam setiap periode memiliki tokoh utama dan juga temuan-temuan penting di dalamnya. Pembangian periode sejarah kajian Linguistik Bandingan Historis antara lain yaitu:
a. Periode I (1830-1860)
Periode ini dimulai dengan Franz Bopp (1791-1867) dan diakhiri dengan August Schleicher. Suatu hasil yang penting dalam periode ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Friedrich von Schlegel (1772-1829) seperti yang dituangkannya dalam bukunya Uber die Sparche und Weisheit den Inder (1808) ia membagi bahasa di dunia atas dua kelas yaitu bahasa fleksi dan bahasa berafiks. Kemudian August von Schlegel menambahkan kelas tipologis yang ketiga menjasi: bahasa fleksi, bahasa berafiks, dan bahasa tanpa struktur gramatikal.
Wilhelm von Humboldt (1767-1835) mengemukakan bahwa suatu klasifikasi atas bahasa-bahasa di dunia yang diterima sebagai penyempurnaan dari klasifikasi von Schlegel. Klasifikasinya sendiri merupakan istilah yang lazim dipakai sampai sekarang yaitu: bahasa isolative (mengantikan bahasa tanpa struktur gramatikal), bahasa fleksi, bahasa aglutinatif (menggantikan bahasa berafiks), dan bahasa komparatif
b. Periode II (1861-1880)
Periode ini dimulai oleh August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang terkenal Compedium der vergleichenden Grammatik. Di dalam buku tersebut ia mengemukakan pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Kemudian pada tahun 1866 Schleicher mencetuskan Stammbaumtheorie, yang di dalamnya ia melihat adanya organisme bahasa yang kemudian berkembang lebih jauh yaitu akar kata.
Tokoh lain yang berperan dalam era ini adalah G. Curtius (1820-1885), ia menerapkan metode perbandingan Filologi klasik. Max Muller (1823-1900) berjasa dalam memperluas horizon pengetahuan Ilmu Bahasa berkat karyanya Lectures in the Science of Language (1861). Max Muller menghubungkan kelas bahasa dengan tipe sosial; bahasa isolative adalah bahasa keluarga, bahasa aglutinatif adalah bahasa bangsa pengembara (nomadis), dan bahasa fleksi adalah bahasa masyarakat yang sudah mengenal Negara. Berdasarkan kemungkinan segmentabilitas dari unit-unitnya ia juga memperkenalkan istilah analitis dan sintesis untuk menyebut bahasa isolative dan fleksi. Sedangkan D. Whitey (1827-1894) menambahkan istilah polosentis untuk menyebut bahasa inkorporatif.
c. Periode III (1880-akhir abad XIX)
Periode ini muncul kelompok ahli tata bahasa yang bernama Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Kelompok ini tertarik akan hukum-hukum bunyi yang telah dirumuskan oleh Jakob Grimm. Dalam periode ini memiliki karya utama yang kemudian diikuti oleh ahli lain yaitu Grundriss der vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen (1866-1900) yang disusun bersama oleh Karel Brugmann dan B. Delbruck, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama dan kedua yang membicarakan fonologi, morfologi, dan pembentukan kata disusun oleh Brugmann, sedangkan tiga bagian yang lain ditulis oleh Delbruck mengenai sintaksis.
d. Periode IV (awal abad XX)
Pada awal abad XX baru, lahir bermacam-macam aliran baru dalam Ilmu Bahasa. Aliran-aliran yang terpenting adalah:
- Fonetik berkembang sebagai suatu studi ilmiah. Sejalan dengan perkembangan itu para ahli mencurahkan pada penelitian atas dialek-dialek. Untuk itu dikembangkan metode-metode yang dipinjam dari sisologi dan fisika (elektro-akustik).
- Perkembangan studi atas dialek-dialek dengan mempergunakan metode-metode fisiologi, fisika, dan psikologi, maka muncul pula cabang baru Ilmu Bahasa yaitu Psikolinguistik dan Sosiolinguistik.
- Munculnya aliran Praha, yang muncul sebagai reaksi terhadap studi bahasa yang terlalu halus sampai kepada bahasa individual (idiolek). Mereka lebih menekankan bahasa yang sebenarnya, yaitu keseluruhan bentuk dan makna, dengan menekankan fungsi bunyi, sedangkan ciri-ciri fisiologis adalah soal kedua. Aliran ini berorientasi pada gurunya Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang mengembangkan studi bunyi bahasa dan bentuk bahasa dengan tulisannya yang terkenal Mmemore sur le Systeme primitive des Voyelle dans le Leanguages Indo-Europeennes (1879).
TUJUAN:
Tujuan dari kajian Linguistik Bandingan Historis menurut Krisanjaya adalah adalah (1) menemukan keserumpunan dan kekerabatan bahasa, (2) menemukan rumpun-rumpun bahasa, (3) menemukan bahasa induk (protolanguage, parent language, ancestor language), (4) menemukan pusat penyebaran (persebaran) bahasa (negeri asal bahasa, home-land, centre of gravity) dan gerak migrasi bahasa.
KLASIFIKASI:
Kajian Linguistik Bandingan Historis diklasifikasikan berdasarkan genetis atau genealogi. Pengertian dari klasifikasi genetis atau biasa disebut klasifikasi genealogis sendiri adalah proses pengelompokan bahasa-bahasa sebagai hasil dari linguistik bandingan historis. Dalam klasifikasi ini terdapat 3 unsur yang menjadi acuan yaitu:
Non-arbitrer : hanya ada satu dasar saja yang digunakan untuk mengadakan klasifikasi ini yaitu berdasarkan garis keturunan
Ekshaustif (tuntas) : dengan mempergunakan garis keturunan, semua bahasa di dunia dapat dikelompokkan dalam rumpun-rumpun, sub-rumpun, dan kelompok tertentu. Dengan ini tiap bahasa sudah jelas kedudukannya.
Unik : tiap bahasa hanya memiliki keanggotaan tertentu dan tidak mungkin bahasa menjadi anggota dari rumpun bahasa yang berlainan.
Daftar Pustaka:
Keraf, G. (1990). Linguistik bandingan tipologis. Jakarta: PT Gramedia
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia
Krisanjaya, M. Hakikat Linguistik Bandingan.
Mualita, Gokma (2015). Kekerabatan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Batak Angkola Suatu Kajian Linguistik Komparatif. ARKHAIS: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 6(1), 46-52.
Yendra. (2018). “Mengenal Ilmu Bahasa (Linguistik).” Yogyakarta: Deepublish (CV Budi Utama).