Linguistik Bandingan Historis

Linguistik Bandingan Historis atau Linguistik Historis Komparatif merupakan suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mengkaji bahasa dalam waktu serta perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut. Linguistik banding historis sendiri mengkaji tentang data dari suatu bahasa sekurang-kurangnya dua periode atau lebih. Data-data tersebut akan dibandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah perubahan yang terjadi pada bahasa itu.
Tujuan Linguistik Bandingan Historis sendiri antara lain:

  1. Mempersoalkan bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.
  2. Merekonstruksi bahasa yang ada kepada bahasa purba atau bahasa proto satau bahasa yang menurunkan bahasa kontemporer.
  3. Mengadakan pengelompokkan (sub-grouping).
  4. Linguistik Bandingan Historis juga berusaha untuk menemukan pusat penyebaran bahasa purba atau proto dari bahasa kerabat, serta menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi
    Proses pengelompokkan bahasa sebagai hasil dari linguistik bandingan historis biasa disebut klasifikasi genetis atau klasifikasi genealogis. Hal ini merupakan hasil yang dicapai dari tujuan mengadakan pengelompokan bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa.
    Ciri klasifikasi genetis yaitu: a. Non-arbiter: hanya menggunakan satu dasar yang digunakan untuk mengadakan klasifikasi yaitu berdasarkan garis keturunan. b. Ekshaustif: dengan menggunakangaris keturunan, semua bahasa di dunia dapat dikelompokkan ke dalam rumpun-rumpun, sub-rumpun, dan kelompok tertentu. c. Unik: setiap bahasa memiliki keanggotaan tertentu dan tidak mungkin menjadi anggota dari rumpun bahasa yang berlainan.
    Klasifikasi genetis didasarkan pada keturunan tetapi klasifikasi ini menggunakan kriteria tipologi yaitu: bunyi-arti,kriteria ini didasarkan pada bidang leksikal.
    Sejarah perkembangan Ilmu Bahasa dalam abad XIX dan pada awal abad XX dapat dibagi dalam beberapa periode antara lain:
    a. Periode I (1830-1860)
    Periode ini dimulai dengan Franz Bopp (1791-1867) dan diakhiri dengan August Schleicher. Suatu hasil yang penting dalam periode ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Friedrich von Schlegel (1772-1829) seperti yang dituangkannya dalam bukunya Uber die Sparche und Weisheit den Inder (1808) ia membagi bahasa di dunia atas dua kelas yaitu bahasa fleksi dan bahasa berafiks. Kemudian August von Schlegel menambahkan kelas tipologis yang ketiga menjasi: bahasa fleksi, bahasa berafiks, dan bahasa tanpa struktur gramatikal.
    Wilhelm von Humboldt (1767-1835) mengemukakan bahwa suatu klasifikasi atas bahasa-bahasa di dunia yang diterima sebagai penyempurnaan dari klasifikasi von Schlegel. Klasifikasinya sendiri merupakan istilah yang lazim dipakai sampai sekarang yaitu: bahasa isolative (mengantikan bahasa tanpa struktur gramatikal), bahasa fleksi, bahasa aglutinatif (menggantikan bahasa berafiks), dan bahasa komparatif

b. Periode II (1861-1880)
Periode ini dimulai dengan seorang tokoh terkemuka August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang terkenal Compedium der vergleichenden Grammatik. Didalam buku ini memuat semua hasil yang telah diperoleh sejauh itu, disamping itu ia juga mengemukakan pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Kemudian pada tahun 1866 ia mencetuskan Stammbaumtheorie, yang didalamnya ia melihat adanya organisme bahasa yang kemudian berkembang lebih jauh yaitu akar kata. G. Curtius (1820-1885) merupakan tokoh yang berjasa dalam menerapkan metode perbandingan Filologi klasik. Max Muller (1823-1900) berjasa dalam memperluas horizon pengetahuan Ilmu Bahasa berkat karyanya Lectures in the Science of Language (1861). Max Muller menghubungkan kelas bahasa dengan tipe sosial; bahasa isolative adalah bahasa keluarga, bahasa aglutinatif adalah bahasa bangsa pengembara (nomadis), dan bahasa fleksi adalah bahasa masyarakat yang sudah mengenal Negara. Berdasarkan kemungkinan segmentabilitas dari unit-unitnya ia juga memperkenalkan istilah analitis dan sintesis untuk menyebut bahasa isolative dan fleksi. Sedangkan D. Whitey (1827-1894) menambahkan istilah polosentis untuk menyebut bahasa inkorporatif.

c. Periode III (1880-akhir abad XIX)
Periode ini memuncukan kelompok ahli tata bahasa yang bernama Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Kelompok ini tertarik akan hukum-hukum bunyi yang telah dirumuskan oleh Jakob Grimm. Dalam periode ini memiliki karya utama yang kemudian diikuti oleh ahli lain yaitu Grundriss der vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen (1866-1900) yang disusun bersama oleh Karel Brugmann dan B. Delbruck, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama dan kedua yang membicarakan fonologi, morfologi, dan pembentukan kata disusun oleh Brugmann, sedangkan tiga bagian yang lain ditulis oleh Delbruck mengenai sintaksis.
J. Schmidt (184-1901) mencetuskan sebuat teori baru yang disebut Wellentheorie (Teori Gelombang; Wave Theory) untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam Stammbaumtheorie dari Schleicher, bahwa antara dialek ada bentuk antara yang menyulitkan batas antar dialek. Seorang ahli lain Karl Verner pada tahun 1875 menjuelaskan kekecualian yang terdapat pada Hukum Bunyi Rask dan Grimm, khususnya mengenai pertukaran bunyi bahasa Indo-Eropa, yang kemudian dikenal dengan nama Hukum Verner. Tokoh lain yang perlu disebut namanya adalah Hermann Paul dengan bukunya Prinzipen der Spachgeschichte (1880); H. Steinthal yang mencoba membagi bahasa dengan landasan psikologi; Fr. Muller dengan bukunya Grundriss der Sprachwissenschaft (1876-1888).

d. Periode IV (awal abad XX)
Pada awal abad XX baru menemukan bentuk khas yang pada abad XIX belum memberi ciri khusus sebagai aliran yang khas. Sebab itu pada awal abad XX lahir bermacam-macam aliran baru dalam Ilmu Bahasa. Aliran-aliran yang terpenting adalah:

  1. Fonetik berkembang sebagai suatu studi ilmiah. Sejalan dengan perkembangan itu para ahli mencurahkan pada penelitian atas dialek-dialek. Untuk itu dikembangkan metode-metode yang dipinjam dari sisologi dan fisika (elektro-akustik).
  2. Perkembangan studi atas dialek-dialek dengan mempergunakan metode-metode fisiologi, fisika, dan psikologi, maka muncul pula cabang baru Ilmu Bahasa yaitu Psikolinguistik dan Sosiolinguistik.
  3. Aliran lain yang muncul di awal abad XX adalah aliran Praha, yang muncul sebagai reaksi terhadap studi bahasa yang terlalu halus sampai kepada bahasa individual (idiolek). Mereka lebih menekankan bahasa yang sebenarnya, yaitu keseluruhan bentuk dan makna, dengan menekankan fungsi bunyi, sedangkan ciri-ciri fisiologis adalah soal kedua. Aliran ini berorientasi pada gurunya Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang mengembangkan studi bunyi bahasa dan bentuk bahasa dengan tulisannya yang terkenal Mmemore sur le Systeme primitive des Voyelle dans le Leanguages Indo-Europeennes (1879).
    Linguistik Historis Komparatif banyak tergantung dari kesimpulan yang dihasilkan dalam Linguistik Deskriptif. Sebaliknya dalam Linguistik Deskriptif tergantung dari data-data di lapangan. Oleh karena itu Linguistik Historis Komparatif sendiri berkaitan erat dengan Linguistik Deskriptif, atau data kontemporer pada bahasa sekarang.

Disarikan dari buku Linguistik Bandingan Historis karya Gorys Keraf halaman 25 s.d 31

Daftar Pustaka
Keraf, Gorys (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia

Linguistik Bandingan Historis
Linguistik Historis Komparatif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa, terjadi pada bidang waktu tersebut. Data dari suatu bahasa dipelajari dari dua periode atau lebih yang diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidahkaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu. Unsur-unsur yang sama diperbandingkan berdasarkan kenyataan dalam periode yang sama dan perubahanperubahan yang terjadi dalam beberapa periode. Cabang ilmu ini lebih menekankan pada teknik dalam prasejarah bahasa. Dengan data prasejarah dapat dijangkau kehidupan sejarah bahasanya serta dapat diketahui perkembangan dan pencabangan dalam bahasa-bahasa tertentu (Keraf, 1996:22).
Tujuan Linguistik Bandingan Historis sendiri antara lain:

  1. mempersoalkan hubungan bahasa-bahasa serumpun dan mengadakan perbandingan unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatan bahasa-bahasa tersebut.
  2. mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini terhadap bahasa-bahasa purba 6 (bahasa proto).
  3. mengadakan pengelompokan (subgrouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam satu rumpun bahasa karena ada beberapa bahasa yang memperlihatkan keanggotaannya lebih dekat atau sama dibandingkan dengan beberapa bahasa atau kelompok bahasa lainnya.
  4. menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa-bahasa proto (negeri asal: home land) dari bahasa-bahasa kerabat dan menetapkan gerak migrasi yang pernah terjadi pada jaman lampau (Keraf, 1996: 23–24)

Tugas utama linguistik historis komparatif adalah menetapkan data bahasa dan kekerabatan antar bahasa yang dikaji sehingga terkait erat dengan pengelompokan bahasa (Antilla, 1972: 20). Selanjutnya Hock dan Arlotto mengungkapkan bahwa dalam kajian linguistik komparatif dapat dibuktikan adanya unsur-unsur warisan dari bahasa asalnya atau bahasa proto (Arlloto, 1981: 10; Hock, 1988: 60) . Hubungan kekerabatan antarbahasa diperoleh dari bahasabahasa yang serumpun. menunjukkan bukti adanya keaslian, terwaris dari moyang yang sama (Antilla, 1972, p. 20; Dyen, 1988, p. 35; Keraf, 1966, p. 22).
Proses pengelompokkan bahasa sebagai hasil dari linguistic bandingan historis biasa disebut klasifikasi genetis atau klasifikasi genealogis. Hal ini merupakan hasil yang dicapai dari tujuan mengadakan pengelompokan bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa.
Ciri klasifikasi genetis yaitu: a. Non-arbiter: hanya menggunakan satu dasar yang digunakan untuk mengadakan klasifikasi yaitu berdasarkan garis keturunan. b. Ekshaustif: dengan menggunakan garis keturunan, semua bahasa di dunia dapat dikelompokkan kedalam rumpun-rumpun, sub-rumpun, dan kelompok tertentu. c. Unik: setiap bahasa memiliki keanggotaan tertentu dan tidak mungkin menjadi anggota dari rumpun bahasa yang berlainan.
Sejarah perkembangan Ilmu Bahasa dalam abad XIX dan pada awal abad XX dapat dibagi dalam beberapa periode antara lain:
a. Periode I (1830-1860)
Periode ini dimulai dengan Franz Bopp (1791-1867) dan diakhiri oleh August Schleicher. Suatu hasil yang penting dalam periode ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Friedrich von Schlegel (1772-1829) seperti yang dituangkannya dalam bukunya Uber die Sparche und Weisheit den Inder (1808) dia membagi bahasa di dunia atas dua kelas yaitu bahasa fleksi dan bahasa berafiks. Kemudian August von Schlegel menambahkan kelas tipologis yang ketiga menjadi: bahasa fleksi, bahasa berafiks, dan bahasa tanpa struktur gramatikal.

b. Periode II (1861-1880)
Periode ini dimulai dengan seorang tokoh terkemuka August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang terkenal Compedium der vergleichenden Grammatik .Di dalam buku ini memuat semua hasil yang telah diperoleh sejauh itu, disamping itu ia juga mengemukakan pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Kemudian pada tahun 1866 ia mencetuskan Stammbaumtheorie, yang mana didalamnya ia melihat adanya organisme bahasa yang kemudian berkembang lebih jauh yaitu akar kata. G. Curtius (1820-1885) merupakan tokoh yang berjasa dalam menerapkan metode perbandingan Filologiklasik.

c. Periode III (1880-akhir abad XIX)
Periode ini melahirkan kelompok ahli tata bahasa yang bernama Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Kelompok ini tertarik dengan hukum-hukum bunyi yang telah dirumuskan oleh Jakob Grimm. Dalam periode ini dia memiliki karya utama yang kemudian diikuti oleh ahli lain yaitu Grundriss der vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen (1866-1900) yang disusun bersama oleh Karel Brugmanndan B. Delbruck, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama dan kedua yang membicarakan fonologi, morfologi, dan pembentukan kata disusun oleh Brugmann, sedangkan tiga bagian yang lain ditulis oleh Delbruck mengenai sintaksis.

d. Periode IV (awal abad XX)
Pada awal abad XX baru menemukan bentuk khas yang pada abad XIX belum member cirri khusus sebagai aliran yang khas. Sebab itu pada awal abad XX lahir bermacam-macam aliran baru dalam Ilmu Bahasa.

Daftar Pustaka
Keraf, Gorys (1996). Linguisti