Sumber: pewartamadiun.net
Larung sesaji merupakan tradisi dari leluhur yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh warga masyarakat Desa Sarangan. Tradisi ini diselenggarakan di Telaga Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan dan dilaksanakan setiap tahun sekali dengan perhitungan kalender Jawa setiap hari Jumat Pon di Bulan Ruwah. Tradisi larung sesaji bertujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang telah dikaruniakan selama ini dan memohon pada Tuhan agar Telaga Sarangan tetap lestari dan warga yang ada di sekitarnya mendapatkan kemakmuran dan dapat hidup sejahtera.
Upacara adat atau tradisi larung sesaji tidak terlepas dari mitos asal mula Telaga Sarangan. Terdapat sebuah pulau kecil yang ada di tengah telaga dan diyakini bahwa di pulau tersebut terdapat penunggu yang meminta tumbal sesaji setiap tahunnya. Apabila tidak diberi sesaji maka penunggu tersebut akan marah dan dapat menimbulkan mara bahaya. Oleh karena itu, supaya penunggu tidak marah maka dibuatlah sesaji yang kemudian dilarung di Telaga Sarangan setiap tahun sekali, dan pada perkembangannya disebut dengan tradisi Larung Tumpeng Sesaji di Telaga Sarangan.
Larung sesaji merupakan puncak acara bersih desa yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Telaga Sarangan. Tradisi ini juga dilakukan supaya warga masyarakat Sarangan terhindar dari marabahaya dan bencana. Kirab tumpeng Gana Bahu yang dibuat dari nasi setinggi 2,5 m merupakan prosesi awal dari larung sesaji. Arak-arakan tumpeng dimulai dari Kelurahan Sarangan kurang lebih 500 m menuju panggung di pinggiran Telaga Sarangan. Sesaji tumpeng dibawa oleh empat orang dengan berjalan kaki dan dipikul. Upacara dipusatkan di sebelah timur Telaga Sarangan, yaitu di pundhen desa. Para pejabat Kabupaten Magetan, para perangkat desa Sarangan, sesepuh, tokoh masyarakat, serta para warga masyarakat berkumpul untuk mengadakan larung sesaji di tempat tersebut.
Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh desa, sesepuh desa membakar kemenyan serta membaca doa. Sesaji dibawa ke tengah telaga untuk dilarung setelah pembacaan doa selesai, kecuali sesaji yang berisi nasi tumpeng yang berukuran kecil, panggang ayam, cok bakal, dan bunga telon ditinggal di pundhen desa. Tumpeng sesaji diarak mengelilingi Telaga Sarangan menggunakan kapal motor. Tumpeng dilarung atau ditenggelamkan setelah sampai di tengah telaga. Selain tumpeng Gana Bahu juga terdapat tumpeng-tumpeng dengan ukuran besar yang berisi sayuran, buah-buahan, dan hasil bumi sekitar Sarangan. Dilarungnya sesaji di tengah telaga menandakan selesainya tradisi larung sesaji tersebut. Warga Sarangan dan masyarakat pada umumnya berharap dijauhkan dari segala musibah dan mara bahaya dengan selesainya upacara adat atau tradisi tersebut.