Krisis Identitas pada Remaja di Era Pandemi
Pandemi covid-19 yang tersebar di Indonesia ternyata ikut mendorong peningkatan pengguna digital, khususnya media sosial. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada saat pandemic meningkat 10 juta pengguna dalam 1 tahun yang setara dengan 61,8% total populasi dan di dominasi rentang umur 18-34 tahun. Microsoft merilis Indeks Keberadaan Digital, Indonesia berada pada peringkat ke-29 secara global dengan angka diskriminasi dan perundungan di sosial media yang tinggi. Hal ini menunjukkan Homo Virtual atau Manusia Virtual terkhusus generasi muda saat ini yang sedang menghadapi tantangan sosial dengan risiko berdampak bagi Kesehatan mental dan mendorong munculnya krisis identitas.
Krisis Identitas merupakan keadaan seseorang yang kerap mempertanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan identitas diri, seperti nilai hidup, pengalaman, kepercayaan, perasaan dan tujuan hidup. Isitilah krisis identitas sendiri pertama kali di kenalkan oleh seorang psikoanalis sekaligus psikolog perkembangan yang bernama Erik Erikson. Teori mengenai krisis identitas ini muncul karena Erikson percaya bahwa hal ini merupakan masalah kepribadian yang sering dihadapi banyak orang dalam hidupnya. Semua orang terkhusus remaja pasti pernah mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tujuan hidup, siapa dirinya, apa manfaat hidupnya, sebenarnya hal tersebut normal untuk dipertanyakan mengenai keberadaan dan kepentingan dalam hidup seseorang. Namun, ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah mulai masuk dan memengaruhi pikiran serta kehidupan seseorang, tandanya ia telah mengalami krisis identitas pada remaja. Krisis Identitas dapat dialami oleh semua orang tidak hanya, tapi lebih sering terjadi pada remaja yang masih mencari jati diri. Krisis identitas saat pandemi sering di alami oleh remaja yang sedang kuliah online.
Saat pandemi orang tua banyak yang kehilangan sumber pendapatan. Mengakibatkan kendala terjadi pada mahasiswa, seperti kesulitan membayar UKT, kesulitan membeli kebutuhan kuliah, dan tidak semua mempunyai laptop atau handphone untuk kuliah online. Menghadapi tunggakan pembayaran kuliah, mahasiswa memilih mencari kerja sampingan untuk membantu ekonomi keluarga, mahasiswa juga ada yang mengundurkan diri karena tidak ada biaya untuk membayar segala kebutuhan perkulihan, karena saat pandemi perkulihan dilakukan secara daring, banyak mahasiswa yang mengalami kendala secara daring mulai dari kendala sinyal, esensi pembelajaran sulit dipahami, harus beradaptasi dari perkulihan luring ke daring.
Mahasiswa baru tahun 2020 merupakan mahasiswa pertama yang mengalami dampak perkuliahan daring, terutama sebagai mahasiswa diploma prodi D3 Teknik Sipil yang setiap semester pasti memiliki mata kuliah praktek. Saat mata kuliah praktek yang seharusnya dilakukan secara luring harus dilakukan secara daring. Esensi pembelajaran sangat rendah sekali, pada saat perkuliahan sering mengalami kendala sinyal yang sangat mengganggu. Tugas yang banyak dan kuliah secara daring membuat mahasiswa mengalami depresi dan stress akibat mengalami kesulitan mengikuti perkuliahan secara daring dan tugas yang banyak. Mahasiswa mengalami mental yang tertekan akibat bertambah beban selain kuliah dan merasa ada kewajiban membantu perekonomian keluarga. Situasi seperti ini lah yang menimbulkan krisis identitas, karena dalam keseharian mahasiswa banyak hal yang dipikirkan jadi bingung melakukan apa, maka sebagai orang tua sangat di butuhkan perannya untuk mendampingi mahasiswa ketika krisis terjadi.
Mahasiswa merasa semakin tidak ada kepastian identitas, orang tua perlu tahu bahwa kunci utama ketika anak mengalami krisis identitas adalah mampu melepaskab semua “beban” yang tertahan dipikiran dan diri terlebih dulu. Sebab terkadang, penilaian orang lain tanpa disadari mempengaruhi perilaku. Mahasiswa perlu menghindari menghabiskan banyak waktu untuk berpikir mengenai hal-hal yang dapat menurunkan semangat dalam beraktivitas. Beberapa hal yang bisa mengurangi krisis identitas pada mahasiswa, dengan mahasiswa bergabung dalam organisasi kampus, mengikuti UKM sesuai hobi seperti futsal, atau ikut komunitas tertentu yang sesuai dengan kemampuan. Hal-hal tersebut dapat membuat diri menjadi lebih baik, cara tersebut setidaknya akan membantu mahasiswa bisa melihat sudut pandang lainnya serta agar lebih bersyukur dalam hidup. Lambat lau, energi positif dari lingkungan sekitar bisa meredakan strres dab krisis identitas pada remaja yang sedang di alami oleh mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
- Sulesna (2010). Krisis Identitas Diri pada Remaja. *Jurnal Kesehatan, Vol.10 (1), 49*
- Mediaindonesia.com humaniora. Krisis Identitas Ancam Generasi Muda di era Digital. 392330
- Atifa Adlina (2021). Konflik Diri yang Bisa di alami Remaja. Jurnal Kesehatan Mental