Korespondensi Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda

KORESPONDENSI BAHASA JAWA DAN BAHASA SUNDA

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk melakukan interaksi. Manusia berkomunikasi, menceritakan dan mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya menggunakan bahasa. Di dunia ini terdapat berbagai macam bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Selain bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa nasional di Indonesia, terdapat juga bahasa daerah yang sering disebut sebagai bahasa ibu yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Perkembangan bahasa dari waktu ke waktu menyebabkan adanya hubungan kekerabatan atau kemiripan antar setiap bahasa. Karena berasal dalam rumpun bahasa yang sama juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kekerabatan atau kemiripan. Bahasabahasa daerah di Indonesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia terbagi menjadi dua bagian, yaitu rumpun bahasa bagian barat dan bagian timur. Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis dan bahasa-bahasa di Sulawesi Utara termasuk dalam bagian sebelah barat. Karena serumpun, banyak morfem imbuhan pada bahasa-bahasa itu sendiri yang mirip atau sama dari segi fungsi dan makna yang terkandung pun terkadang sama.
Keraf (1991:49) memberikan penjelasan tentang korespondensi fonemis. Dikatakannya, korespondensi fonemis adalah fonem-fonem yang terdapat pada posisi yang sama dalam pasangan kata yang mempunyai kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna. Dalam menentukan korespodensi fonemis, perubahan bunyi (fonem) antara bahasa-bahasa kerabat terjadi secara teratur. Keteraturan perubahan bunyi ini memberi kemungkinan untuk bisa menemukan korespodensi fonemis antara bahasa-bahasa kerabat. Bila sudah diperoleh indikator mengenai korespodensi fonemis, maka indikator itu harus diuji. Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi, sedangkan perubahan bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi (Mahsun, 1995:28).
Pembentukan korespondensi fonemis terdapat indikator-indikator yang harus diperhatikan yaitu, rekurensi fonemis (phonemic recurrence), ko-okurensi (cooccurrence) dan analogi (Keraf, 1984, p.52) a) Rekurensi Fonemis Rekurensi fonemis (phonemic recurrence) adalah prosedur untuk menemukan perangkat bunyi yang muncul secara berulang-ulang dalam sejumlah pasangan kata. Dalam bahasa Nusantara dapat terlihat contoh pada kata ‘batu’, Melayu : batu, Jawa : watu, Batak : batu, Lamalera : fato. Dalam pasangan ini terdapat indikasi adanya perangkat korespondensi fonemis : /bw-b-f/, /a-a-a-a/, /t-t-t-t/, dan /u-u-uo/. korespondensi fonemis antara /b-wb-f/ juga dapat ditemukan pada kata ‘babi’, Melayu : babi, Jawa : wawi, Batak : babi, Lamalera : fave. Semakin banyak data yang diteliti dan diperbandingan maka semakin terbuka juga kemungkinan terjadinya sebuah korespondensi fonemis. b) Ko-okurensi Ko-okurensi (co occurrence) adalah gejala-gejala tambahan yang terjadi sedemikian rupa pada kata-kata kerabat yang mirip bentuk dan maknanya, sehingga dapat mengaburkan baik kemiripan bentuk dan maknanya maupun korespondensi fonemisnya dengan kata-kata lain dalam bahasa kerabat lainnya. c) Analogi korespondensi fonemis biasanya mulai terjadi antara bahasa kerabat ketika muncul sebuah perubahan. Tetapi analogi juga dapat muncul dalam situasi peralihan yang lain dalam hubungannya dengan bahasa non kerabat. Pembentukan baru berdasarkan analogi juga dapat terjadi dalam bahasa-bahasa kerabat, ataupun dalam bahasa sendiri, baik pada morfem terikat maupun pada morfem dasar, sehingga dapat terlihat seolah-olah ada semacam bentuk kemiripan karena warisan. Contohnya dalam bahasa Indonesia kata berniaga, berjuang mengandung unsur prefiks ber- seperti pada kata-kata: berjalanbekerja, berdiri,dsb. Padahal prefiks ber- pada kata berniaga dan berjuang terjadi karena analogi, sehingga tidak dapat dipakai dalam contoh-contoh adanya korespondensi antar berbagai bahasa kerabat.

REFERENSI
Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis.Jakarta: Gramedia.
Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.