Korelasi antara Transparansi Persaingan dan Semangat Belajar

Disini saya akan mengungkapkan mengenai perbedaan yang saya rasakan saat menjalani SMA dulu dan Kuliah online saat ini. Sejujurnya bicara tentang semangat belajar, saya sendiri bukan orang yang suka belajar. Dalam artian saya tidak bisa belajar dengan dipaksa duduk membaca buku atau mencatat dan lain sebagainya. Cara belajar saya mungkin bisa dikatakan berbeda dengan kebanyakan teman saya, saya biasanya lebih suka menerangkan atau menjelaskan kepada orang lain, lalu mendengarkan orang ataupun berdiskusi dan latihan soal untuk belajar. Membaca sendiri baru saya lakukan saat saya belum tahu dan penasaran akan suatu hal. Dan saya cenderung tidak punya catatan kecuali untuk mata pelajaran yang benar-benar saya suka dan saya membutuhkan catatan.

Dari kebiasaan saya tersebut dapat dikatakan, semangat belajar saya cukup buruk. Akan tetapi kebetulan di kelas saya sewaktu Sekolah Menengah Atas, saya memiliki teman-teman yang bisa dikatakan ambisius. Bahkan ada yang diam-diam menghanyutkan. Persaingan di kelas juga sangat ketat, naik turun peringkat secara drastis tidak mengherankan di kelas kami. Persaingan nilai bahkan jauh lebih ketat, antara peringkat pertama dan terakhir di kelas hanya selisih beberapa point. Namun meski begitu, kami bersaing secara sehat. Kami saling mendukung dan tidak saling menjatuhkan, kami juga sering belajar bersama.

Dari sini untuk saya pribadi sangat membantu saya dalam belajar. Semangat belajar saya juga meningkat, mengigat bagaimana teman-teman saya yang belajar keras bahkan beberapa sampai mengikuti bimbingan belajar membuat saya juga tidak mau tertinggal. Meski saya benci duduk diam membaca tapi saya berusaha untuk setidaknya tidak tertinggal jauh dari teman-teman. Karena saya tahu, orang-orang di sekitar saya berusaha dan belajar begitu keras. Jadi, saya juga tidak bisa hanya begitu-begitu saja dan tidak melakukan perubahan apapun.

Persaingan yang terbuka seperti ini membuat saya mau tidak mau terdorong untuk ikut bersaing. Terpacu untuk tidak tertinggal dan mengikuti arus. Ditambah kita tahu potensi orang-orang disekitar, bagaimana sikap dan ambisi mereka yang kadang terlihat tidak nyata untuk orang-orang seperti saya. Tentu tingkat kewaspadaan terus meningkat, semakin tinggi dan semakin ketat tingkat persaingan maka semakin meningkat pula semangat kita untuk tidak kalah dan tertinggal.

Berbeda dengan SMA, saat kuliah secara daring ini, saya tidak terlalu merasakan persaingan yang ada. Rasanya seperti berperang tanpa tahu medannya, tanpa tahu lawannya seperti apa, apakah kuat ataukah lemah? Semuanya seolah terlihat sama, karena tidak ada yang begitu menonjol atau menarik. Kita jadi hanya berfokus pada diri sendiri. Mengejar ketertinggalan diri sendiri, bukan lagi menargetkan sejauh mana kita harus berlari atau melampaui batasan tetapi berfokus pada pemenuhan kewajiban.

Karena saya tidak tahu sehebat apa teman-teman saya diluar, sekeras apa mereka berjuang. Semua hal itu tidak terlihat. Pada akhirnya belajar saya hanya untuk pemenuhan kewajiban. Jadi, jika disimpulkan menurut saya pribadi, ada hubungan antara semangat belajar dengan keterbukaan persaingan. Saat kita melihat orang-orang di sekitar kita maka ada kecenderungan untuk menyamakan diri, atau setidaknya kita berusaha agar tidak tertinggal jauh dari orang-orang di sekitar. Karena itu, adanya transparansi persaingan bisa mempengaruhi semangat belajar, meskipun mungkin akan berbeda pada setiap orang.