Konflik yang dialami oleh tokoh tergambar dalam karya sastra, sehingga membawa pembaca untuk mengetahui konflik yang dialami oleh seorang tokoh dalam karya sastra. Karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dari pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam conscious (Minderop, 2010, h.55). Daya tarik psikologi sastra terletak pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Novel Paradigma karya Syahid Muhammad salah satu novel yang mengangkat cerita gangguan jiwa. Tokoh utama dalam novel Paradigma mengalami konflik batin karena, belum siap untuk kehilangan sosok ibu dalam hidupnya.
Konflik batin adalah konflik yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Konflik terjadi adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah lainnya (Nurgiyantoro, 2013, h. 181). Dengan demikian konflik batin, yaitu konflik yang terjadi atau dialami oleh seorang tokoh, karena seorang tokoh melawan dirinya sendiri untuk menentukan dan menyelesaikan sesuatu yang dihadapinya. Konflik batin yang dialami tokoh ini dapat diketahui melalui mental, karakter, dan pengalaman yang dialami seorang tokoh dan juga bisa dilihat dari aspek kejiwaan seorang tokoh.
Salah satu cara mengetahui konflik batin yang dialami tokoh melalui mental dan karakter seorang tokoh, maka disini untuk mengetahui konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel Paradigma menggunakan sktuktur kepribadian Sigmund Freud. Struktur kepribadian menurut Sigmund Freud terbagi menjadi tiga bagian yaitu id, ego, dan superego. Ketiga hal tersebut sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Kecemasan yang dirasakan oleh seseorng juga terjadi karena berasal dari pertentangan antara ketiga struktur kepribadian tersebut. Id terletak pada bagian tak sadar. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar manusia misalnya seperi kebutuhan makan, rasa sakit atau tidak nyaman. Ego terletak di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Ego bertugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang terhubung dengan realitas dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Ego merupakan pimpinan utama dalam kepribadian, karena tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya penalaran, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan. Sebagian superego terletak di bagian sadar sebagaian lagi terletak di bagian tak sadar. Superego selalu mempertimbangkan nilai-nilai baik dan buruk, dan harus mengingatkan id yang rakus dan serakah bahwa pentingnya berperilaku yang arif dan bijak (Minderop, 2013, h.20-22).
Korelasi atau hubungan teori kepribadian Sigmund Freud dengan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama adalah tokoh utama dalam novel Paradigma mengalami konflik karena id, ego, dan superego tidak seimbang sehingga menyebabkan konflik batin. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data yang terdapat dalam novel Paradigma karya Syahid Muhammad.
“Rana, sebenarnya bukan hak ibu untuk menyimpulkan. Ibu hanya sedikit memberi gambaran kepada kamu, Bahwa… mungkin saja apa yang terjadi pada kamu itu datang dari kesepianmu.” Ia tersenyum bijak**. “Dari rasa kehilanganmu atas ibu kamu. Hingga alam bawah sadarmu bekerja tanpa kamu ketahui untuk menghidupkan ibu di dalam diri kamu…”**
Data tersebut menunjukkan konflik batin yang dialami Rana adalah belum siap untuk kehilangan sosok ibu dalam dirinya, namun siap atau siap Rana telah kehilangan sosok ibu dalam hidupnya. Dalam data ini Id Rana lebih mendominasi karena untuk menghindari rasa kesepian dan rasa sakit yang dialaminya dan cara Rana bertahan dari rasa kesepiannya sehingga, alam bawah sadarnya bekerja untuk menghidupkan sosok ibunya dalam dirinya untuk mencari kebahagiaan dalam dirinya. Rana masih tidak terima atas kehilangan sosok ibunya dan menganggap sosok ibunya masih ada, sehingga hasrat dalam dirinya memunculkan sosok ibunya. Id bertugas untuk mencari kesengangan dan menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan. Untuk itu Id yang ada dalam diri Rana mencari kesenangan dan rasa nyaman dengan cara menghidupkan sosok ibu dalam dirinya untuk menghindari rasa sakit atas kepergian ibunya, tidak peduli bahwa itu melanggar norma asal hasrat dalam dirinya terpenuhi.
Aldo menatap sosok lelaki di hadapannnya. Baginya, ada hal lain mengapa Rana menghidupkan sosok mama dalam dirinya**. Selain karena patah hati yang dalam terhadap masa remajanya yang ditinggal ibu dan hubungan dengan ayah kurang baik, Rana pasti juga menyimpan harapan dan kerinduan yang dalam bahwa kelak bisa terbebas dari dendam itu sendiri. Sebab, jauh di sudut hati Rana paling dalam, ia pun pasti sangat merindukan ayah dan adiknya.**
Data tersebut menunjukkan konflik batin yang dialami Rana karena belum bisa menerima kenyataan atas kepergian ibunya dimasa remajanya. Dalam data ini Ego Rana lebih mendominasi karena patah hati yang dirasakannya ketika remaja saat kehilangan ibunya menyebabkan hubungannya dengan dengan sang ayah kurang baik. Rana juga memilih untuk mempunyai rasa dendam terhadap sang ayah daripada harus memaafkan sang ayah dan hidup damai bersama ayahnya. Ego ini bertugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang terhubung dengan realitas dan tanggapan terhadap masyarakat. Dalam data ini Ego Rana memilih untuk dendam terhadap ayahnya karena rasa patah hati yang dirasakannya, walalupun dalam sudut hatinya yang paling dalam Rana merindukan ayah dan adiknya.
Tokoh utama dalam novel Paradigma karya Syahid Muhammad mengalami konflik batin karena id, ego, dan suprego yang tidak seimbang sehingga menyebabkan konflik batin. Konflik batin yang dialami Rana karena keinginan tidak sesuai dengan kenyataan.
DAFTAR PUSTAKA
Minderop, Albertin. 2010. Psikologi sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Syahid. 2018. Paradigma. Yogyakarta: Gradien Mediatama Noviyanti, P. B., & Dermawan, R. N. 2018. Konflik batin tokoh utama pada novel