Ketika Kecepatan Menjadi Sebuah Bencana

Dalam hidup ini, ada momen yang tidak terduga dan dapat mengubah segalanya. Salah satunya adalah pengalaman yang takkan saya lupakan, sebuah kecelakaan yang terjadi dalam sekejap mengajarkan saya arti dari kedekatan dan pentingnya detik yang kita miliki.

Pada suatu hari, tanggal 9 Mei 2022, langit cerah, dan semangat kami tinggi untuk memulai hari. Hari itu adalah hari pertama kali kami masuk sekolah setelah libur Hari Raya Idul Fitri. Hari pertama masuk sekolah selalu diisi dengan pertemuan yang hangat, di mana kami saling berbagi cerita dan pengalaman selama liburan. Saya dan teman-teman sangat senang karena sudah lama tidak bertemu. Pagi itu, kami melakukan halal bihalal dan dilanjutkan dengan bermain bersama. Karena tidak ada pelajaran pada pukul 12.00 kami diperbolehkan pulang, tetapi saya dan teman-teman berencana untuk pergi ke tempat kuliner yang letaknya tidak jauh dari SMA kami.

Di tengah teriknya sinar matahari siang itu, saya, Dea, Zalfa, dan Riyana melewati perjalanan dengan penuh canda dan tawa. Tanpa disadari, kami membawa motor dengan kecepatan yang cukup tinggi. Jalanan tampak ramai, dipenuhi orang-orang yang berlalu lalang karena bertepatan dengan pasar. Suasana yang ceria membuat kami melupakan bahaya yang mengintai. Saya berboncengan dengan Dea, dan saya duduk di belakang. Dua motor saling beriringan. Setelah melewati Polsek Kecamatan Kemiri, saya melihat di depan ada sebuah pick up berwarna hitam yang sedang berhenti di bahu jalan. Dalam sekejap, terdengar suara benturan keras yang membuat jantung saya berdegup kencang. Ternyata, pick up tersebut tiba-tiba berjalan dan memotong jalan tanpa melihat ke belakang, dan menabrak motor kami. Dea yang berusaha mengerem, kesulitan mengendalikan motor dalam keadaan tersebut karena kami membawa motor dengan kecepatan yang cukup tinggi. Saya terjungkal, dan Dea terpental jauh dari tempat terjadinya kecelakaan. Kaki saya terhempit antara motor dan mobil, sedangkan Dea berada di tengah jalan dalam kondisi tidak sadarkan diri. Warga sekitar berdatangan ke lokasi untuk membantu kami. Teman saya, Zalfa dan Riyana juga ikut membantu. Mereka kaget dan panik karena melihat kejadian ini di depan mata mereka, untung saja jarak antara motor Dea dan Zalfa cukup jauh. Saya merasa panik tetapi harus berusaha untuk tetap tenang. Tidak lama kemudian, polisi datang, dan sopir membawa kami ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan penanganan.

Sesampainya di puskesmas, saya diperiksa oleh perawat. Rasa sakit di kaki semakin menjadi, dan air mata saya mulai menetes sedikit demi sedikit. Perawat menjelaskan bahwa saya perlu dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut, saat itu hati saya merasa hancur, bukan hanya karena rasa sakit akan tetapi juga karena kecelakaan yang terjadi ini adalah kelalaian kami dan kecepatan yang tidak seharusnya. Dea masih terbaring di kasur puskesmas, namun sudah sadarkan diri. Luka-luka di wajah, kaki, dan tangannya membuat dia sedikit panik. Namun, dia sudah langsung diperbolehkan untuk pulang tetapi perlu istirahat yang cukup. Tidak lama kemudian, ayah saya datang dan segera membawa saya ke rumah sakit, setelah sampai di rumah sakit kaki saya diperiksa oleh dokter dan dokter mengatakan bahwa kaki saya mengalami cedera yang cukup serius dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sembuh total. Akan tetapi, saya tidak perlu dirawat inap. Sesampainya di rumah, saya tidak bisa jalan sama sekali. Pagi hari setelah kecelakaan waktu bangun tidur badan saya terasa sangat sakit, bahkan saya tidak bisa duduk. Rasa putus asa mulai mengecewakan saya, setiap hari saya hanya rebahan, makan, tidur, sementara dunia luar berjalan dengan normal. Teman-teman saya datang menjenguk saya. Saya tidak masuk sekolah kurang dari dua minggu, tetapi saya tetap mengerjakan tugas di rumah.

Selama masa pemulihan saya banyak berpikir, saya teringat momen-momen ketika kami tertawa dan bercanda di jalan, saya juga ingat bagaimana seharusnya kami lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru. Kecelakaan ini menjadi pelajaran bagi saya dan teman-teman saya terutama Dea tentang pentingnya keselamatan di jalan. Semenjak kejadian itu kami sepakat untuk berusaha tidak mengulangi kesalahan yang sama. Seiring berjalannya waktu saya mulai bisa bergerak perlahan, saya berusaha untuk berlatih berjalan setiap hari dengan bantuan tongkat, akhirnya setelah kurang lebih satu bulan saya sudah bisa berjalan dengan lancar walaupun belum normal sepenuhnya. Kini setiap berkendara saya selalu mengingat betapa kecepatan bisa menjadi bencana jika tidak diimbangi dengan kewaspadaan. Pengalaman itu mengajarkan kami bahwa hidup itu sangat berharga, dan keselamatan harus diutamakan. Kecepatannya memang menarik tetapi keselamatan adalah yang utama.

1 Like