Kenangan saat Pertama Kali Menggunakan Ponsel

Suatu hari tepatnya satu bulan setelah Idul Fitri tahun 2014, aku berencana untuk membeli handphone dengan uangku sendiri karena semua teman-temanku sudah pada punya handphone dan hanya aku yang belum punya. Akupun membulatkan tekad untuk tetap membeli handphone dengan uang lebaranku dan hasil tabunganku. Hari-hari setelah aku membeli handphone terasa sangat menyenangkan karena dapat bermain game online bersama teman-teman. Selain bermain game kami juga senang bermain bola dan berpetualang di kebun. Saat tidak ada kuota kami pergi mencari tempat free wi-fi terdekat seperti angkringan, tetangga, atau di rumah teman yang memiliki wifi untuk bermain game kesukaan kami. Terkadang kami bermain game dari pagi hingga larut malam hari dan pulang hanya untuk makan, mandi, sholat dan tidur atau terkadang setiap hari Sabtu kami menginap di rumah teman.

Namun, suatu hari saat aku sedang asik bermain handphone sendiri di dekat rumah, ada seseorang yang menggunakan mobil dan bertanya alamat kepadaku, kita sebut saja mas A “Dek mau tanya kalau masjid sekitar sini ada di mana ya?” Akupun menjawab “Oh, lurus aja sampai pojok lalu belok kiri mas, kira kira 100 meteran.” Mas A pun bertanya lagi “Kalau rumahnya kak S di mana ya?” setelah beberapa detik hingga aku mengingat, akupun menjawab “Selisih tiga rumah ini lalu belok kanan mas, cat warna putih.” Setelah itu, mas A meminta tolong kepadaku “Dek tolong antarin saya ke masjid ya, saya kok kurang paham daerah sini.” Saya pun menerima permintaan tersebut. Namun sebelum itu, saya pulang kerumah untuk mengembalikan handphone saya dan izin ke orang tua untuk keluar sebentar. Saat hendak ke masjid aku disuruh masuk mobil agar lebih cepat sampai dan lebih paham arahnya tapi aku gamau dan berakhirlah aku jalan kaki sampai masjid. Setelah sampai di masjid, mas A bertanya kembali “Dek apa boleh saya pinjam handphone-nya untuk telephone teman saya, sebentar aja kok dek, nanti saya belikan pulsa, handphone saya kok habis baterainya.” Akupun membolehkan. Namun karna handphone-ku dirumah, aku pun bilang akan mengambilnya terlebih dahulu. Mas A pun mengiyakan perkataanku. Sesaat setelah aku sampai dirumah, hujan deras mulai turun dan azan magrib berkumandang. Lalu, akupun dilarang oleh orangtua untuk keluar dikarenakan sudah maghrib dan hujan deras. Akupun menuruti perkataan orangtua dan tetap di rumah serta meninggalkan mas a tersebut di masjid. Setelah itu, aku tidak tau gimana keadaan mas A dan tidak pernah melihatnya lagi. Hari-hari selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Hingga satu minggu sebelum Ulangan Akhir Semester (UAS) aku mulai mengurangi bermain handphone dan fokus belajar untuk mendapatkan nilai yang baik namun juga terkadang diam-diam bermain game. Ibuku sangat galak namun juga penyayang. Satu minggu itu aku full belajar dan hanya boleh bermain di sore hari. Malamnya setelah belajar aku diberi beberapa soal untuk dikerjakan oleh ibuku. Terkadang soal itu sangat mudah untukku namun terkadang sangat susah hingga aku menyerah untuk mengerjakannya. Jika tidak dapat mengerjakan soal tersebut, maka aku tidak boleh bermain di luar atau bermain game di hari selanjutnya dan harus mengerjakan soal tambahan dari ibuku. Terkadang aku mengeluh dan marah kepada ibuku namun itu juga untuk masa depanku. Saat pulang dari sekolah setelah mengerjakan ujian, aku sangat lapar dan cepat-cepat pulang berharap di rumah ada makanan untuk dimakan. Namun saat aku tiba dirumah, tidak ada makanan apapun untuk dimakan dan tidak ada siapapun di rumah selain ibuku yang sedang tertidur. Aku sangat marah namun sepertinya ibuku sedang sakit karna tubuhnya sangat panas. Saat itu juga sedang mati lampu dan di dapur sangat gelap. Akupun mengambil handphone untuk menyinari saat aku memasak. Akupun mulai membuat mie instan untuk dimakan bersama ibuku yang sedang sakit. Namun mirisnya saat aku sedang membuat mie instan, handphoneku jatuh ke dalam mie instan tersebut yang masih panas dan handphoneku langsung mati total. Akupun panik lalu mengambil handphone tersebut dan mengelap handphone tersebut lalu mencoba menyalakannya. Handphone itu masih belum bisa menyala. Aku tetap melanjutkan membuat mie yang baru untuk dimakan bersama ibuku yang sedang sakit. Keesokan harinya aku mencoba berbagai hal seperti merendamnya dalam beras, menjemurnya dan membawanya ke konter handphone berharap handphone tersebut dapat menyala kembali. Sayangnya handphone tersebut sudah tidak bisa menyala kembali.

Sejak saat itu, aku mulai berhati-hati dalam melakukan berbagai hal agar tidak terjadi hal-hal yang buruk dan berharap tidak melakukan kesalahan lebih banyak akibat emosi. Semoga para pembaca selalu tenang dalam melakukan sesuatu karena emosi dapat membuat seseorang celaka.