Sumber gambar: freepik.com
Sebagian besar reaksi tubuh seseorang baik secara jasmani maupun rohani dipicu oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita yang mengharuskan seseorang untuk beradaptasi. Salah satu reaksi yang kerap kali kita alami dan tidak akan lepas dari hidup kita adalah stres. Stres merupakan gangguan dalam bentuk tekanan fisik dan psikologis yang dirasakan saat berada di bawah tuntutan, merasa kewalahan, atau kesulitan menghadapi situasi tertentu. Keith Davis dan Jhon W. Newstrom (dalam Amin & Al-Fandi, 2007) mengatakan bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang.
Namun lebih dari sekadar emosi, stres adalah respons fisik bawaan yang menyebar ke seluruh tubuh. Tubuh akan memberi respons yang kompleks dan terintegrasi yang mengaktivasi sistem saraf pusat untuk memberikan perintah ke kelenjar adrenal dari hipotalamus untuk melepaskan hormon stres oleh sistem endokrin.
Kelompok hormon yang bertanggung jawab atas stres yang kita rasakan disebut katekolamin. Katekolamin terdiri dari tiga hormon utama yaitu adrenalin (epinefrin), noradrenalin (norepinefrin), dan dopamin.
Hormon adrenalin adalah hormon yang berasal dari kelenjar adrenal yang diproduksi untuk mempersiapkan seseorang apabila sedang berada di bawah situasi stres, menegangkan, atau berbahaya. Apabila telah memasuki pembuluh darah, hormon adrenalin akan memengaruhi berbagai organ tubuh seperti memacu denyut jantung, memperlebar pembuluh darah, menaikkan tekanan darah, mempercepat glikolisis, memicu pengeluaran keringat dingin, mengakibatkan rasa terkejut, mengatur metabolisme glukosa, dan memengaruhi otak. Tidak hanya itu, hormon yang dikenal dengan epinefrin ini juga dapat meredakan rasa sakit. Inilah alasan mengapa seseorang dapat terus bergerak meskipun tubuhnya sudah terluka. Apabila stres terjadi secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang, hormon adrenalin akan semakin tinggi dan berakibat fatal bagi tubuh. Tubuh akan mengalami sakit kepala atau pusing, pandangan mengabur, gelisah dan mudah marah, gangguan tidur, jantung berdebar cepat, dan berkeringat berlebihan.
Hormon kedua yang berperan saat kondisi stres adalah hormon noradrenalin (norepinefrin). Secara umum, hormon ini bertugas untuk menggerakkan otak dan tubuh untuk bertindak. Noradrenalin meningkatkan tekanan darah dan ritme jantung, mengurangi aliran darah ke sistem pencernaan, meningkatkan aliran darah ke otot rangka, meningkatkan gairah dan rasa waspada, dan meningkatkan perhatian dan pembentukan memori. Di otak, hormon ini juga meningkatkan rasa gelisah dan cemas. Hormon ini bekerja sama dengan hormon adrenalin untuk mempersiapkan seseorang dalam menghadapi situasi “fight to fight” saat tubuh berada dalam situasi stres.
Hormon dopamin diproduksi oleh hipotalamus di dalam otak. Dopamin memiliki peran dalam memengaruhi emosi, meningkatkan suasana hati serta berperan dalam menyampaikan rangsangan ke seluruh tubuh. Meskipun bukan secara langsung memengaruhi stres, kadar dan aktivitas dopamin dalam tubuh dipengaruhi oleh kondisi stres. Ketika seseorang mengalami stres, kadar dopamin dalam otak dapat berubah, mempengaruhi suasana hari, dan kemampuan untuk menangani situasi stres.
Selain kelompok hormon katekolamin di atas, hormon yang melonjak naik saat berada di bawah tekanan atau stres adalah hormon kortisol. Oleh sebab itulah hormon ini disebut juga sebagai hormon stres. Hormon ini berguna saat menghadapi stres karena dapat menjaga keseimbangan cairan dan tekanan darah dan sekaligus mengatur fungsi yang tidak penting pada situasi yang mengancam jiwa di saat yang bersamaan. Jika kortisol sangat rendah atau tidak terpenuhi, maka reaksi tubuh yang diterima akibat stres akan sangat kuat. Namun, peningkatan kortisol yang telalu tinggi juga dapat berdampak buruk bagi tubuh, di antaranya adalah peningkatan tekanan darah tinggi, penurunan imun tubuh, dan masalah kesehatan mental seperti cemas dan depresi.
Hormon-hormon stres yang terlibat memiliki hubungan timbal balik dengan keadaan stres. Ketika seseorang mengalami situasi stres, beberapa hormon akan diproduksi lebih banyak. Peningkatan hormon ini dapat memicu respons fisik dan mental yang terkait dengan stres. Sebaliknya, produksi hormon stres bisa menjadi bagian dari respons tubuh terhadap situasi stres yang sedang dialami. Dengan demikian, kondisi stres dapat memicu pelepasan hormon stres, sementara pelepasan hormon stres juga bisa menjadi tanda atau reaksi tubuh terhadap stres itu sendiri.
Dalam dunia modern ini, stres bukan lagi sesuatu yang asing kita dengar, bahkan cenderung menjadi hal yang biasa kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun begitu stres bukan merupakan sesuatu yang patut dinormalisasi. Tubuh kita dirancang untuk dapat mengurangi bahkan mengatasi keadaan tertekan atau stres melalui produksi hormon-hormon di atas. Apabila diproduksi dalam waktu dan jumlah yang tepat, hormon-hormon tersebut dapat sangat bermanfaat bagi tubuh. Meskipun begitu, stres yang terjadi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan gangguan yang fatal bagi tubuh. Untuk mengatasi hal ini, segeralah mencari cara untuk mengatasi stres atau berkonsultasi ke psikolog/psikiater.