Gubernur Bengkulu rohidin mersyah ditetapkan sebagai tersangka operasi tangkap tangan (OTT) atas kasus korupsi pemerasan dan gratifikasi di lingkungan pemerintah provinsi Bengkulu. Pada miggu, (24/11/2024) tersangka telah tiba di gedung merah putih, kuningan, Jakarta. Ia tiba dengan mengenakan topi, masker wajah berwarna putih, kemeja hitam lengan panjang, celana hitam, dan handbag. Rohidin Mersyah dikawal oleh penyidik dan aparat kepolisian dan langsung dibawa ke lantai dua gedung dwiwarna KPK untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Kronologi Gubernur Bengkulu Ditetapkan Sebagai Tersangka KPK
Perkara penyelidikan kasus pemerasan gubernur Bengkulu dimulai dari bulan Mei 2024 berdasarkan informasi dari masyarakat atas adanya mobilisasi terkait dengan akan ikut sertanya tersangka dalam pilkada pada 27 november 2024. Dalam rangkaian penyelidikan, tepatnya pada tanggal 22 november 2024, KPK mendapatkan informasi terkait adanya penerimaan uang oleh Evriansyah alias Anca atau EV (asisten pribadi gubernur Bengkulu) dan Isnan Fajri atau IF (sekretaris daerah Provinsi Bengkulu) untuk diserahkan kepada Rohidin Mersyah.
Sebagai tindak lanjut atas laporan masyarakat tersebut, KPK bergerak menuju Bengkulu pada tanggal 23 november 2024 dan berhasil mengamankan beberapa pihak, yaitu:
- Syarifudin (SR) kepala dinas tenaga kerja dan transmigrasi provinsi Bengkulu, ditangkap di rumahnya pukul 07:00 WIB.
- Syafriandi (SF) kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, ditangkap di rumahnya pukul 07.30 WIB.
- Saidirman (SD) kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu Selatan, ditangkap pukul 08.30 WIB.
- Ferry Ernest Parera (FEP) kepala Biro Pemerintahan dan Kesra, ditangkap di rumahnya pukul 08.30 WIB.
- Isnan Fajri (IF) sekretaris daerah Bengkulu, ditangkap di rumahnya pukul 16.00 WIB.
- Tejo Suroso (TS) kepala Dinas PUPR, ditangkap di rumahnya pukul 19.30 WIB.
- Rohidin Mersyah (RM) gubernur Bengkulu, ditangkap di Serangai, Bengkulu Utara, pukul 20.30 WIB.
- Evriansyah (EV) alias Anca (AC) asisten pribadi gubernur Bengkulu, ditangkap di Bandara Fatmawati.
Selain menangkap delapan orang, tim KPK mengamankan sejumlah uang tunai dan barang bukti di berbagai tempat, meliputi Rp 32,5 beserta catatan transaksi di mobil SD, Rp 120 juta beserta catatan transaksi di rumah FEP, Rp 370 juta di mobil RM, serta Rp 6,5 miliar dalam mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat (USD), dan dolar Singapura (SGD) di rumah dan mobil EV beserta catatan transaksinya. Sehingga total uang yang diamankan dalam OTT ini mencapai Rp 7 miliar.
Setelah pemeriksaan intensif, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini, , yakni:
- Rohidin Mersyah (RM) Gubernur Bengkulu;
- Isnan Fajri (IF) sekretaris daerah Bengkulu, dan;
- Evriansyah (EV) asisten pribadi gubernur Bengkulu.
Sementara lima orang lainnya hanya berstatus sebagai saksi.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disanggah telah melanggar ketentuan pada pasal 12 huruf e dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
“Ketiga tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK untuk proses penyidikan lebih lanjut,” ujar Alexander saat menjelaskan OTT pejabat Pemprov Bengkulu.
Lunturnya Etika Moral Profesi
Etika moral profesi adalah seperangkat nilai, norma, dan prinsip moral yang menjadi pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya. Etika ini berfungsi sebagai landasan bagi tindakan dan keputusan yang diambil dalam konteks pekerjaan, memastikan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang baik dan benar. Namun, tidak sedikit dari profesional yang melanggar etika moral tersebut, contohnya seperti pada kasus gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang telah melakukan korupsi pemerasan dan gratifikasi yang secara jelas telah melanggar etika dasar profesi hukum, yakni integritas, keadilan, serta tanggung jawab terhadap profesinya.
Adapun faktor yang dapat memicu kelunturan etika dalam kasus ini antara lain:
- Ambisi pribadi yang berlebihan
Ambisi adalah semangat yang mendorong kita untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan. Namun, ambisi pribadi yang berlebihan justru membawa dampak negatif, seperti pada kasus di atas, yakni ambisi untuk terus menjadi penguasa dalam suatu wilayah. Ambisi ini dapat menyebabkan kelunturan etika moral karena pelaku pasti akan melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang ia inginkan, tidak peduli cara tersebut benar ataupun salah, pikirannya hanya dipenuhi oleh ambisi untuk mendapatkan kekuasaan. - Kelemahan karakter
Lemahnya karakter seseorang akan sangat mempengaruhi jalan hidupnya. Dia akan terombang ambing terbawa arus karena tidak memiliki pegangan yang kuat. - Kurangnya pemahaman tentang etika. Kurangnya pemahaman tentang etika, terutama dalam konteks profesional, seringkali menjadi akar dari berbagai masalah, termasuk korupsi. Ketika seseorang tidak memahami atau tidak menghargai nilai-nilai etika, mereka cenderung lebih mudah melakukan tindakan yang merugikan orang lain atau melanggar aturan.
Implikasi Hukum
Kasus korupsi pemerasan dan gratifikasi yang melibatkan seorang gubernur Bengkulu memiliki implikasi hukum yang sangat serius, baik bagi individu yang terlibat maupun bagi negara. Tindakan korupsi merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan etika pemerintahan.
Dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa tersangka telah melanggar ketentuan pada pasal 12 huruf e dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Simpulan
Kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, seperti gubernur, merupakan masalah serius yang terus menghantui Indonesia. Tindakan korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Untuk memberantas korupsi, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, mulai dari penegakan hukum yang tegas hingga peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi.