Keadilan Gender dalam Lingkungan Organisasi Mahasiswa?

Ketidakadilan gender yang terjadi dalam masyarakat masih belum menemui titik final penyelesaiannya. Alih-alih adil secara gender, patriarki justru mengakibatkan ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan yang dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk pada patriarki sosial masyarakat.

Salah satu isu yang diperbincangkan adalah isu kesetaraan gender khususnya mengenai masalah ketimpangan antara keadaan dan kedudukan perempuan yang masih memiliki kesempatan terbatas dari pada laki-laki. Aturan mengenai kesetaraan gender sudah ada, namun peran perempuan untuk menjadi pemimpin masih sangat minim. Permasalahan itu sampai saat ini terjadi di ruang hidup sehari-hari. Tidak terkecuali dalam ruang-ruang kampus, khususnya lingkungan organisasi mahasiswa.

Banyak dari kita bahkan tidak menyadari adanya ketidakadilan gender yang telah terjadi di sekitar kita. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan berorganisasi seperti gender laki-laki dan perempuan tidak mendapatkan perlakuan yang sama dan adanya diskriminasi yang dapat merugikan salah satu kaum, mendapatkan hak yang sama.

Oleh karena itu, pandangan bahwa keorganisasian di kalangan mahasiswa kampus masih terjadi ketidaksetaraan gender yang bisa saja hal ini merujuk pada ketidakadilan sosial. Sebab, organisasi Kemahasiswaan mayoritas dipimpin oleh laki-laki.

Permasalahan yang terjadi dalam suatu kegiatan organisasi berkaitan dengan kesetaraan gender yakni adanya ketidakadilan pada perempuan yang tidak diberikan kesempatan sebagai pemimpin organisasi, melainkan hanya sebagai sekretaris, bendahara, bahkan anggota saja. Dalam pengisian setiap divisi dalam organisasi pun juga lebih di dominasi oleh kalangan laki-laki sebagai koordinator setiap divisi. Walaupun tidak semuanya seperti itu,

Akan tetapi fenomena tersebut hampir menjangkit di setiap organisasi di kampus. Kaum pria bisa dikatakan sering menduduki jabatan-jabatan penting, sedangkan perempuan masih minim dalam hal tersebut sehingga dapat dalam ranah kepemimpinan kepengurusan menjadi salah satu hal yang menjadi contoh adanya ketidaksetaraan gender.

Tentunya hal tersebut kontras dengan berbagai aturan mengenai konsep kesetaraan gender, di mana seorang perempuan masih berkutat pada ranah urusan rumah tangga (sekretaris, bendahara) dan bukan sebagai seorang pemimpin (ketua/ kepala). Seharusnya kaum perempuan juga diberikan kesempatan dalam menjadi pemimpin suatu organisasi agar prinsip tidak memandang gender sebagai salah satu syarat untuk memimpin suatu organisasi kampus atau bidang lainnya menjadi tampak. Sebab tolok ukur kepemimpinan ialah kapasitas dan kompetensi yang dimiliki individu tanpa mempertimbangkan gender.

Kurangnya kepemimpinan perempuan di organisasi mahasiswa dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki perempuan dalam memimpin dan persepsi bahwa mereka kurang memahami pengambilan kebijakan yang memengaruhi banyak orang. Masyarakat cenderung melihat kedudukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki karena kurangnya kekuasaan tinggi sebagai pemimpin, sehingga mayoritas pemimpin diorganisasi adalah laki-laki. Namun, seharusnya laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan, hak, dan kesempatan yang sama dalam memimpin organisasi.

Ketidakadilan muncul dalam bentuk marjinalisasi perempuan, di mana mereka sering dikeluarkan dari lingkungan sekitar. Subordinasi juga merupakan bentuk ketidakadilan, di mana salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau utama daripada jenis kelamin lainnya, menciptakan pandangan stereotipe yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris. Stereotipe ini menciptakan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan. Selain itu, beban ganda dan diskriminasi gender juga terjadi, dengan pandangan bahwa laki-laki dianggap lebih potensial dan bertanggung jawab dibandingkan perempuan.

Tentunya, kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam organisasi mahasiswa untuk mencapai tujuan bersama menjadi hal yang penting. Pun dengan mahasiswi yang berorganisasi, kiranya perlu memahami konsep kesetaraan gender dan mengimplementasikannya . Penting kiranya mendengarkan sudut pandang masing-masing gender dalam pengambilan keputusan dan kerjasama untuk memajukan organisasi.

Dengan demikian, dukungan keorganisasian penting guna memberikan peluang yang sama untuk semua kelompok tanpa memihak pada satu jenis kelamin tertentu sehingga mencerminkan konsep adil gender. lebih lanjut, pemahaman terkait konsep adil gender perlu ditanamkan di kalangan mahasiswa secara umum, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam berorganisasi. Kerjasama yang erat di bidang organisasi tidak hanya sebagai gerakan semata, melainkan sebagai langkah konkret untuk saling menghargai individu berdasarkan kemampuan dan kompetensi dengan prinsip adil gender, tak sekadar penilaian fisik semata! (by Muthi Nabila Khairunnisa)