Kawan, Aku itu Manusia

Halo, apa kabar kawan? Terima kasih sudah berkenan membaca ceritaku. Semoga cerita keduaku ini ada manfaat dan pelajaran buat kedepannya. Apa yang bisa aku lakukan ketika resah? Ketika gundah? Tentu saja menulis. Ini kisah nyata, hal besar yang cukup menamparku. Jujur, aku ingin berbicara langsung untuk menyelesaikannya tapi, mentalku bukan mental baja, aku pengecut. Lisan ingin bersuara tapi aku takut salah lagi, salah mengambil sikap atau cara. Aku belum terlalu dekat atau kenal dengan mereka, ibarat tunanetra, aku masih meraba dalam kegelapan. Beruntung, ada beberapa teman yang membantuku, kedatangan mereka bagai lentera yang menuntunku untuk keluar dari labirin gelap ini.

Baik, pelajaran pertama, jangan jadi pengecut.

Secara tidak langsung, tulisan ini akan menceritakan banyak hal tentang diriku. Selamat mengenal satu sisi diriku, kawan……

Aku, si ekstrovert yang sangat suka keramaian dan aktif di banyak kegiatan. Sebut saja aku si penuh ulah tak bisa diam yang haus pengalaman. Aku masih muda, jangan sia-siakan masa muda ini, itu salah satu prinsip hidupku. Tak jarang juga, aku lupa makan, tidak tidur, bahkan pasca penugasan masa adaptasi pertama hingga kini aku masih bergantung dengan vitamin yang banyak. Ya, hampir satu setengah bulan, itu tugas awal yang cukup menguras tenaga. Tapi, jujur, tak ada niat sombong, apapun yang aku ambil pasti bisa dipertanggungjawabkan di akhir.

Jadi, pelajaran kedua kenali dirimu.

Aku pribadi yang mudah mengontrol diri, hahaha apa bermuka banyak? Entahlah wkwkwk tapi mungkin karena kelelahan aku sempat lepas kendali. Di situlah puncaknya, aku jadi lupa diri, aku jadi orang lain yang bahkan diri ini asing dan bertanya, “ Tadi itu aku?”. Bodohnya aku adalah aku merasa menjadi orang yang paling capek, paling sibuk sedunia, bahkan aku sadar saat itu aku terlalu otoriter. Mulut ini yang biasanya berbicara dengan banyak pertimbangan, menjadi berbicara tanpa berpikir waktu itu.

Okey, pelajaran ketiga jangan belagu.

Tapi jujur, saat itu aku merasa sangat lelah. Tapi saat itu aku terlalu egois, maunya dingertiin tapi ga mau ngertiin kondisi orang lain. Kita sama-sama capeknya kok. Karena itu mungkin salah paham ini terjadi. Aku sadar dan aku menyesal, di akhir aku sudah minta maaf. Tapi,ayok…. memaafkan memang butuh proses. Di sini, ak adalah apinya, memang aku yang salah dan aku harus ngerti.

Siap, pelajaran keempat aku harus belajar lagi memahami orang lain, walaupun orang lain gak paham dan gak peduli sama kondisi aku.

Dari mereka yang tampak butuh waktu untuk memaafkan, aku menjadi merasa bersalah dengan diriku sendiri. Satu poin tambahan, aku paling susah memaafkan diri sendiri. Mencoba bodo amat tapi sulit, inti masalah memang di aku. Untuk sekarang aku mencoba fokus dengan apa yang ada di depanku, tugasku, dan tanggung jawabku. Aku mencoba menjadi diriku sendiri yang gesit dan penuh tanggung jawab. Bohong jika aku berkata aku baik-baik saja. Tidak, aku jauh dari baik-baik saja.

Hm, pembelajaran kelima, memaafkan butuh waktu dan itu harus melewati proses panjang.

Aku memang sulit menolak apalagi ketika ditunjuk. Ketika namaku disebut dan masuk suatu rekomendasi hal baik, aku merasa bahwa mereka percaya aku, aku tidak boleh nolak, aku harus berusaha semaksimal mungkin, dan ini waktuku untuk berkembang. Ibaratkan matahari, mungkin ini waktuku untuk tenggelam. Matahari (aku) sudah terlalu lama bersinar, sinar yang awalnya menjadi dambaan makhluk,kini berubah menjadi masalah.

ya, pembelajaran keenam, kenali batas dirimu sendiri

Pembelajaran terakhir, aku tidak sebaik dan sehebat ekspektasi mereka. Berulang kali di awal sudah aku tegaskan seperti itu, ekspektasi orang lain adalah beban tersendiri bagiku. Aku sedang kecewa dengan diriku sendiri. Aku tidak sendiri, aku masih ada beberapa orang, yang belum lama kukenal tapi berhasil memapahku, menopangku, dan menerangi langkahku. Aku tak tahu kapan aku keluar dari labirin ini, tapi aku yakin, terlepas dari segala perspektif mereka terhadapku kini, Tuhan tau maksud dan tujuanku yang sebenarnya, tujuanku yang sebenarnya jauh dari apa yang mereka pikirkan.

Baik, aku sudahi dulu. Ijinkan aku pulang, diriku sedang rindu diriku yang dulu. Raga ini rindu akan rumahnya, sepertinya kali ini aku terlalu jauh untuk bermain, saatnya pulang. Pulang melewati jalan yang berbeda dari jalan berangkat, jalan yang terjal, dan jalan yang mematikan. Aku yakin aku akan bertahan dan bisa bangkit lagi bersama mereka.

3 Likes

Senang banget kalau pas main Mobile Legends terus ketemu musuhnya atau satu tim yang belagu.

Kalau gak ada yang belagu pas main mobel lejen, gak seru.

1 Like

Jangan lupa senyum kawan

1 Like

Jika lelah lekaslah beristirahat sebentar kemudian bangkitlah dan berusahalah lagi kedepannya.

1 Like