Kata, Cinta, Sastra, dan Realita Wanita "Analisis Kompleksitas Plot Tabula Rasa karya Ratih Kumala"

“Konkretisasi adalah pemberian makna pada sastra… seperti kita memberi makna pada orang-orang yang kita cintai. Pada orang tua, saudara, cinta… semuanya dikonkretisasi.”
“Seperti cintanya kita?” kata Galih.
“Seperti cintanya Bapak pada Krasnaya, seperti cintanya saya pada Violet.”
“Violet? Gadis yang kamu ceritakan dulu? Menurutku itu ‘sayang’ dan bukan ‘cinta’.”
“Violet adalah Krasnaya saya, Pak…,” aku Raras. (Tabula Rasa: 175-176).

Sastra lahir dari pemikiran dan pengalaman hidup seorang penulis. Dibaca dan dipahami untuk pelajaran hidup atau sekadar hiburan dan mengisi waktu kosong atau sebagai sarana menyenangkan diri dengan kisah yang disajikan di dalamnya. Alasan seseorang menikmati sastra adalah salah satu kebebasan yang memiliki banyak manfaat. Memanfaatkan ruang imajinasi untuk menikmati hidup dan menjelajahi dunia dalam sekala cerita dan kata. Menjelajah ruang waktu dari sebuah buku. Sampai pada belajar pengalaman hidup orang lain dari sastra yang dibacanya. Sebab, sastra merupakan karya yang harus bersifat dulce et utile, berguna dan menyenangkan.

Pada masanya, sastra menjadi objek kajian untuk individu yang menyukai dan mempelajari sastra sebagai bagian dari perjalanan karir. Dosen, guru, dan mahasiswa sastra adalah pihak yang dekat dengan dunia imajinasi tersebut. Namun, ada suatu waktu di mana sastra menjadi tempat mencari penghasilan dengan menjadikan salah satu profesi sebagai penulis untuk mendapatkan pendapatan baik dari penjualan buku, royalti, dan view pembaca. Menjadi penulis sastra memang tidak mudah tetapi bukan hal sulit, sebab saat ini platform menulis on line sudah bisa diakses oleh siapa pun dan semua bisa menulis. Hanya saja, persaingan kualitas karya jelas tidak sebanding dengan sastra yang lahir dari jalur seleksi atau kompetisi.

Tidak dipungkiri, saat ini banyak satra yang tidak lagi memerhatikan unsur sifat dari sastra tersebut secara seimbang, sebab sebagian besar buku saat ini lebih dominan berkisah tentang perjalanan hidup yang sederhana dan miskin akan pelajaran hidup yang hakiki. Sebab, dunia sastra sudah mulai diracuni oleh isi yang tidak lagi mengajak pembaca merenungi kehidupan, tetapi lebih condong pada kehidupan percintaan yang nyeleneh. Pendapat Goldmann (1997a:7) dalam Faruk (2003:31) mengatakan, bahwa bentuk novel tampaknya merupakan transposisi ke dataran sastra kehidupan sehari-hari dalam masyarakat individualistik yang diciptakan oleh produksi pasar. Bahwa sebuah novel juga akan dilempar ke pasar untuk melepaskan diri pada kehidupan di masyarakat. Apakah sebuah karya bisa diterima dan memberi sesuatu pada pembacanya atau hilang setelah terbit menjadi buku.

Sekian banyak karya sastra yang menarik dengan konten bermakna di dalamnya, Tabula Rasa karya Ratih Kumala menjadi salah satu novel yang memiliki pengalaman dan wawasan hidup yang lengkap. Selain itu, di dalam novel tersebut terdapat pelajaran penting tentang menyelami dan memahami dunia cinta yang sesungguhnya. Kejujuran dalam berkarya. Mengangkat tema tabu dengan bahasa yang bisa diterima. Rangkaian cerita dan peristiwa yang membuat kecanduan pembaca. Sampai pada tahap, intepretasi penulis terhadap pandangannya pada cinta terlarang yang dituangkan pada karyanya berjudul Tabula Rasa. Tabula Rasa memiliki arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005: 1117) sebagai teori yang menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan dengan jiwa yang putih bersih dan suci (yang akan menjadikan anak itu baik atau buruk adalah lingkungannya)

Ratih Kumala merupakan salah satu penulis yang sudah dikenal oleh pecinta buku terutama novel. Menjadi juara ketiga di ajang kompetisi sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2003, namanya mulai dikenal banyak orang. Novel Tabula Rasa adalah senjatanya untuk menjadi salah satu penulis yang diperhitungkan di Indonesia. Novel yang tidak hanya berkisah tentang cinta dan romantisme perjuangan dua pasangan saja tetapi diperkaya dengan adanya sejarah politik komunis yang pernah terjadi di Indonesia dan Rusia pada tahun 1966. Komunis menurut Hoetomo (2005: 281) adalah paham atau usaha lapangan politik yang bermaksud menghapuskan hak milik perseorangan, sama rata sama rasa dan sebagainya.

[1] Indonesia, 30 September 1965.
Orang-Orang Lalu Menyebut Mereka ‘Pahlawan Revolusi’
Saat itu, malam, 30 September 1965. Enam jenderal: Letnan Jenderal Ahmad Yani, Men/Pangad; Mayor Jenderal S. Parman. Asisten I Men/Pangad; Mayor Jenderal S. Suprapto, Deputy II Men/Pangad; Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad; Brigadir Jenderal Sutoyo M.T. Haryono, Deputy III Men/Pangad. (Tabula Rasa: 36)

[12] Indonesia 1 Oktober 1965
Kesaktian Pancasila
Setelah itu, PKI praktis tidak dapat bergerak di permukaan. Tetapi isu yang diembuskan mengatakan bahwa sampai saat ini pun mereka mendapat suntikan dana dari negara-negara pendukung komunis. Pada 4 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto menjadi tokoh penguak Revolusi. Lubang Buaya dibuka dan mayat-mayat mereka lalu dikuburkan secara layak di Taman Makam Pahlawan, Jakarta. (Tabula Rasa: 37)

[2] Moskwa, Akhir Juli 1991
“Anakku hanya berteman, kumohon…jangan kausakiti mereka. Jangan kausakiti anakku.” Kemudian salah satunya menyuruh sosok ayah itu untuk mencari informasi tentang keadaan komunis dalam lingkup rakyat Indonesia lewat anaknya. (Tabula Rasa: 32)

Gaya penulisan dalam novel Tabula Rasa tentu menjadi ciri khas dan juga identitasnya sebagai penulis yang cukup kritis. Keberanian mengangkat tema yang tabu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi bukti, bahwa penulis kelahiran 4 Juni 1980 memiliki nyali dan keberanian besar. Tema berat dikemas dengan bahasa yang ringan sehingga menjadi cerita yang menyenangkan. Selaras dengan teori Rachmat (2007:2-3), yang mengatakan bahwa sastra bersifat dulce et utile yaitu; berguna dan menyenangkan. Tabula Rasa tidak hanya menyenangkan tetapi juga berguna bagi dunia sastra terutama penulisan dan teknik penerapan teori sastra. Sastra sering dijadikan objek sekaligus subjek penelitian. Kompleksitas Plot Novel Tabula Rasa Karya Ratih Kumala dan Implementasi Pengajararannya di SMA, merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatiaf menurut Atar Sani (1993:9) adalah penelitian yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan angka-angka, tetapi yang diutamakan adalah kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris

Bicara teori sastra tentu tidak sebatas tema dan isi konten di dalam sebuah buku, tetapi bagaimana meramu cerita yang bisa selesai dengan teknik dan rumus menulis yang berbeda dari pada umumnya. Sebagai seorang penulis yang mempelajari Sastra Inggris, Ratih Kumala berhasil meramu tema dan cerita dalam novel Tabula Rasa dengan sangat apik dan menarik. Bahasa dan lompatan ceritanya membuat candu pada pembacanya.

Melihat gaya tulisan dan teknik menulisnya, tentu Ratih Kumala sudah menguasai teori sastra yang diterapkannya pada karyanya sendiri. Tidak hanya wawasannya yang luas, penulis yang menikah pada tahun 2006 tersebut juga memiliki teknik yang cerdik dalam meramu dan menyusun peristiwa demi peristiwa di dalam karyanya. Terutama bagaimana mengolah plot di dalam Tabula Rasa dan menjadikannya satu kisah utuh yang kaya dengan unsur cerita sekaligus wawasan politik. Selain itu, Tabula Rasa juga memiliki tingkat kompleksitas yang cukup menantang untuk sebuah novel. Terutama plot yang digunakan dan menjadi pusat dari cerita tersebut.

Tabula Rasa karya Ratih Kumala merupakan novel dengan tema yang berlatarbelakang cinta. Pembangunan cerita novel ini menggunakan plot yang sulit untuk dipahami, karena cara menyusun peristiwa demi peristiwa dengan urutan yang tidak teratur, tetapi memiliki keterkaitan di setiap bab, tokoh, cerita, dan peristiwanya. Novel yang diawali tokoh utama yang bernama Galih yang teringat Krasnaya. Gadis Rusia yang dicintai ketika di Rusia seolah nampak ketika Galih melihat Raras di Jogjakarta.

Karya sastra novel berjudul Tabula Rasa diciptakan oleh Ratih Kumala dengan latar belakang kisah cinta antara Galih dan Raras, Galih dan Krasnaya, serta Raras dan Violet. Kisah percintaan tokoh utama sebenarnya ialah cinta antara Galih dan Raras, dan hadirnya tokoh Krasnaya merupakan masa lalu dari kisah cinta Galih pada saat di Rusia, sedangkan Violet merupakan sahabat dari Raras yang juga cinta terlarang Raras. Perjalanan kisah cinta Galih dan Raras, terkendala dengan kisah cinta Raras yang ternyata mencintai sesama perempuan atau dalam hal ini mengidap kelainan seksual sebagai lesbi. Dengan demikian plot yang digunakan oleh Ratih Kumala dalam karyanya Tabula Rasa ini, memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Pendapat Stanton (1965:14) dalam Nurgiyantoro (1998:113), plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Pertemuan Galih dan Raras merupakan penceritaan berikutnya dengan mengarah ke plot flash back pada saat Galih berada di Rusia bersama dengan Krasnaya. Bab tema selanjutnya pembaca akan disuguhi dengan kisah cerita cinta antara Galih dan Krasnaya. Peralihan cerita di tiap babnya membuat pola plot yang kompleks dengan tokoh yang muncul sebagai sentral cerita. Lika-liku percintaan Raras dengan Violet, Galih dengan Raras merupakan aplikasi dari bentuk plot gabungan antara plot lurus dengan plot flash-back.

Kompleksitas plot novel tersebut berkaitan dengan beberapa hal yang menyangkut plot, seperti 1) pembedaan plot 2) kaidah pemplotan, 3) penahapan plot. Sifat kreativitas novel terlihat dari kebebasan pengarang dalam mengemukakan, menciptakan cerita, peristiwa, konflik, tokoh, dan aspek material fiksi. Kebebasan pengarang juga terlihat dari pengembangan plot, membangun konflik, penyajian peristiwa dalam penceritaannya. Kenny (1966:19-22) dalam Nurgiyantoro (1998:130) kaidah pemplotan cerita meliputi masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense), dan kepaduan (unity). Nurgiyantoro (1998: 116), eksistensi plot sangat ditentukan oleh tiga unsur dalam karya sastra yaitu, peristiwa, konflik, dan klimak yang merupakan tiga aspek penting dalam pengembangan sebuah plot cerita.

Tabula Rasa memiliki kejutan dan berhasil membuat rasa ingin tahu pembaca semakin penasarn di setiap babnya. Akhir cerita yang mengejutkan pun menjadi penutup novel yang cantik dan menarik, sebab Galih yang ternyata tidak bisa mencinta Raras sepenuhnya karena orientasi cinta Raras yang berbeda dari cinta normal pada umumnya. Luxemberg (1984:71) dalam Hartoko menjelaskan plot sebagai konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Lebih dalam lagi, Luxembrug (1992 : 150) menjelaskan bahwa peristiwa yang dapat mendukung plot yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan dan peristiwa acuan. Ratih Kumala menggunakan plot renggang dalam karyanya. Hal tersebut terlihat dari cerita persub judul yang disajikan.

Pengembangan plot renggang dilakukan Ratih Kumala secara pelan, artinya antara peristiwa penting yang satu dengan peristiwa penting yang lainnya memiliki jeda dalam penceritaannya. Fungsi plot renggang, untuk memperindah cerita karya sastra, atau dikenal dengan digresi. Hartoko (1986:33) mengatakan digresi yang berasal dari bahasa Latin digressio memiliki arti penyimpangan pada tema pokok cerita. Plot renggang yang digunakan untuk memperindah cerita diletakan pada tokoh, setting, dialog atau pelukisan secara lengkap untuk menambah informasi dari cerita.

Secara kriteria isi yang digunakan dalam pembedaan plot Tabula Rasa yaitu, terkait dengan masalah, kecenderungan masalah, yang ada di dalam cerita novel. Friedman (1967:156-165) dalam Nurgiyantoro (1998:162) plot berdasarkan isi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu plot peruntungan (plot of fortune), plot tokohan (plot of character), dan plot pemikiran (plot of thought). Namun dalam Tabula Rasa karya Ratih Kumala hanya terdapat plot tokohan.

Ratih Kumala tidak hanya berhasil membawa pembaca berkelana ke Rusia dengan dunia politik dan kebebasannya, tetapi mengajak penikmat buku untuk menyelami dunia sastra yang bebas. Penerapan plot dalam ceritanya juga menjadi ciri dan gaya tersendiri sekaligus pembuktian bahwa sastra yang benar adalah tetap menerapkan teori di dalam kepenulisannya. Plot menurut Aristoteles dalam Nurgiyantoro (1998:142) mengemukakan bahwa plot haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle) dan tahap akhir (end). Tidak hanya itu, plot juga harus memenuhi beberapa unsur lain. Kenny (1966:19-22) dalam Nurgiyantoro (1998:130) kaidah pemplotan cerita meliputi masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense), dan kepaduan (unity).

Pendapat Stanton dalam Nugiyantoro (1998:131) sebuah karya sastra yang memiliki sifat plausibilitas jika tokoh-tokoh cerita dan dunianya dapat diimajinasikan (imaginable) dan jika para tokoh dan dunianya, serta peristiwa-peristiwa yang dikemukakan mungkin saja dapat terjadi. Selain itu, masih di dalam buku Nurhgiyantoro novel harus memiliki unsur suspense. Abrams (1981:131) dalam Nurgiyantoro (1998:134) mengatakan bahwa suspense merupakan perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi.

Tabula Rasa memiliki tahapan dalam plot yang lengkap. Ending Tabula Rasa adalah bukti bahwa Ratih Kumala memiliki cita rasa yang kaya dengan teknik tinggi dalam meramu cerita dan menjadikan kisah yang sarat dengan tanda tanya.

Galih menghentikan langkahnya, dua detik kemudian keduanya menghentikan langkah.
“Maksud kamu?”
“Saya harus memilih, Pak. dan saya memilih mencntai sejenis saya Violet, bukan sejenis Bapak. Bukan laki-laki.”
“Tapi anak kita, kandunganmu?”
“Beberapa minggu yang lalu saya keguguran.”
“Kamu… @borsi?” tanya Galih dengan suara pelan tertahan.
“Bukan, saya keguguran. Demi Tuhan, saya ingin melahirkan dan memelihara bayi itu. Tapi… hari itu, saya terpeleset di kamar mandi maafkan saya… sebetulnya saya ingin menyampaikan ini sebelum Bapak terlanjur menyusul saya ke sini. Tetapi saya harus bicara sendiri dengan Bapak tentang sisi perempuan saya yang mungkin kurang ajar ingin mendominan keseluruhan tubuh ini. Konkretisasi saya sudah ada pada Violet, lagi pula saya tahu Bapak tidak pernah benar-benar mencinta saya … (Tabula Rasa: 175-176)

Kompleksitas plot novel Tabula Rasa berkaitan dengan beberapa hal yang menyangkut plot tersebut, seperti 1) pembedaan plot 2) kaidah pemplotan, 3) penahapan plot. Pembedaan plot Tabula Rasa meliputi plot berdasarkan kronologis waktu, kepaduan, dan kriteria isi. Plot berdasarkan kriteria urutan waktu, novel Tabula Rasa karya Ratih Kumala menggunakan plot flash-back, hal tersebut dengan melihat penceritaan yang di awali dengan Galih tertarik pada Raras. Ketertarikan tersebut menjadikan cerita kembali ke masa lalu keduanya, baik masa lalu Galih bersama Krasnaya dan juga masa lalau Raras dengan Violet. Usai cerita masa lalu, Tabula Rasa kembali ke cerita sebenarnya yaitu antara Galih dan Raras hingga selesai.

Pada plot berdasarkan kepaduan ditunjukan dengan banyaknya digresi yang menjadikan plot yang digunakan yaitu plot renggang. Plot berdasarkan kriteria isi, plot dalam Tabula Rasa yaitu plot tokohan, karena di dalamnya menceritakan tokoh, baik secara fisik maupun psikologis tokoh serta konflik yang sedang di alami tokoh yang di ceritakan tersebut

Selain pembedaan plot, komplesitas plot juga ditunjukan dengan adanya kaidah pemplotan seperti adanya plausibilitas, suspense, surprise, dan kesatupaduan plot yang ditemukan di dalam cerita Tabula Rasa. Analisis penahapan plot ditemukan dua analisis yaitu penahapan melalui tahap penceritaan yang terbagi menjadi tahap awal (pengenalan), tahap tengah (konflik) dan tahap akhir (penyelesaian).

Selain itu penahapan plot juga dilihat dari adanya konflik yang memiliki kadar konflik berbeda, seperti konflik a yang berada di episode In Memoriyam Krasnaya merupkan kadar konflik paling rendah, konlik b pada tataran konflik kedua yang berada di episode In Memori Violet, dan memiliki kadar di atas konflik a karena memiliki beberapa tingkatan konflik, sedangkan konflik terakhir yaitu konflik c, puncak konflik yang terjadi antara Galih dan Raras yang diceritakan melalui email Galih pada Raras, sebelum akhirnya penyelesaian konflik yang terjadi di Tabula Rasa karya Ratih Kumala.

Kompleksitas plot novel Tabula Rasa karya Ratih Kumala, tentunya bukan satu-satunya unsur pembangun novel yang dapat diteliti, namun masih ada unsur intrinsik lainnya yang dapat dijadikan kajian penelitian sastra. Unsur intrinsik seperti, setting, tokoh dan penokohan, gaya bahasa, sudut pandang, tema, setting serta unsur ekstrinsik seperti biografi pengarang, latarbelakang kehidupan pengarang, social budaya, politik, ekonomi dan nilai-nilai kehidupan seperti nilai sosial, yang terdapat dalam novel Tabula Rasa karya Ratih Kumala yang tentunya masih dapat diteliti selain unsur intrinsik plot, untuk meningkatkan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Antar Semi, M.1993.Metode Penelitian Sastra.Bandung:Angkasa.
Djoko Pradopo, Rachmat. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk.2003. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hoetomo.2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Surabaya: Mitra Pelajar.
Hartoko, Dick.1992. Pengantar Ilmu Sastra. 1992. Jakarta: Gramedia
Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka