Kata Beliau yang Berbudaya: Cah Wedok Kudu Resikan!

Potret Kuno Wanita Jawa dan Anaknya
Kredit: Augusta Curiel

Banyak orang tua yang masih berpegang teguh pada “nasihat” zaman dahulu. Sering anak-anak perempuan mendengar kalimat “keharusan”, seperti perempuan harus bersih, perempuan harus rapi, perempuan harus sabar, dan lain sebagainya.

Mengapa harus perempuan saja yang disebut? Bagaimana dengan laki-laki? Apakah mereka tidak harus bersih dan rapi?

Memang betul, menghendaki kebersihan dan kerapian merupakan keindahan yang memang diperlukan. Namun, kita hendaknya menyadari bahwa keindahan bukanlah untuk wanita saja, melainkan penting juga bagi pria.

Adat istiadat orang Jawa kental dengan keharusan bagi wanita, tetapi wajar bagi pria jika tidak melakukannya, bukankah begitu? Mari kita lihat kilas balik budaya Jawa.

Pada zaman dahulu, jarang sekali terlihat perempuan yang beraktivitas di luar rumah. Kebanyakan dari mereka tidak bekerja, tidak pula berlama-lama menuntut ilmu. Hal itu terjadi karena menancapnya stigma “sumur-dapur-kasur” bagi wanita.

Stigma adalah pikiran, pandangan, atau kepercayaan negatif yang diperoleh seseorang dari masyarakat atau lingkungannya, yang biasanya berupa stereotip hingga diskriminasi yang dapat memengaruhi individu secara keseluruhan (Mulachela, 2022). Dapat saya simpulkan bahwa stigma adalah pandangan negatif yang diperoleh seseorang dari suatu kelompok masyarakat.

Dengan demikian, stigma “sumur-dapur-kasur” bagi wanita memiliki arti bahwa perempuan dipandang hanya pantas mengurus atau melakukan tiga aktivitas. Aktivitas yang pertama, yaitu sumur, yang berarti air jernih atau melambangkan kebersihan. Kedua ialah dapur, yang berarti memasak. Ketiga, yaitu kasur, yang berarti aktivitas ranjang bagi pasangan suami istri.

Stigma di atas tidak berlaku bagi pria. Contohnya, wanita yang beraktivitas di rumah dianggap harus menjaga kebersihan diri dengan mandi dua kali sehari, sedangkan pria yang beraktivitas di luar rumah dianggap wajar jika jarang mandi karena ia sibuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Curang, ya!

Dari segi manapun, kebersihan diri merupakan hal yang dibutuhkan manusia, tidak memandang laki-laki atau perempuan. Untuk menjadi sehat, manusia perlu menerapkan kebersihan diri.

Begitu juga dengan kebersihan rumah. Ketika pria membersihkan rumah, banyak orang yang melihat hal itu sebagai hal yang mengherankan atau janggal. Mereka akan bertanya, “Istrinya mana, Mas?” Sebaliknya, jika pria tidak ikut menjaga kebersihan rumah, maka orang-orang akan berkata “Wajar, kan sibuk kerja.”

Padahal, seorang laki-laki juga memiliki hak untuk membersihkan rumah. Bahkan sebagian keluarga menjadikan kebersihan rumah sebagai tanggung jawab setiap anggota rumah.

Sudah jelas bahwa kebersihan bukanlah tugas yang hanya layak dikerjakan oleh para perempuan. Bahkan ada ungkapan terkenal yang berbunyi, “Kebersihan adalah sebagian dari iman.” Hal itu menunjukkan bahwa kebersihan adalah hal pokok bagi setiap individu.

Lalu, apakah nasihat “Cah wedok kudu resikan!” yang berarti anak perempuan harus bersih, perlu dipertahankan?

Sebetulnya, nasihat tersebut merupakan nasihat yang baik. Sebagai perempuan, memang kita harus menjaga kebersihan. Akan tetapi, pemilihan katanya lebih baik diubah. Apalagi jika ditujukan pada anak, kita harus pastikan anak-anak menyerap kata-kata yang tepat. Lalu, harus diubah bagaimana?

Penulis Dzikir Pikir (2016) menulis bahwa perkataan yang salah dapat berakibat fatal kepada anak, karena anak merekam apa yang mereka dengar dan lihat. Oleh karena itu, kita harus pastikan anak mendengar perkataan yang baik dan tepat agar tidak berakibat fatal.

Nah, alangkah lebih baik kita berkata “Semua orang harus menjaga kebersihan”, tanpa adanya penyebutan salah satu gender: pria atau wanita. Dengan begitu, anak yang mendengar tidak memiliki pikiran bahwa kebersihan hanyalah keharusan bagi wanita, melainkan kebersihan dibutuhkan oleh semua orang.

Kabeh wong kudu resikan!

Saya pribadi tidak akan marah atau merasa dicurangi apabila mendengar nasihat tersebut. Pemilihan katanya sudah tepat sehingga saya tidak akan lagi mempertanyakan kenapa harus cah wedok saja. Lelah juga rasanya ketika harus selalu mendengar “Cah wedok kudu…

Bagi anak-anak yang mendengar nasihat tersebut juga akan mengambil kesimpulan bahwa menjaga kebersihan adalah tugas semua orang, tidak hanya perempuan saja. Dengan begitu, tidak akan ada lagi pembelaan, seperti “Kan aku cowok, wajar dong kamarku berantakan.”

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kita memang perlu memilah “oleh-oleh” yang kita dapat dari masa lalu. Tidak semua budaya mengajarkan hal-hal yang baik. Banyak nasihat yang baik, tetapi pemilihan katanya kurang tepat.

Hak-hak pria patut untuk lebih dikenali dan dihargai. Laki-laki memiliki hak untuk menjaga kebersihan, sama seperti wanita. Laki-laki juga memiliki hak untuk memasak di dapur dan mengurus anak, seperti halnya wanita.

Beberapa dari kebiasaan berucap memang sulit diubah, apalagi jika kita sudah mendengar dan mengatakannya berkali-kali. Akan tetapi, sulit bukan berarti tidak bisa. Kita dapat memulainya dari diri sendiri dan orang di sekitar kita, seperti keluarga dan teman.

Yuk, jadi wanita berbudaya yang korektif!

Daftar Pustaka

Mulachela, Husen. 2022. “Stigma Adalah Ciri Negatif, Kenali Faktor dan Jenis-jenisnya”, https://katadata.co.id/safrezi/berita/62022ecc9d53b/stigma-adalah-ciri-negatif-kenali-faktor-dan-jenis-jenisnya, diakses pada 6 Juli 2022 pukul 13.10.

Pikir, Dzikir. 2016. “7 Ucapan Yang Sering Tak Disadari orang tua ini, Berdampak Buruk bagi Perkembangan Psikologis Anak”, https://www.wajibbaca.com/2016/06/7-ucapan-yang-sering-tak-disadari-orang.html, diakses pada 6 Juli 2022 pukul 16.05.

3 Likes