KANCIL YANG SOMBONG (Cerita Anak)

KANCIL YANG SOMBONG

Dongeng+Si+Kancil+dan+Kuda+Lomba+Lari
(Sumber: CeritaBedahulu)

Pada zaman dahulu, hiduplah seekor kancil yang sombong. Jika ada hewan lain yang sedang mengalami kesulitan, ia tidak pernah mau membantunya dan tidak pernah mau bergaul dengan hewan lain di hutan.

Di suatu pagi yang cerah, kancil sedang berjalan-jalan di hutan. Ketika sedang berjalan-jalan, terdengar ada suara yang meminta tolong
Kelinci: “Tolong… tolonglah aku.”
Kancil yang mendengar suara itu pun tetap bersikap acuh, dan terus berjalan. Kelinci yang kakinya sedang terikat tali pun terus berteriak dan meminta tolong kepada siapapun yang dapat mendengarnya.
Ketika sedang berteriak meminta tolong, ia melihat kancil yang sedang berjalan-jalan dengan santai tanpa menghiraukannya.
Kelinci: “Kancil!” (serunya).
Kancil yang dipanggil pun menoleh dan menjawab
Kancil: “Ada apa?” (ucapnya santai)
Kelinci: “Kancil, tolonglah aku. Kakiku terikat tali. Aku tidak bisa melepaskannya. Tolong bantu aku melepasnya.” (ucapnya sedih sembari menahan rasa sakit)
Dengan acuh Kancil menjawab
Kancil: Aku sibuk. Lepaskan saja sendiri. (ucapnya sembari pergi meninggalkan kelinci)
Melihat Kancil yang pergi, Kelinci pun berteriak-teriak memanggil nama Sang Kancil
Kelinci: “Kancilllll!” (teriaknya berulangkali)
Kancil tetap berjalan menikmati suasana hutan di pagi hari tanpa menghiraukan seruan dari Kelinci.

Ketika di tengah hutan, Kancil berpapasan dengan seekor Tupai yang sedang kesusahan membawa makanannya.
Tupai: “Eh, Kancil” (sapanya).
Kancil: “Hm, ada apa?” (malas kancil)
Tupai: “Kancil kan bijak. Bolehkah aku meminta bantuanmu? Tolong bantu aku bawakan makananku ini. Aku kesulitan membawanya.” (sembari memperlihatkan makanan yang ia bawa).
Dengan sombong, Kancil menjawab
Kancil: “Aku tidak bisa. Tubuhku terlalu indah untuk membawa makananmu itu”. ucapnya sembari mengangkat dagu ke atas dan memperlihatkan tubuh indahnya.
Tupai yang mendengar jawaban kancil pun sedih, tetapi kemudian ia tersenyum hangat.
Tupai: “Wah, tubuhmu indah sekali. Yasudah jika tidak bisa membantuku tidak apa-apa. Terimakasih Kancil.” Ucapnya sembari pergi meninggalkan Kancil.
Kancil yang mendengar pujian dari Tupai pun tersenyum angkuh. Sikap sombongnya kian meningkat. Ia merasa lebih baik dan unggul dari pada hewan lain yang ada di hutan. Bahkan ia merasa bahwa jika ia menolong hewan lain yang sedang mengalami kesulitan, maka harga dirinya akan turun dan terlihat rendah atau sederajat dengan hewan lain. Selain itu, ia juga merasa tidak membutuhkan bantuan hewan lain. Ia bisa melakukan semuanya sendiri.

Di keesokan paginya, Kancil sudah bangun dan seperti biasanya ia akan berjalan berkeliling hutan menikmati udara segar di pagi hari, sekaligus untuk mencari makanan.
Kancil: “Hoammm” (menguap).
Kancil: “Udara pagi memang sangat segar. Baik untuk tubuhku yang indah ini” (ucapnya bangga).
Kancil: “Makan apa pagi ini” (ucapnya lagi).

Di tengah perjalanan, Kancil melihat ada banyak makanan di atas semak-semak. Di sana ada buah apel, pepaya, pisang, dan lain-lain. Dengan cepat Kancil berlari ke arah semak-semak itu.
Kancil: “Wahhh, ada banyak sekali makanan. Semuanya ini milikku.”
Dengan tergesa-gesa, ia segera memakan semuanya.
Setelah kenyang, Kancil segera pergi meninggalkan tempat itu karena takut jika itu adalah jebakan dari pemburu.

Ketika dalam perjalanan pulang, tiba-tiba Kancil merasa kakinya terluka. Setelah ia memeriksanya ternyata kakinya tertusuk duri dari semak-semak yang ia injak tadi. Ia sangat merasa kesakitan dan tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang.
Kancil: “Ahhhh, sakit sekaliii. Tolongggg. Siapapun tolong akuu. Kakiku sakitttt.” (teriaknya kesakitan).
Tak lama kemudian, datanglah seekor kelinci yang pernah meminta tolong kepada kancil. Melihat ada yang datang pun, dengan tergesa-gesa kancil segera berteriak kembali untuk meminta tolong.
Kancil: “Hahh hahh (terengah-engah). H-hei T-tolonggg. T-tolonggg aku. K-kakiku sakit tertusuk duri.“ (ucapnya, menahan sakit).
Kelinci yang merasa dipanggil pun menoleh. Ia kaget melihat Kancil yang sedang terbaring tak berdaya menahan sakit.
Kelinci: “H-hah? K-kancil? K-kaukah itu? K-kau kenapa?” (ucapnya panik sembari menghampiri sang Kancil).
Dengan cepat Kelinci segera menghampiri Kancil yang sudah terbaring lemah menahan sakit.
Kancil: “I-iya ini aku. T-tolong… T-tolong aku kelinci.” (ucapnya lemah)
Kelinci yang mendengar jawaban seperti itu pun bertambah panik dan khawatir.
Kelinci: “A-aku akan membantumu. Tahanlah sebentar wahai kancil.”
Kelinci berteriak meminta tolong sembari menoleh ke kanan dan ke kiri guna mencari bantuan.
Kelinci: “Tolonggg. Siapapun yang ada di dekat sini, tolong bantu aku.” (teriaknya).

Tiba-tiba seekor Tupai datang menghampiri mereka berdua.
Tupai: “Kelinci? Kancil? Kaliankah yang meminta tolong?”
Kelinci yang mendengar ada suara pun menoleh dengan cepat.
Kelinci: “Iya wahai Tupai. Tolonglah kami. Kaki Kancil tertusuk duri. Ia kesakitan dan tidak bisa berjalan.” (jelasnya panik).
Mendengar penjelasan dari Kelinci, Tupai berusaha memutar otaknya agar bisa menyabut duri yang ada pada kaki sang kancil tersebut.
Tupai: “Kalau begitu, ayo kita cabut duri yang ada pada kakinya. Kancil berbaringlah, kita akan mencabutnya. K-kau tahanlah rasa sakitnya sebentar.” (jelas Tupai dengan raut khawatir).
Tupai: “Ayo kelinci.” (serunya).
Kelinci: “Baik, tupai.”
Kancil: “T-tolong pelan-pelan ya teman-teman.” (takutnya).
Kelinci dan Tupai berusaha mencabut durinya dengan sangat hati-hati. Namun Kancil tak henti-hentinya meraung kesakitan. Mereka berdua yang mendengarnya pun merasa tidak tega. Namun, semua ini mereka lakukan demi kebaikan Kancil sendiri.
Kelinci: “B-bertahanlah sebentar lagi wahai kancil.” (ucapnya iba).
Kancil hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.

Tak lama kemudian, Tupai dan Kelinci berhasil mencabut duri itu.
Tupai & Kelinci: “Hahh, hahh. Akhirnyaa……” (teriaknya bersama-sama).
Tupai: “Kancil. Kancil, apakah kau baik-baik saja?” (tanyanya dengan raut khawatir).
Kelinci: “Iya Kancil. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang kau rasakan sekarang?” (tanyanya khawatir).
Kancil: “Hahh, hahh. Masih terasa sakit tapi a-aku merasa lebih baik dari sebelumnya.” (jawabnya dengan mengulas senyum).
Kelinci & Tupai: “Syukurlahh…” (ucap mereka berdua dengan lega).
Kelinci: “Sebentar lagi kakimu akan sembuh seperti semula, kancil.”
Kancil: “He’em. Terimakasih banyak Kelinci, Tupai. Aku berhutang nyawa kepada kalian berdua.”
Kancil: “Maafkan aku. A-aku terlalu sombong dan disaat kalian berdua membutuhkan pertolongan pun, aku memilih pergi meninggalkan kalian berdua tanpa membantu kalian terlebih dahulu. Maafkan aku. Sungguh aku menyesal. Maukah kalian memaafkan kesalahanku?” (ucapnya penuh rasa penyesalan).

Mendengar ucapan kancil, kelinci dan tupai pun tersenyum hangat. Namun, tiba-tiba…
Kelinci: “Tidakk. Aku tidak sudi memaafkanmu. Kancil yang sombong.” (ucapnya dengan nada yang meninggi).
Kancil yang mendengar ucapan kelinci pun kaget sekaligus sedih. Ia menyesal sudah bersikap seperti itu kepada penghuni hutan. Tupai pun sama tak kalah kagetnya mendengar ucapan kelinci, seperti kancil.
Tupai: “Hei Kelinci. Kau tak boleh seperti itu. Kancil juga teman kita. Jika ia sudah menyesali perbuatannya, kita harus memaafkannya.”
Sungguh tupai tidak tega melihat Kancil. Ia dapat melihat penyesalan dari matanya.
Kancil: “Tidak apa-apa Tupai. Aku mengerti. Aku memang salah. Aku pantas mendapatkannya.” (ucap kancil dengan senyum yang terpatri di wajah pucatnya itu).
Kelinci yang melihat semua itu sontak tertawa terbahak-bahak. Tawanya membuat kancil dan tupai keheranan. “Mengapa ia tertawa? Apa yang lucu?” pikir mereka berdua.
Kancil: “Kau kenapa kelinci? Apa aku salah berucap lagi kali ini?” (tanya sang kancil).
Kelinci: “Haha. Kalian berdua ini lucu sekali. Aku hanya bercanda. Aku sudah memaafkanmu Kancil. Kau kan temanku juga.” (ucap kelinci dengan senyum hangatnya).
Kancil dan tupai yang mendengar penjelasan dari kelinci pun bernapas lega.
Kancil: “Terima kasih teman-teman, kalian berdua sudah mau memaafkan semua kesalahanku. Terima kasih sudah membantuku dan menganggapku sebagai teman kalian. Aku sangat berhutang budi. Aku tidak akan mengulangi kesalahanku.”

Suasana berubah menjadi haru. Kelinci dan tupai yang melihat kancil berlinang air mata pun tak kuasa menahan tangisnya. Mereka akhirnya berpelukan dan tertawa bersama-sama.